Terancam Kombinasi Tektonik dan Vulkanik
Zona geologi Selat Sunda memiliki aktivitas sangat tinggi dan kompleks. Selain berpotensi dilanda gempa yang bersumber dari zona subduksi, kawasan ini juga rentan terdampak gempa dari sesar geser Sumatera, serta aktivitas vulkanik Gunung Krakatau.
”Kegempaan di Selat Sunda dipengaruhi tiga faktor utama, selain beberapa faktor minor lain,” kata Irwan Meilano, ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, Selasa (1/4).
Faktor pertama adalah aktivitas lanjutan dari Sesar Besar Sumatera yang masuk ke Selat Sunda. ”Jadi, Selat Sunda juga memiliki potensi kegempaan sesar mendatar,” kata Irwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penelitian yang dilakukan Irwan baru-baru ini memperlihatkan bahwa laju geser dari Sesar Sumatera di Selat Sunda ternyata tiga kali lebih cepat daripada hasil penelitian sebelumnya.
”Kami mendapatkan data kecepatan laju gesernya sampai angka 19 milimeter (mm) per tahun, padahal penelitian sebelumnya menyimpulkan kecepatannya hanya 6-8mm per tahun,” katanya. ”Implikasi temuan ini adalah potensi gempa sesar geser di Selat Sunda sangat tinggi, dengan magnitudo hingga Mw 7.”
Faktor kedua, menurut Irwan, adalah proses vulkanik Gunung Krakatau. ”Kami menduga ada dapur magma cukup besar di kedalaman sekitar 10 km,” katanya.
Irwan menambahkan, faktor ketiga yang memengaruhi aktivitas Selat Sunda adalah pertemuan lempeng bumi (subduksi). ”Yang subduksi memang kegempaannya sedikit. Saya setuju jika disebut dengan seismic gap dan berpotensi memicu gempa besar,” katanya.
Menurut Irwan, dari penghitungannya, gempa dari zona subduksi ini bisa memicu gempa hingga Mw 8,4. ”Periodisasinya sekitar 300 tahun,” katanya. ”Tetapi, terkait periodisasi ini masih sangat spekulatif. Kita tidak punya data yang baik terkait gempa terakhir di kawasan ini.”
Tsunami vulkanik
Berdasarkan data sejarah, bencana mematikan di Selat Sunda terjadi saat Krakatau meletus pada 1883. Letusan ini memicu tsunami raksasa hingga ketinggian 40 meter. Kombinasi tsunami dan awan panas menghancurkan pesisir Banten dan Lampung, menewaskan 36.417 orang.
Di bekas Krakatau tumbuh Anak Krakatau. Pada 2008, diameter Anak Krakatau mencapai 4 km dengan ketinggian 273 meter. Peneliti tsunami dari Amalgamated Solution and Research, Gegar Prasetya, pernah membuat simulasi letusan dan tsunami dengan skenario runtuhnya tubuh gunung berdasarkan diameter dan ketinggian gunung saat itu.
Lewat simulasi itu, dalam waktu 45 menit sebagian besar gelombang mencapai pesisir di Selat Sunda lalu masuk ke Laut Jawa. Gelombang tertinggi, sekitar 9 meter menimpa Ujung Kulon. Adapun di Anyer, Carita, dan Labuan, ketinggian gelombang 4-7 meter. Di pesisir Sumatera, ketinggian gelombang 1,5-4 meter dan mencapai pantai dalam waktu 18-66 menit.
Dalam simulasi terlihat betapa ketinggian gelombang dan waktu tempuhnya, terutama di barat Jawa, berpotensi menghancurkan. Karena itu, mitigasi tsunami di pesisir Selat Sunda menjadi keharusan. Apalagi daerah-daerah tersebut kini padat permukiman, hotel, dan industri. (AIK)
Sumber: Kompas, 2 April 2014