Habibie Award untuk Tim Garam Farmasi

- Editor

Minggu, 21 Agustus 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jangan Tinggalkan Riset riset Dasar
Tim garam farmasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi memperoleh anugerah Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award ke-9 atas inovasinya yang potensial memutus ketergantungan terhadap impor. Indonesia masih mengimpor ratusan ton garam farmasi per tahun.

Di tataran industri, garam farmasi digunakan sebagai bahan baku infus, oralit, cairan pencuci kosmetika, garam farmasi adalah salah satu campuran produksi sampo dan sabun.

”Dari ratusan peserta, akhirnya tim garam farmasi yang menang. Pemilihan dilakukan tujuh juri dengan latar belakang berbeda, di antaranya dari luar negeri,” kata Kepala BPPT Unggul Priyanto sebelum menyerahkan Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award (BJHTA) di kediaman presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie di Jakarta, Kamis (18 8). Turut hadir BJ Habibie serta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Anugerah ini diberikan kepada individu atau tim yang menghasilkan inovasi atau tokoh yang berjasa membantu memajukan teknologi. Yang dilihat adalah produk hasil riset dan perekayasaan yang menonjol dan tidak kontroversial.

”Nilai tertinggi tentunya inovasi, bukan invensi yang belum diproduksi sehingga belum bermanfaat untuk masyarakat,” kata Unggul. Konten teknologi yang kian mutakhir jadi nilai tambah.

20160819_141155wInovasi Proses pembuatan garam farmasi karya tim perekayasa BPPT telah diterapkan BUMN PT Kimia Farma. Produksi perdana bahan baku farmasi itu 2.000 ton per tahun. Seluruhnya diserap industri farmasi Jepang, Otsuka.

Baru tahun ini BJHTA diberikan kepada tim. Tim beranggotakan tujuh peneliti dan perekayasa sekaligus. Mereka adalah Imam Paryanto, Bambang Srijanto, Eriawan Rismana, Wahono Sumaryono, Tarwadi, Purwa Tri Cahyana, dan Arie Fachruddin.

Menurut Imam Paryanto yang juga Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT, timnya bertekad mengatasi impor garam. Harapannya, garam farmasi yang patennya didapat tahun 2010 berhasil dimaksimalkan untuk kemandirian bahan baku obat dan makanan. ”Tidak harus impor lagi,”ujarnya.

20160819_141140wRiset yang baik, kata Imam, memampukan anak bangsa memenuhi kebutuhan teknologinya. Kemandirian bangsa jadi salah satu tujuannya.

Salah satu juri BJHTA yang juga Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Eniya L. Dewi, mengatakan, tim garam farmasi BPPT mendapat banyak pesaing dari lembaga penelitian ataupun swasta. Lima besar peserta yang diseleksi di antaranya penelitian dan rekayasa pesawat nirawak (drone), e-KTP, sistem pembangunan pabrik gula, dan radar.

”Drone orisinalitasnya kurang, lalu e-KTP ternyata sistemnya open source. Radar juga bagus, tapi belum produksi,” ujarnya.

Tim juri juga melihat secara personal, ternyata setiap individu anggota tim garam farmasi cukup kuat. Bahkan ada pemegang paten selain pemilik paten garam farmasi. ”Masing-masing kuat untuk mendapat BJ Habibie Technology Award,” ucapnya.

Penghargaan Sarwono
Kemarin, penghargaan bagi ilmuwan berdedikasi juga diberikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Penghargaan Sarwono Prawirohardjo XV. Tahun ini, penghargaan diberikan kepada Tjia May On (81).

Mantan Ketua Program Fisika Material Organik Terkonjugasi dan Superkonduktor ITB itu dinilai berjasa mengembangkan keilmuan di Tanah Air, khususnya partikel kuantum dan kosmologi relativistik.

”Kepakarannya pada kedua bidang yang mengubah pandangan mengenai asal-usul penciptaan alam semesta tersebut diakui dunia. Dedikasi dan konsistensi membuatnya layak mendapat apresiasi dari LIPI,” kata Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain.

Turut hadir dalam penganugerahan itu Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Ristek dan Dikti Muhammad Dimyati dan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman.

Tjia May On yang juga mantan Guru Besar Fisika ITB menyelesaikan pendidikan sarjana fisika tahun 1962 di ITB. Ia langsung meneruskan pendidikan master dan doktoral fisika partikel di Northwestern University, AS, yang selesai tahun 1969.

Indonesia, kata Tjia, perlu menaruh perhatian lebih pada riset-riset dasar. Dalam jangka panjang, riset dasar bisa berdampak besar, di antaranya membangun ekonomi dan memperkuat ketahanan bangsa.

”Di negara maju, riset sudah dianggap bagian dari ketahanan nasional. Indonesia seharusnya bisa tumbuh menyaingi negara-negara itu karena kita punya potensi besar,” kata Tjia.

Menurut mantan Presiden Indonesian Optical Society itu, kemajuan dalam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akan mengantarkan Indonesia menjadi bangsa tangguh dan berpengaruh, tidak hanya jadi pasar seperti saat ini.

Selain penganugerahan penghargaan, digelar orasi ilmiah Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture XVI yang disampaikan Deputi Kelautan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno. ( ANTARA/C06/YUN)

Sumber: KOMPAS, 19 Agustus 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB