Ketika Wuling Motors pertama kali menjejakkan kakinya di Indonesia pada 2017, banyak pihak yang skeptis. Mobil buatan China? Mampukah bertahan di tengah dominasi merek Jepang yang sudah puluhan tahun mengakar? Namun tujuh tahun kemudian, Wuling menjelma menjadi salah satu pabrikan mobil paling inovatif dan adaptif di pasar otomotif nasional. Tak sekadar hadir, Wuling menghadirkan gebrakan teknologi yang bahkan membuat pemain lama berpikir ulang.
Dari Liuzhou ke Cikarang: Jejak Global dan Investasi Lokal
Dimulai sejak 1982 oleh Liuzhou Wuling Automobile (sekarang Wuling Motors), fokus pada kendaraan ringan dan microvan dengan basis Mitsubishi Minicab melalui lisensi pada tahun 1984–1990. Nama “Wuling” berarti lima berlian, sesuai logo-nya.
Wuling Motors adalah anak perusahaan dari SAIC-GM-Wuling (SGMW), sebuah perusahaan patungan yang unik antara raksasa otomotif asal Amerika Serikat General Motors, SAIC Motor Corporation asal Tiongkok, dan Wuling Group. Pabriknya berpusat di Liuzhou, Guangxi, namun ambisi globalnya membuat mereka berani membangun pabrik besar di Cikarang, Jawa Barat. Pabrik ini adalah satu-satunya basis produksi Wuling di luar Tiongkok, dengan kapasitas mencapai 120 ribu unit per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Teknologi yang Tak Lagi ‘Murahan’
Dulu, mobil-mobil asal Tiongkok dikenal dengan stereotip “murah tapi murahan”. Tapi Wuling datang dengan narasi berbeda. Misalnya, Wuling Almaz RS, SUV 7-seater yang sudah dibekali teknologi Advanced Driver Assistance System (ADAS), layar sentuh besar, hingga perintah suara berbahasa Indonesia lewat WIND (Wuling Indonesian Command). Fitur yang dulunya hanya ditemukan di mobil premium.
Almaz RS juga punya varian hybrid yang ditenagai oleh kombinasi mesin bensin 2.0L dan motor listrik yang memberikan tenaga gabungan hingga 297 HP. Ini bukan sekadar hibrida tempelan, tapi sistem multi-mode yang pintar, sanggup beralih dari mode seri ke paralel dengan mulus.
Wuling Air EV: Kecil, Listrik, dan (Sangat) Menarik
Tapi yang benar-benar mencuri perhatian adalah Wuling Air EV. Mobil listrik mungil ini, dengan dimensi hanya 2,6 hingga 2,9 meter, menyasar kaum urban yang butuh solusi mobilitas ringkas, hemat energi, dan ramah lingkungan. Air EV dilengkapi motor listrik 30 hingga 50 kW dan baterai LFP 17,3 atau 26,7 kWh yang mampu menempuh jarak 200–300 km dalam sekali pengisian. Harganya? Mulai dari Rp200 jutaan. Inilah salah satu EV termurah di Indonesia.
Bandingkan dengan Rival: Siapa Lebih Unggul?
Jika dibandingkan, Almaz RS Hybrid dengan sistem multi-mode DHT lebih bertenaga daripada Toyota Innova Zenix Hybrid. Namun, Wuling masih kalah dalam hal kepercayaan merek dan jaringan purna jual. Di kelas city EV, Wuling Air EV punya keunggulan harga, tapi tertinggal dalam hal kecepatan pengisian daya jika dibandingkan Tata Tiago EV.
Sementara itu, model legendaris mereka di China, Wuling Hongguang Mini EV, adalah kendaraan listrik terlaris secara global dalam dua tahun terakhir. Dengan harga yang setara sepeda motor premium dan jarak tempuh 300 km, mobil ini menjadi simbol revolusi mobilitas rakyat. Meski belum masuk resmi ke Indonesia, gaungnya sudah terdengar di kalangan pecinta otomotif.
Apa yang Membuat Wuling “Klik” di Indonesia?
Selain harga yang kompetitif dan teknologi yang impresif, Wuling juga paham soal rasa lokal. Kehadiran fitur perintah suara dalam bahasa Indonesia bukan gimmick semata, tapi bentuk keseriusan mereka membangun relasi jangka panjang. Belum lagi, keberadaan pabrik lokal memberi efek positif pada harga jual, ketersediaan suku cadang, hingga lapangan kerja.
Catatan Kritis dan Tantangan ke Depan
Namun perjalanan Wuling belum sempurna. Isu resale value, kekuatan brand, dan jaringan after-sales masih menjadi pekerjaan rumah besar. Konsumen Indonesia masih cenderung berhati-hati terhadap merek baru. Wuling harus terus meyakinkan publik bahwa mereka bukan sekadar numpang lewat.
Kesimpulan: Era Mobil China Sudah Tiba?
Dengan Almaz RS dan Air EV sebagai ujung tombak, Wuling telah membuktikan bahwa mobil buatan China bukan lagi produk kelas dua. Justru, mereka kini menjadi simbol bagaimana teknologi bisa dihadirkan dengan harga masuk akal tanpa mengorbankan kualitas.
Di tengah dorongan elektrifikasi dan efisiensi, mungkin sudah waktunya kita berhenti memandang sebelah mata pabrikan dari timur. Karena kalau Wuling saja bisa, siapa tahu yang berikutnya akan lebih mengejutkan?