Waze, dari Kita untuk Semua

- Editor

Kamis, 19 Maret 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Salah satu aplikasi yang sebaiknya mendampingi mereka yang menghabiskan waktu di jalanan kota besar adalah Waze. Aplikasi ini berisi layanan navigasi yang tersedia untuk diunduh secara gratis oleh ponsel dengan sistem operasi Android, iOS, dan Windows Mobile.

Layanan navigasi memang beragam, seperti Google Maps dan HERE Maps yang menawarkan rute terdekat menuju tempat yang kita inginkan. Namun, Waze memiliki keunikan dan kelebihan pada sisi urun rembuk (crowdsourcing) dalam memberikan layanan kepada pengguna.

Dengan Waze, seorang wazer atau pengguna mendapatkan rekomendasi rute yang paling cepat untuk mencapai tujuan. Artinya, bukan sekadar lebih dekat, melainkan juga bisa menghindari kemacetan. Rekomendasi tersebut berdasarkan pada algoritma yang dimiliki Waze berdasarkan data yang dihasilkan pengguna lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

a84884f20e5149a78b9a0620b0a42c66Misalnya terdapat beberapa pengguna di satu jalan yang sama dan kecepatannya rendah atau berhenti, disimpulkan ada kemacetan sehingga pengguna lain diberi rekomendasi untuk menggunakan jalur berbeda dengan kepadatan lalu lintas lebih rendah.

Skenario lain adalah pengguna melaporkan ada kecelakaan atau proyek pengerjaan jalan di sebuah lokasi sehingga Waze otomatis tidak menyarankan rute melalui jalan tersebut.

Banjir Jakarta tahun 2014 adalah salah satu contohnya. Lokasi yang tergenang banjir segera dilaporkan untuk ditutup sehingga pengguna tidak terjebak kemacetan gara-gara jalan terputus genangan air.

Peran dari pengguna untuk dinikmati bersama adalah salah satu pesona dari layanan ini. Sejak didirikan pada 2008, Waze pada awal tahun lalu sudah memiliki 50 juta pengguna global, dengan 750.000 pengguna lebih berasal dari Indonesia.

Tidaklah mengherankan jika raksasa teknologi Google lantas mengakuisisi perusahaan ini dan mengimplementasikan laporan lalu lintas ke layanan Google Maps. Namun, itu hanya untuk kejadian khusus, seperti kecelakaan. Hingga kini masih ditegaskan bahwa Waze dan Google Maps akan berjalan secara terpisah.

Apa yang dilakukan Waze sebetulnya contoh dari big data atau mengelola data berjumlah besar untuk memberikan rekomendasi kepada pengguna mengenai rute yang sebaiknya mereka ambil. Pertanyaan pun mengemuka, seperti dilontarkan Imron Zuhri, Chief Technology Officer Mediatrac, dalam perhelatan Big Data Week beberapa waktu lalu. “Apakah kita akan mengikuti panduan Waze saat pertama kali menggunakannya?”

Membiarkan komputer atau data memberikan rekomendasi bagi manusia tentu menakutkan untuk sebagian orang. Mendapatkan kolaborasi antara teknologi dan pertimbangan manusia itulah jalan tengah yang diajukan Tom Davenport, profesor sekaligus pengarang buku mengenai big data yang ditemui beberapa saat lalu. Kolaborasi itu setidaknya bisa ditemukan pada Waze.

Kontribusi pengguna
Jantung dari layanan Waze adalah partisipasi penggunanya. Makin banyak pengguna aktif, berarti makin lengkap rekomendasi rute perjalanan yang bisa diterima pengguna lain.

Peran pengguna juga penting untuk mendapatkan peta yang paling mendekati kondisi terkini, misalnya mencantumkan akses baru atau “jalan tikus” yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan rute paling cepat ke tujuan.

Itulah mengapa fitur sunting peta pun dihadirkan kepada pengguna untuk memperbarui peta di sekitar tempat tinggal atau jalan yang biasa mereka lalui.

Namun, muncul tantangan, yakni memastikan partisipasi pengguna bisa bermanfaat bagi sesama. Bukan mustahil seorang pengguna bisa salah menyunting tempat atau tidak sengaja membuat jalan tidak boleh dilalui sehingga berimbas pada ribuan pengguna yang tidak mendapatkan rekomendasi jalan.

Pertanyaan tersebut ternyata terjawab dengan sendirinya, yakni diselesaikan juga oleh pengguna. Waze menerapkan sistem tingkat pengguna dari tingkat 1 untuk pemula hingga tingkat 6. Setiap tingkat berarti wewenang untuk menyunting peta yang terus bertambah seiring kenaikan tingkat.

Inilah sinonim dari reputasi seseorang pada layanan Waze. Seorang pengguna bisa memberi respons atas laporan yang dibuat pengguna dengan tingkat lebih rendah dan tidak berlaku sebaliknya.

“Jangan khawatir, ada banyak mata yang memverifikasi laporan yang dibuat pengguna,” ujar Christian Iskandar, seorang wazer dengan tingkat 6.

Christian yang bekerja di perusahaan penerbitan sebelumnya frustrasi karena kemacetan sewaktu mengantar anaknya ke sekolah, lantas berangkat ke tempat kerja. Masalah tersebut terpecahkan sewaktu menggunakan Waze dan Christian tidak berhenti sebagai pengguna saja.

Dia pun aktif menyunting peta, memperbaiki penamaan jalan, memastikan jalan bisa dilalui dua arah, atau menambahkan jalan tikus di sekitar tempat tinggal agar bisa direkomendasikan Waze kepada pengguna lain.

Bersama wazer lain, Christian juga saling memberi informasi mengenai tata cara penyuntingan peta, termasuk mengelola laporan yang diberikan pengguna. Melalui akun ci2212, Christian bersama dua akun lain menjadi country manager yang berhak untuk menyunting seluruh wilayah di Indonesia.

Pada tahun 2013, dia dianugerahi gelar Global Champ sebagai pengakuan atas kontribusinya kepada komunitas Waze. Namun, bukan insentif semacam itu yang dia harapkan sewaktu mengawali kiprahnya di Waze.

“Semua berawal dari niat untuk berbagi saja dan menghasilkan peta yang bisa dimanfaatkan bersama. Jika saya membantu, suatu hari saya akan dibantu orang lain,” kata Christian.

Apa yang ditawarkan Waze sebetulnya menyelesaikan sebagian tugas pemerintah untuk mengatasi kemacetan dan memberikan layanan transportasi yang manusiawi bagi warganya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah salah satu yang menyatakan berminat untuk bekerja sama dengan Waze melalui integrasi data, seperti perbaikan jalan, bagi para pengguna.

Itulah manfaat dari urun rembuk, dari pengguna untuk pengguna dan bersama-sama mengakali kemacetan.

Didit Putra Erlangga Rahardjo
Sumber: Kompas Siang | 18 Maret 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB