Tahun 2016 dinobatkan sebagal terpanas dengan rekor baru dalam kenaikan suhu global yang mencapai 0,86 derajat celsius dibandingkan rata-rata periode referensi tahun 1961-1990. Kenaikan suhu bumi secara progesif itu turut memicu penyimpangan pola cuaca yang kian kerap.
Kenaikan suhu global itu dilaporkan World Meteorological Organization (WMO), seperti disebut peneliti cuaca dan iklim ekstrem BMKG, Siswanto, Jumat (6/1). ”Kenaikan suhu ini melampaui rekor lama tahun 2015 yang tercatat setinggi 0,77 celsius,” katanya.
Kenaikan temperatur global terpantau progresif dalam periode panjang dengan fluktuasi kenaikan mengikuti variabel iklim, terutama pengaruh El Nino dan La Nina. ”Kejadian Super El Nino yang menguat sejak paruh ketiga 2015 hingga pertengahan 2016 telah melesatkan suhu global lebih panas 0,2 derajat Celsius dari rekor 2015,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, kenaikan suhu global memicu perubahan iklim. Dampak ikutannya frekuensi penyimpangan pola cuaca kian tinggi dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
Kenaikan suhu atmosfer, kata Siswanto, juga diikuti menghangatnya temperatur laut global secara progresif. Pada November 2016, kenaikan suhu perairan laut mencapai 0,76 derajat celsius dibanding 30 tahun sebelumnya. Pada 2015, kenaikan suhu perairan global 0,73 derajat celsius dan pada 2010 kenaikannya 0,57 derajat celsius, juga dibandingkan 30 tahun sebelumnya.
Kepala Laboratorium Data Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Widodo Setiyo Pranowo mengatakan, kenaikan suhu di permukaan laut saat ini kemungkinan menyebar vertikal ke lapisan lebih dalam. Itu menyebabkan kenaikan suhu laut melambat sejak 2009, tetapi progresif.
Jika kondisi ini berlanjut, ia khawatir akan terjadi fenomena pembalikan arus utama samudra di dunia. Dampaknya besar, termasuk pada kematian terumbu karang dan kehidupan ikan.
Lemuru menghilang
Dari dinamika cuaca di tahun 2016 ini saja, kata Widodo, telah terjadi dampak signifikan di sektor perikanan. ”Ikan spesies lemuru (Sardinella lemuru) menghilang dari habitatnya di Selat Bali. Ini seperti yang terjadi tahun 2010,” katanya.
Di sisi lain, banyak hujan sepanjang 2016 juga menyebabkan perairan pesisir menurun salinitasnya sehingga berpengaruh pada fisiologis ikan budidaya tambak. ”Produksi telur beberapa jenis ikan dan anakannya berkurang daya tahan tubuhnya akibat perubahan lingkungan sehingga ikan yang bisa tumbuh besar sedikit,” ujarnya.
Terkait kenaikan suhu di Jakarta, Siswanto menemukan kenaikan suhu rata-rata 1,6 derajat celsius dalam 135 tahun. Penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Climatology tahun 2016 itu menggunakan pengukuran data suhu Jakarta periode 1866-2012.
”Kenaikan suhu Jakarta ini melampaui laju naiknya temperatur global yang hanya 0,85 derajat celsius,” katanya. Adapun pengukuran tahun 2015, kenaikan suhu Jakarta bahkan sudah mencapai 1,8 derajat celsius. Suhu maksimum siang hari di Jakarta tertinggi tahun 2016 tercatat 37,6 derajat celsius pada 1 Juli 2016. (AIK)
Sumber: Kompas, 7 Januari 2017