Penerapan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student center learning/SCL) harus dikembangkan di kawasan ASEAN. Pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa merupakan bagian dari penjaminan mutu pendidikan tinggi.
Wartawan Kompas,Ester Lince Napitupulu, melaporkan, pentingnya penerapan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa terungkap dalam dialog kebijakan ke-2 program European Union Support to Higher Education in ASEAN Region (SHARE), di Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand, Jumat (26/2). Kegiatan ini diadakan oleh konsorsium yang dipimpin British Council.
Teoh Ming Kwang dari National University of Singapore mengatakan, pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa merupakan tantangan bagi perguruan tinggi (PT) di kawasan ASEAN. Mengingat cukup banyak PT di Asia Tenggara yang memiliki mahasiswa dalam jumlah besar saat perkuliahan berlangsung, tidak mudah bagi institusi-institusi pendidikan tinggi di kawasan itu untuk menerapkan SCL.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, dengan adanya dorongan untuk menerapkan integrasi sistem pendidikan tinggi, layanan pendidikan kepada mahasiswa perlu diutamakan.
Hendrawan Soetanto, Staf Ahli Pembantu Rektor I Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, mengatakan, para dosen di Indonesia sudah mulai mendapatkan pelatihan mengenai SCL. Namun, tetap diperlukan dorongan yang besar bagi dosen dan perguruan tinggi agar mereka terus mengutamakan layanan pendidikan tinggi yang bermutu kepada mahasiswa.
“Untuk mengubah cara mengajar tradisional tentu saja tidak mudah. Namun, upaya untuk memberikan pembelajaran yang mendorong mahasiswa aktif harus diterapkan,” kata Hendrawan yang merupakan wakil dari Indonesia dalam kegiatan SHARE di Bangkok.
Wakil Presiden European Students Union Blazhe Todorovski mengungkapkan, dalam proses integrasi sistem pendidikan tinggi di Uni Eropa, perwakilan mahasiswa dilibatkan. Aspirasi mahasiswa sebagai pihak yang dilayani harus didengarkan sebaik-baiknya. Dengan demikian, pembelajaran yang diberikan kepada para mahasiswa dapat sungguh-sungguh membantu mereka menghadapi tantangan di masa depan.
Ahli pendidikan tinggi profesional pada European Association of Institutions in Higher Education (EURASHE), Sylvie Bonichon, mengatakan, para pendidik tidak bisa hanya mengajarkan dan menganggap mahasiswa tidak tahu apa-apa. Bagaimanapun, para mahasiswa memiliki pengalaman dan latar belakang pengetahuan yang beragam.
Menurut dia, para mahasiswa harus didorong untuk berkembang menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dengan menjadi pembelajar sepanjang hayat, mahasiswa dapat dibantu untuk berkembang secara fleksibel saat menghadapi pilihan hidup atau karier yang terbuka di masa depan.
Perubahan paradigma
Dalam dialog kebijakan ke-2 SHARE di Universitas Chulalongkorn, terungkap bahwa penerapan SCL memerlukan perubahan paradigma dan budaya. Prinsip dalam pembelajaran SCL antara lain berlangsungnya proses refleksi terus-menerus dan tidak menyediakan satu solusi untuk semua.
Selain itu, mahasiswa dinilai memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Di antara mereka ada kebutuhan dan minat yang berbeda satu sama lain.
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Februari 2016, di halaman 11 dengan judul “Mahasiswa Jadi Pusat Pembelajaran”.