Jenis dan Keragaman Bakteri Perut Bantu Terapi Kanker

- Editor

Minggu, 5 November 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tubuh manusia adalah rumah bagi triliunan mikroorganisme. Kumpulan berbagai mikroorganisme atau mikrobioma itu memiliki peran beragam, mulai membantu proses di sistem pencernaan, melindungi dari infeksi, atau mengatur sistem kekebalan tubuh.

Keberadaan mikroorganisme di tubuh itu tak melulu negatif dan merugikan, seperti memicu berbagai penyakit infeksi. Peran mikrobioma di tubuh jauh lebih besar dari itu.

Banyak mikroorganisme yang bermanfaat dan menguntungkan bagi tubuh. Bahkan, kehadiran sejumlah bakteri bisa membantu penyusutan ukuran tumor pada mereka yang menjalani imunoterapi atau terapi untuk meningkatkan kekebalan tubuh guna memperlambat pertumbuhan kanker.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Manfaat dari jenis dan keragaman mikroorganisme dalam tubuh untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan tumor itu diperoleh dari dua riset berbeda yang dipublikasikan di jurnal Science pada 2 November dan 3 November 2017.

Meski tidak semua responden dalam kedua studi menunjukkan manfaat yang optimal dari memiliki keragaman dan jenis bakteri tertentu, namun pada beberapa kasus justru dapat membersihkan kanker pada stadium akhir. Karena itu, hasil kedua studi itu tetap menjanjikan untuk mendorong efektivitas dan meningkatkan keberhasilan imunoterapi.

Salah satu studi dilakukan terhadap 249 pasien kanker paru dan ginjal di Kampus Kanker Gustave Roussy (GRCC) di Villejuif, Perancis. Studi yang dipimpin Bertrand Routy dari GRCC itu menunjukkan penggunaan antibiotik untuk mengatasi infeksi gigi bisa merusak mikrobioma dan mendorong tumbuhnya kanker selama menjalani proses imunoterapi.

Selain itu, sebanyak 69 persen responden yang memiliki bakteri Akkermansia muciniphila merespon pemberian imunoterapi lebih baik. Uji dengan meningkatkan kadar bakteri A muciniphila pada tikus juga meningkatkan respon tikus selama menjalani imunoterapi.

Studi lain yang dilakukan terhadap 112 pasien penderita kanker melanoma atau kanker sel pembentuk pigmen kulit dan retina mata tahap lanjut di Pusat Kanker MD Anderson Universitas Texas, Amerika Serikat menunjukkan pasien yang memiliki keragaman mikrobioma lebih tinggi merespon lebih baik proses imunoterapi.

Selain keragaman bakteri, studi yang dipimpin V Gopalakrishnan dari Departemen Bedah Onkologi Universitas Texas menunjukkan mereka yang memiliki bakteri Faecalibacterium dan Clostridiales dalam tingkat tinggi merespon imunoterapi lebih baik. Sebaliknya yang memiliki bakteri Bacteroidales dalam jumlah tinggi, justru kurang merespon imunoterapi.

Sementara itu, uji terhadap sampel jaringan menunjukkan mereka yang merespon imunoterapi lebih baik memiliki lebih banyak bakteri menguntungkan. Kondisi itu membuat tubuh memiliki sel kekebalan tubuh lebih banyak untuk membunuh sel kanker.

Tim selanjutnya melakukan transplantasi feses dari penderita melanoma ke tikus. Tikus yang diberi bakteri baik ternyata memiliki pertumbuhan tumor yang lambat dibanding tikus yang diberi bakteri jahat.

Jennifer Wargo dari Universitas Texas kepada BBC, Jumat (3/11) mengatakan, “Jika mikrobioma yang ada di tubuh pasien diganggu, maka itu bisa mengganggu kemampuan tubuhnya menanggapi pengobatan kanker,” katanya. Karenanya jika mikrobioma diganti dengan memperbanyak mikroba baik, maka pasien akan merespon lebih baik terhadap pengobatan kanker. Demikian pula sebaliknya.

“Mikrobioma itu mengubah aturan di tubuh, bukan hanya untuk kanker tapi juga kondisi kesehatan secara keseluruhan,” tambahnya.

Presiden Masyarakat Mikrobiologi Terapan, Inggris yang juga profesor kedokteran biologi Universitas Kingston, Inggris Mark Fielder mengatakan kedua studi itu menunjukkan pentingnya memahami mikroorganisme dalam tubuh. Karena itu, studi terhadap mikrobioma dalam tubuh perlu dilakukan terus karena hasilnya menjanjikan.

“Sekarang kita memahami lebih baik bahwa memanipulasi mikrobioma itu penting untuk mengubah kesehatan masyarakat,” katanya.

Sumber: BBC, Science

M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 3 November 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB