25.000 Ha Hutan Konservasi pada 2018

- Editor

Kamis, 11 Januari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah menyiapkan hutan konservasi sebagai area perhutanan sosial. Tahun ini, sedikitnya pengelolaan 25.000 hektar hutan diproyeksikan bakal dikelola masyarakat yang telanjur menggantungkan hidup pada hutan konservasi.

”Kami harus memastikan masyarakat yang mendapatkan skema kemitraan ini benar-benar membutuhkan lahan,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno, Rabu (10/1), di Jakarta.

Wiratno sedang menyiapkan peraturan dirjen tentang petunjuk teknis tata cara kemitraan konservasi pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Ia yakin model perhutanan sosial kemitraan konservasi ini tak akan mengganggu fungsi hutan konservasi karena tetap menggunakan model zonasi dan blok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jadi, menurut dia, kuncinya pada pelibatan masyarakat sebagai subyek pengelolaan kawasan. Untuk memastikan ”masyarakat” ini bukan pemain lahan atau cukong, ia memerintahkan agar balai melakukan pendataan sosial ekonomi masyarakat yang akurat.

”Kalau masyarakat punya 100 hektar sawit, ya, pasti itu bukan masyarakat yang membutuhkan,” katanya. Wiratno menaksir wilayah kelola kebun masyarakat, termasuk sawit, seluas 5 hektar.

Wiratno mengakui, kemitraan konservasi ini untuk mengatasi ketelanjuran penguasaan lahan selama bertahun-tahun ini. Dia mencontohkan area seluas 50.000 hektar di TN Bukit Barisan Selatan di Lampung telah berubah jadi kebun kopi.

Selain Bukit Barisan Selatan, katanya, masih banyak kawasan konservasi yang berpotensi dikembangkan untuk kemitraan konservasi, antara lain Suaka Margasatwa Bukit Rimbang- Bukit Baling, TN Bukit Tigapuluh, dan TN Lore Lindu.

Perubahan paradigma
Wiratno mengakui pemberian ruang kelola di hutan konservasi membutuhkan perubahan paradigma pengelolaan kawasan, antara lain mengedepankan hak asasi manusia dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. ”Masyarakat diajak bicara buat perencanaan dari awal,” katanya.

Selain skema kemitraan konservasi, KLHK juga menyiapkan model kawasan konservasi masyarakat adat (KKMA). Ini untuk menjembatani putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 yang menegaskan hutan adat dan bukan lagi hutan negara.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Warga mengamati kawasan Gunung Rakutak, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang menjadi perhutanan sosial, Kamis (12/10/2017).

Berdasarkan hasil pemetaan dari Badan Registrasi Wilayah Adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, kata Wiratno, terdapat 1,1 juta hektar hutan adat di wilayah konservasi. Pemberian hak kelola KKMA lebih mudah dibandingkan sambil menunggu masyarakat adat memperoleh pengakuan dari pemerintah daerah sebagai syarat melepaskan hutan negara sebagai hutan adat.

Sekretaris Eksekutif Nasional Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) Andri Santosa mendukung terobosan untuk mengembalikan ruang kelola masyarakat adat yang tinggal di kawasan konservasi. ”Namun, perlu dicari formula yang tepat secara hukum maupun pengakuan (masyarakat adat),” katanya.

Andri mengatakan, pemberian ruang kelola masyarakat, baik masyarakat adat maupun komunitas masyarakat dan desa di dalam atau di sekitar hutan konservasi, merupakan pelaksanaan konsep Community Conserve Area dari Uni Konservasi Alam Internasional (IUCN). Pemberian ruang kelola ini pun menerjemahkan Peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang memungkinkan ruang kelola bagi masyarakat. (ICH)

Sumber: Kompas, 11 Januari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB