Penyakit Menular; Ubah Lingkungan, Undang Penyakit

- Editor

Rabu, 24 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Memprediksi penyebaran DBD di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, tak mudah. Kota itu diapit sejumlah kabupaten, perumahan rapat, permukiman dekat sungai, dan tak ada budaya bersih. Di Lubuk Linggau, sulit memetakan daerah penyebaran DBD. Setidaknya ada dua faktor yang potensial memudahkan penyebaran: mobilitas manusia yang tinggi antardaerah serta rumah berdekatan.

Lubuk Linggau diapit wilayah Kabupaten Musi Rawas, Lahat, dan Rejang Lebong, Bengkulu. Warga Lubuk Linggau, misalnya, banyak yang bekerja di Musi Rawas. Sementara permukiman padat kurang dari 100 meter lebih pendek dari jangkauan terbang nyamuk yang sejauh 140 meter.

Di luar faktor mobilitas manusia, perubahan lingkungan yang mengubah ekosistem memicu berkembangnya infeksi baru ataupun memperluas sebaran penyakit infeksi yang ada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perubahan lingkungan, menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Umar-Fahmi Achmadi, selalu akan menemukan keseimbangan ekosistem baru. Ekosistem baru membentuk habitat baru yang membuat biota asal (ada di situ) kian nyaman, berpindah, atau akan datang biota hidup dari lokasi lain.

Kesadaran potensi risiko perubahan iklim pada kesehatan baru muncul pada Assessment Report (AR)-2 dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) tahun 1996. Pada AR-3 dinyatakan dampak perubahan iklim terhadap kesehatan.

Ada dampak langsung karena suhu naik, dampak tak langsung karena daerah edar vektor berubah akibat perubahan lingkungan yang merespons perubahan iklim. Selain itu, ada juga trauma, penyakit, atau kondisi kejiwaan pada pengungsi perubahan iklim ( www.who.int).

Penyebaran meluas
Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Perubahan Iklim UI, Budi Haryanto, perubahan iklim membuat Bumi lebih hangat, melebarkan daerah ekuator. Artinya, penyebaran vektor atau biota hidup terkait penyakit akibat virus atau bakteri pun meluas.

“Secara topografis, nyamuk Aedes bisa melebar ke dataran tinggi lebih dingin,” kata Budi, Selasa (23/2), di Jakarta. Ada banyak kasus di dataran tinggi, termasuk kawasan Puncak.

Sejak 2013, Budi bersama tim meneliti 20 kabupaten/kota di lima provinsi: Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Bali, dan Kalimantan Tengah. “Kami jemput kartu status di rumah sakit dan puskesmas. Kami temukan kasus DBD di wilayah yang topografinya tinggi,” lanjutnya.

Nyamuk Aedes hidup di suhu 22-32 derajat celsius. “Dulu di daerah itu jarang ada kasus, kini ada,” ujarnya. Pada 2006-2010, jumlah kasus dan penyebarannya naik. (DEN/ISW/JOG)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Februari 2016, di halaman 14 dengan judul “Ubah Lingkungan, Undang Penyakit”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB