Pertemuan International Coordinating Council of the Man and the Biosphere Programme – UNESCO pada 23-28 Juli 2018 di Palembang Sumatera Selatan, diantaranya akan memutuskan usulan tiga cagar biosfer baru dari Indonesia. Ketiganya yaitu Berbak Sembilang (Sumatera Selatan – Jambi), Betung Kerihun – Danau Sentarum Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), dan Rinjani (Nusa Tenggara Barat).
Ketiganya diusulkan Indonesia pada September 2017 setelah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengantongi komitmen kepala-kepala daerah setempat terkait pengelolaannya. Cagar biosfer ini diharapkan dapat menjaga pembangunan berkelanjutan di sekitar daerah itu. Dengan kata lain, konservasi ekosistem dan biodiversitas dilakukan dengan meningkatkan ekonomi dan menjaga budaya masyarakatnya.
PRESENTASI YOHANES PURWANTO–Presentasi keberadaan cagar biosfer di Indonesia oleh Yohanes Purwanto, Direktur Eksekutif MAB
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Januari kemarin kami diminta melengkapi. Biasanya kalau disuruh melengkapi begini, usulan diterima,”kata Enny Sudarmonowati, Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Senin (14/5/2018) di Jakarta usai memperkenalkan Sidang Ke 30 International Coordinating Council of the Man and the Biosphere Programme (MAB) – UNESCO. Indonesia menjadi tuan rumah di luar Paris (markas) selain Jeju (Korea Selatan), Dresden (Jerman), Jonkoping (Swedia), dan Lima (Peru).
Januari kemarin kami diminta melengkapi. Biasanya kalau disuruh melengkapi begini, usulan diterima.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Prof Enny Sudarmonowati Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI
Usulan Cagar Biosfer Berbak Sembilang meliputi Taman Nasional Berbak Sembilang beserta ekosistem atau lanskap di sekitarnya. Keunikan ekosistem yang masuk dalam Ramsar Site (pengelolaan lahan basah internasional) ini menjadi tempat berkumpul burung-burung migran.
Betung Kerihun-Danau Sentarum Kapuas Hulu berada di perbatasan dengan wilayah Malaysia dan menjadi menara air serta sumber kehidupan warga setempat. Sedangkan Rinjani yang beberapa waktu lalu telah ditetapkan sebagai Taman Bumi (Geopark) merupakan sumber air bagi Lombok serta gunung api penting di Indonesia.
Enny mengatakan perencanaan pengelolaan 10 tahun ketiga calon biosfer ini telah disusun. Programnya disusun seiring rencana pembangunan jangka menengah daerah.
Yohanes Purwanto, Direktur Eksekutif Komite Nasional Program MAB Indonesia mengatakan pada masa mendatang, Indonesia juga mempersiapkan usulan lokasi lain sebagai cagar biosfer. Diantaranya Merapi-Merbabu (Jawa Tengah – Yogyakarta), Togean (Sulawesi Tengah, dan Halmahera (Maluku Utara).
Enny Sudarmonowati mengatakan keberadaan cagar biosfer membawa keuntungan bagi promosi dan pendanaan bagi Indonesia. Ia mencontohkan status cagar biosfer bisa meningkatkan promosi lokasi wisata maupun produk masyarakat yang berbahan dari lingkungan setempat.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Yohanes Purwanto, Direktur Eksekutif Program Man and the Biosphere Indonesia
Meski mengusulkan banyak cagar biosfer, Enny dan Purwanto mengakui hingga kini masih terdapat tantangan dalam pengelolaan cagar biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu. Diantaranya permasalahan pembalakan liar dan perambahan serta kebakaran hutan.
Pada tahun 2019, cagar biosfer ini memasuki masa peninjauan ulang pertama (10 tahunan). Purwanto mengakui Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu memiliki permasalahan paling kompleks.
Meski demikian, kata dia, pemerintah daerah telah memiliki keseriusan menjalankan pengelolaan. Ia menyebutkan gubernur telah menerbitkan surat keputusan untuk pengelolaan cagar biosfer ini agar dijalankan lebih detil oleh kabupaten.
“Jadi tidak hanya operasi dan pengawasan tapi juga hulu seperti pendidikan lingkungan, desa makmur peduli api, desa konservasi, serta terkoordinasi dalam RPJMD,” kata dia.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 15 Mei 2018