Tinggi Waduk Ciawi Tunggu Kajian Geoteknik

- Editor

Rabu, 5 Februari 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan penentuan ketinggian Waduk Ciawi dan Waduk Sukamahi masih menunggu kajian geoteknik. Pengkajian dilakukan untuk menentukan fondasi yang ada di bawah waduk. “Jadi genangannya belum bisa ditentukan juga,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Mohamad Hasan, Senin, 27 Januari 2014.

Hasan menuturkan pihaknya telah memastikan lokasi pembangunan waduk, yakni di Ciawi dan Sukamahi. Namun ketinggian waduk masih ada kemungkinan berubah. Pembangunan waduk ini diperkirakan rampung sekitar akhir 2017 atau awal 2018. “Waduk Ciawi mulai dibangun pada 2015, pembangunannya butuh waktu 2-3 tahun,” kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pada Rabu pekan lalu.

Awalnya, di lokasi ini akan dibangun satu waduk. Namun karena kondisi lokasi yang berbeda, Kementerian memutuskan membangun dua waduk. Saat ini desain waduk tersebut sedang diperbaiki oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penyelesaian Waduk Ciawi, kata Djoko, tergantung pada tingkat kesulitan pembebasan lahan. Sebab lokasi tanggul dan tanah yang akan digenangi merupakan milik masyarakat. Pembangunan Waduk Ciawi dikerjakan tahun depan sembari mengupayakan pembebasan lahan.

APRILIANI GITA FITRIA

Sumber: Tempo, Selasa, 28 Januari 2014 | 05:29 WIB
—————–
Kementerian PU Ubah Desain Waduk Ciawi

Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Muhammad Hasan, mengatakan pembangunan Waduk Ciawi akan dilakukan sesuai dengan target pemerintah, yaitu pada 2014. Namun, kemungkinan desainnya akan mengalami perubahan.

“Pak Menteri sudah memastikan bahwa Waduk Ciawi akan dibangun. Harapannya, kajian ulang waduk bisa selesai akhir tahun ini dan pembangunan dimulai pada 2014,” kata Hasan saat ditemui di Kementerian Pekerjaan Umum, Senin, 25 Februari 2013.

Ia menjelaskan, pembangunan waduk yang terletak di Ciawi, Jawa Barat, tersebut tidak bisa dikerjakan dalam waktu dekat karena harus ada kajian ulang soal lahan waduk. Berdasarkan kajian awal Kementerian, tanah di Ciawi merupakan jenis tanah soft soil sendimented mulai dari permukaannya hingga 30 meter ke bawah.

“Oleh sebab itu, bendungan tidak bisa dibangun terlalu tinggi karena daya dukung tanahnya kurang kuat,” kata Hasan.

Pemerintah juga harus mengakaji ulang desain waduk dan kondisi geologi tanah agar bisa mencari cara tepat membangun waduk, termasuk perlakuan paling baik yang bisa dilakukan pada pondasi bangunan agar struktur bangunan kuat. Dari hasil kajian ulang sementara, Hasan memperkirakan desain waduk nantinya akan berubah.

Awalnya, waduk didesain memiliki ketinggian 60 meter dengan daya tampung 39 juta kubik air. Namun, karena daya dukung tanah yang tidak begitu baik, Hasan memperkirakan tinggi dan daya tampung waduk akan berkurang dalam menyesuaikan daya dukung tanah. Hanya saja, ia belum dapat memastikan berapa tinggi dan volume air yang bisa ditampung waduk setelah ada perubahan desain.

“Desain dan volume berubah bergantung kondisi geologi.” Hasan hanya memastikan desain waduk tidak akan menjulang tinggi ke atas, tetapi dibuat landai.

“Pembangunan Waduk Ciawi itu memiliki potensi bahaya besar bagi daerah hilir, yaitu Jakarta. Karena itu, jika mau dibangun tinggi, kami harus hati-hati,” kata Hasan.

Sebelumnya, pembangunan Waduk Ciawi sempat mengalami pasang-surut perencanaan pembangunan. Pembangunan waduk pernah hampir batal dilaksanakan karena biaya pembangunannya yang sangat besar, yaitu Rp 3,5 triliun. Angka tersebut dinilai Kementerian terlalu tinggi dibandingkan daya tampungnya.

Selain itu, pembangunan juga ternyata tidak banyak membantu mengurangi potensi banjir Jakarta. Namun, pada Januari 2013, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto akhirnya memastikan pembangunan waduk akan terus berlanjut. Hanya saja, pembangunan waduk tidak diutamakan untuk menanggulangi banjir Jakarta, tetapi untuk menyediakan air baku bagi Jakarta dan sekitarnya.

RAFIKA AULIA

Sumber: Tempo, Senin, 25 Februari 2013 | 12:28 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB