Waspadai Katarak Pada Anak

- Editor

Senin, 5 November 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bayi baru lahir bisa mengalami katarak. Untuk itu, para orangtua diminta untuk jeli melihat gejala katarak pada si buah hati.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, meski jumlahnya tidak signifikan, kasus katarak pada anak atau katarak kongenital tetap harus diperhatikan. Itu disebabkan proses pengobatan yang tidak mudah, yakni si anak diharuskan menggunakan kacamata tebal.

Katarak kongenital adalah katarak bawaan sejak lahir berupa kondisi lensa mata yang keruh. Menurut Nila, lensa mata yang keruh itu menghalangi cahaya masuk ke retina sehinga penglihatan anak jadi terganggu. Jika tidak ditangani, akan menimbulkan kebutaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

INSAN ALFAJRI UNTUK KOMPAS–Seorang peserta “Fun Walk” memeriksa mata pada stan yang disediakan panitia, Minggu (4/11/2018), di halaman kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Fun Walk merupakan rangkaian dari peringatan Hari Penglihatan Sedunia.

“Lensa mata untuk ukuran orang dewasa itu sekitar plus 10. Sementara sewaktu lahir, ukuran lensa mata bisa lebih besar, mencapai plus 20, makanya bayi harus menggunakan kacamata tebal sesudah operasi katarak,” kata Nila dalam kegiatan “Fun Walk” sebagai rangkaian Hari Penglihatan Sedunia, Minggu (4/11/2018), di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan WSD tiap pekan kedua Oktober.

Nila mengatakan, katarak kongenital salah satunya disebabkan virus rubela yang menginfeksi si ibu ketika sedang hamil. Oleh sebab itu, program imunisasi Measles-Rubella atau MR yang dilakukan pemerintah turut mengurangi risiko katarak kongenital pada anak.

INSAN ALFAJRI UNTUK KOMPAS–Ketua Komite Mata Nasional Andy F Noya menyerahkan secara simbolis kacamata kepada pelajar di kegiatan Fun Walk sebagai rangkaian hari Penglihatan Sedunia, Minggu (4/11/2018), di halaman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Lebih mudah dioperasi
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) M Sidik mengatakan, katarak pada anak lebih mudah dioperasi. Katarak pada anak bersifat cair dan belum mengeras seperti terjadi pada orang dewasa. Namun, pemakaian kaca mata pascaoperasi jadi bagian terpenting agar anak tak mengalami mata malas (amblyopia). “Mata malas itu adalah kemampuan penglihatan amat rendah,” ujarnya.

Saat dioperasi, lensa anak tersebut diangkat. Untuk itu, dia memerlukan lensa pengganti supaya ada cahaya yang masuk ke retina. Kacamata yang digunakan oleh anak biasanya seiring dengan masa pertumbuhannya.“ Ketika ada warna putih pada lensa atau pupil anak, segera periksakan ke dokter. Besar kemungkinan itu katarak,” katanya.

Indonesia memiliki data terukur terkait gangguan penglihatan di Indonesia. Itu terkait Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2014-2016 di 15 provinsi. Berdasarkan data itu, angka kebutaan di Indonesia adalah 3 persen untuk penduduk berusia di atas 50 tahun. Adapun penyebab yang paling dominan adalah katarak.

Pada tahun 2016, Kementerian Kesehatan membentuk Komite Mata Nasional yang dipimpin oleh Andy F Noya. Salah satu tugas dari komite ini adalah mengoordinasikan pelaksanaan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan yang diselenggarakan oleh daerah, masyarakat dan lembaga non-pemerintah.

Indonesia sempat mendapat lapor merah penanganan gangguan kebutaan tahun 2015. Mengutip data WHO, kasus penanganan kebutaan di Indonesia nomor dua tertinggi di bawah Ethiopia. Untuk itu, salah satu fokus dari komite dipimpinnya adalah operasi katarak. “Kami bekerja sama dengan lembaga nonpemerintah dan mencari perusahaan yang bersedia menjadi donor,”kata Andy.

Pada kegiatan ini, Komite Mata Nasional bekerja sama dengan Standard Chartered membagikan kacamata gratis untuk 150 pelajar. Selain itu, di beberapa stan disediakan tempat bagi warga untuk menjalani pemeriksaan kesehatan mata. (INSAN ALFAJRI)–EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 5 November 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Taman di Dalam Taman

Jumat, 18 Jul 2025 - 21:45 WIB

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB