Terapi kanker dengan metode imunoterapi terus dikembangkan. Salah satu bentuk imunoterapi yang dinilai efektif diterapkan untuk mematikan sel kanker adalah terapi vaksin kanker sel dendritik. Terapi ini secara spesifik menghancurkan sel kanker dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh pasien.
Ahli penyakit dalam, konsultan hematologi-onkologi medik Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Nyoto Widyo Astoro, mengatakan, terapi vaksin sel dendritik diterapkan dengan melatih sistem kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker secara spesifik. Berbeda dengan jenis imunoterapi lain yang bekerja dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh secara umum.
”Terapi ini sangat spesifik untuk orang tertentu dan untuk jenis kanker tertentu. Tidak bisa diterapkan dari satu pasien ke pasien lain. Selain itu, pengembangan terapi ini juga lebih maju karena ada ‘memori’ yang ditanamkan pada sel sehingga sudah diarahkan untuk menghancurkan antigen kanker tertentu,” ujar Nyoto, seusai acara Cancer Information and Support Center (CISC) 15th Anniversary di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nyoto merupakan salah satu ahli yang terlibat langsung dalam pengembangan Cell Cure terapi di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Cell Cure terapi adalah terapi kanker yang menggunakan sel dendritik sebagai vaksin kanker.
DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS–Nyoto Widyo Astoro
Prosedur yang dilakukan, kata Nyoto, darah pasien diambil untuk mengisolasi sel yang dibutuhkan, yaitu sel T dan sel dendrit. Sel tersebut kemudian akan diperbanyak dan dikenalkan dengan antigen kanker yang sesuai dengan yang ditemukan di tubuh pasien. Sel dendritik akan dimatangkan melalui proses inkubasi selama tujuh hari.
Setelah sel dendritik matang akan disuntikkan ke tubuh pasien pada jangka waktu tertentu. ”Nanti sel ini akan mengaktifkan sel T yang sudah diperintahkan untuk membunuh sel kanker dengan antigen tertentu yang dikenalkan saat masa inkubasi. Tiap kanker punya antigen masing-masing. Jadi sistem ini memang spesifik untuk setiap pasien,” ujar Nyoto.
Sel T adalah bagian dari darah putih pasien yang mampu menahan dan membasmi sel kanker. Sementara sel dendrit berfungsi memproses dan menunjukkan antigen kanker yang harus dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh.
Menurut Nyoto, sejauh ini tidak ditemukan efek samping yang serius pada pasien yang menjalani terapi vaksin kanker sel dendritik. Ia mengklaim, hampir 96 persen terapi ini tidak menimbulkan efek samping. Hal ini berbeda pada kemoterapi yang bisa menyebabkan rambut rontok, mual, muntah, dan kerusakan organ vital. Biasanya, terapi vaksin sel dendritik hanya memberikan efek samping berupa demam selama beberapa jam, kedinginan, dan merasakan gejala seperti flu. Namun, kondisi itu bisa teratasi tanpa konsumsi obat tambahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Cell Cure Center RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Nyoto memaparkan, sejak 2017 sudah ada lebih dari 100 pasien kanker stadium lanjut yang mendapatkan jenis imunoterapi ini. Vaksin kanker sel dendritik ini diberikan sebulan sekali selama sekitar tiga sampai empat kali. Dari beberapa pasien yang mendapatkan terapi ini, kondisi pasien lebih baik dibandingkan saat mendapatkan terapi lain, seperti kemoterapi dan radioterapi.
DOKUMEN RSPAD–Laboratorium Cell Cure Center di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta.
Untuk mendapatkan terapi ini, pasien perlu mengeluarkan biaya sekitar Rp 300 juta sampai Rp 400 juta sekali terapi. Mahalnya biaya ini, ujar Nyoto, karena jumlah ahli masih terbatas dan proses terapi yang sangat spesifik.
Menurut dia, terapi dengan vaksin sel dendritik bisa diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan terapi lain. Tergantung kondisi sel kanker yang dimiliki pasien. ”Terapi vaksin kanker tidak akan efektif untuk membasmi jenis kanker yang berukuran besar. Perlu dilakukan pembedahan terlebih dahulu dan dikombinasikan dengan vaksin kanker ini untuk mematikan sel kanker yang tersisa di dalam tubuh,” ucap Nyoto.
Saat ini, terapi ini masih dalam proses penelitian. Selama melakukan terapi, Nyoto dan tim masih di bawah pendampingan ahli dari Jerman yang terlebih dahulu mengembangkan terapi vaksin sel dendritik.
DEONISIA ARLINTA UNTUK KOMPAS–Ronald A Hukom
Dokter spesialis penyakit dalam, konsultan hematologi dan onkologi medik RS Dharmais, Ronald A Hukom, menilai, dalam beberapa dekade terakhir imunoterapi telah menjadi bagian penting dalam pengobatan beberapa jenis kanker. Banyak cara imunoterapi saat ini sedang diteliti dan diharapkan akan berperan meningkatkan keberhasilan pengobatan kanker di masa mendatang.
”Yang terpenting penelitian yang dilakukan harus sesuai tahapan hingga memenuhi standar yang ditentukan. Jangan terburu-buru. Biaya yang diperlukan untuk melakukan terapi ini sangat besar jadi harus yakin betul bisa menjamin hasil yang baik bagi pasien,” kata Ronald.
Sumber: Kompas, 7 April 2018