Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia masih memfokuskan penelitian biologi kelautan pada lima biota laut. Kelima biota itu adalah ikan hiu, pari, capungan banggai, napoleon wrasse, dan teripang.
Kelima biota ini dipilih untuk menyikapi perdagangan satwa – termasuk hewan laut – yang kian marak baik secara domestik maupun internasional. Hal ini berkorelasi dengan perburuan fauna ini di alam.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) Dirhamsyah, Senin (22/4/2019) di atas kapal riset Baruna Jaya VIII yang bersandar di Dermaga Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta. Ia memaparkan sejumlah riset kelautan yang sedang ditangani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tidak semua kelompok hewan yang diburu untuk diperdagangkan tersebut dilindungi oleh regulasi pemanfaatan dan pengelolaan,” kata Dirhamsyah, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI), Senin (22/4/2019), di Jakarta.
Ia mengatakan, Indonesia sebagai negara peserta Konvensi Perdagangan Tumbuhan dan Satwa Terancam Punah Internasional (CITES) memiliki tanggung jawab menjalankan sistem perjanjian internasional tersebut. Misalnya, tumbuhan dan satwa yang masuk dalam daftar Appendix I mutlak tak boleh dimanfaatkan dalam perdagangan.
Kemudian, apabila spesies masuk dalam Appendix II, jenis biota yang masuk ke dalam daftar ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan sistem kuota. Dalam aturan mainnya, negara eksportir wajib menyerahkan dokumen yang menyatakan bahwa keberadaan jenis tersebut masih terjaga kelestariannya di alam.
“Dalam implementasi aturan CITES ini, seluruh negara tidak hanya wajib mentaati namun juga melakukan pengawasan bersama terhadap pelanggaran yang terjadi,” kata dia.
Karena itu, LIPI sebagai otorita keilmuan (scientific authority) menyuplai data yang menjadi dasar bagi kementerian sektor untuk menjalankan kebijakan. Di LIPI, sejak tahun 2002 Pusat Penelitian Biologi menjadi pelaksana harian otoritas keilmuan pelaksanaan CITES untuk tumbuhan dan satwa laut.
Suplai data riset ini didapat dari P2O LIPI melalui berbagai penelitian di antaranya Program Riset Prioritas-Coremap CTI. “LIPI secara spesifik melakukan penelitian dengan tema Biota Terancam Punah. Topik tersebut diusung dengan tujuan untuk mendapatkan data-data bio-ekologi, perdagangan dan pengelolaan,”kata dia.
Hasilnya, untuk biota hiu, pekan lalu LIPI meluncurkan dokumen Non Detrimental Findings (NDF) untuk hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis). NDF ini yang digunakan menjadi dasar untuk mengeluarkan angka kuota tangkapan 80.000 ekor dengan minimal ukuran 2 meter dan berat 50 kilogram per tahun 2019.
Dilindungi secara terbatas
Dirhamsyah mengatakan, ikan capungan banggai atau Banggai Cardinal Fish (Pterapogon kauderni) yang endemis di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah rentan punah di tempat asalnya tersebut. Namun populasinya ditemukan banyak di perairan lain seperti di Selat Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara, hingga Bali.
“Namun warnanya kurang bright dibanding yang hidup di Banggai entah karena mutasi atau bagaimana,” kata dia.
Ikan ini telah dilindungi secara terbatas melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni). Larangan penangkapan ikan ini pada puncak musim pemijahan yang terjadi pada Februari, Maret, Oktober, dan November di wilayah perairan Provinsi Sulawesi Tengah yang berada di wilayah Kepulauan Banggai yang meliputi perairan Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Banggai Laut.
Ikan eksotis lain yang diteliti P2O LIPI adalah napoleon wrasse (Cheilinus undulatus) yang juga diperdagangkan dengan sistem kuota. “Hasilnya menunjukkan bahwa di kedua lokasi memiliki karakter populasi yang sangat berbeda, di Sulawesi Tengah didominasi individu berukuran juvenil, sedangkan di Kepulauan Banda individu yang dijumpai bervariasi dari ukuran juvenil hingga dewasa,” kata Dirhamsyah.
KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH (DOE)–Napoleon di kolam budidaya..Difoto pada 4 Februari 2015.
Artinya, ikan napoleon wrasse di Sulawesi Tengah mendapat tekanan pemanfaatan yang lebih tinggi dari pada di Kepulauan Banda. Ia berharap potret populasi ikan napoleon wrasese secara nasional dengan memperluas lokasi riset bisa dilakukan. P2O LIPI pun sedang menyusun dokumen NDF untuk ikan napoleon wrasse.
Jenis biota terakhir yang diteliti yakni teripang. Biota yang kerap disebut timun laut ini hidup di substrat pasir ini memiliki aneka jenis yang diperdagangkan untuk tujuan konsumsi. Dirhamsyah mengatakan, P2O juga sedang menyusun NDF bagi teripang.
“Selain tangkapan di alam, kami juga mengembangkan budidaya teripang agar mengurangi tekanan eksploitasinya di alam,” kata dia.
Ahli ekologi laut P2O LIPI Puji Rahmadi mengatakan, laut Indonesia merupakan surga kekayaan hayati dunia. Namun masing-masing jenis ini belum dapat divaluasi meski telah dimanfaatkan sejak lama dan memberi kontribusi pada penghidupan masyarakat.
“Valuasi kekayaan laut kita perlu diinvertaris dengan baik agar dapat meningkatkan awareness masyarakat dan menjadi dasar penggunaanya secara optimal,” kata dia.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 22 April 2019