Wilayah terdampak banjir bandang di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, yang terjadi pada Minggu (17/3/2019) dini hari telah dipetakan. Pemetaan itu dilakukan untuk mengetahui gambaran umum wilayah terdampak bencana.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemetaan cepat kebencanaan, tim Satuan Reaksi Cepat (SRC) Badan Informasi Geospasial (BIG) diterjunkan ke lokasi terdampak bencana banjir bandang untuk melakukan pemetaan cepat dengan akuisisi foto udara menggunakan wahana tanpa awak (UAV).
DOKUMENTASI BADAN INFORMASI GEOSPASIAL–Peta wilayah terdampak bencana banjir bandang di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari proses tersebut, tim SRC BIG mengakuisisi 6 grid Area of Interest (AoI) dengan luas sekitar 240 hektar di Kelurahan Hinekombe yang terdiri dari Kampung Kemiri, Kampung Milinik, dan Kampung Taruna. Kelurahan Hinekombe merupakan salah satu wilayah terdampak bencana banjir bandang yang mengalami kerusakan cukup parah.
Akuisisi foto udara untuk pemetaan ini dilakukan pada ketinggian 125 meter dengan menggunakan wahana tanpa awak jenis multirotor. Pemantauan itu dilakukan pada 21-22 Maret 2019. Pada saat itu, tim SRC BIG juga melakukan survei lapangan untuk melihat kondisi bangunan rusak dan jalan yang masih tergenang banjir bandang.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Ferrari Pinem
Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG Ferrari Pinem, Rabu (27/3/2019), mengatakan, banjir bandang yang melanda wilayah terdampak ini akibat dari limpasan air yang datang dari hulu dan menyimpang dari pola aliran sungai. Aliran pun melalui jaringan jalan dan area permukiman warga.
Banjir bandang tersebut membawa banyak material batuan besar dan pasir dari longsoran di hulu hingga ke arah Danau Sentani. Ia menambahkan, akibat tingginya curah hujan, ketinggian air di Danau Sentani naik hingga 2 meter. Setidaknya 1.435 bangunan terdampak bencana banjir bandang di wilayah survei dan pemetaan tim SRC BIG.
”Penyebab banjir bandang di Sentani didominasi oleh faktor alam. Kondisi DAS (daerah aliran sungai) cukup kritis. Dari informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan yang terjadi tinggi. Selain itu, ditambah kemiringan lereng yang terjal sekitar 40 derajat celsius dan material pada daerah itu adalah material lepas,” tutur Ferrari.
Ia menambahkan, sampai saat ini proses akuisisi dan kompilasi data terus dilakukan. Harapannya, data tambahan bisa didapatkan untuk memperkuat informasi terdampak banjir di daerah Sentani, baik untuk kepentingan analisis maupun kajian risiko bencana.
Pemetaan cepat yang telah dilakukan oleh tim SRC BIG ini nantinya akan dikompilasi dengan hasil pemetaan cepat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat, ataupun sukarelawan lainnya. Selanjutnya, data tersebut bisa digunakan oleh pihak-pihak terkait sebagai dasar untuk pemberian bantuan ataupun relokasi terhadap masyarakat yang menjadi korban bencana banjir bandang.
”Idealnya daerah terdampak banjir ini memang tidak digunakan sebagai daerah permukiman. Namun, jika memang digunakan, upaya mitigasi dan adaptasi perlu diperkuat,” ucap Ferarri.–DEONISIA ARLINTA
Editor M FAJAR MARTA
Sumber: Kompas, 27 Maret 2019