Tidur Panjang di Akhir Pekan Tak Miliki Manfaat Kesehatan

- Editor

Senin, 4 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebagian orang menjadikan akhir pekan sebagai waktu balas dendam untuk mengganti waktu tidur yang kurang selama hari kerja. Aktivitas yang juga dikenal dengan istilah ‘ngebo’ itu membuat seseorang betah tidur atau rebahan di atas kasur sepanjang hari.

Namun, studi yang dipimpin asisten profesor riset di Universitas Colorado, Boulder, Amerika Serikat, Christopher M Depner menunjukkan, mengganti waktu tidur yang kurang di hari kerja dengan tidur sepanjang hari saat akhir pekan, tidak memiliki manfaat apapun dalam metabolisme tubuh seseorang.

“Kami tidak melihat manfaat apapun dari sistem metabolisme tubuh seseorang yang banyak tidur di akhir pekan,” kata Depner seperti dikutip BBC, Kamis (28/2/2019). Hasil studi mereka dipublikasikan di jurnal Current Biology di hari yang sama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Studi dilakukan dengan mengamati pola tidur 36 orang, berumur 18-39 tahun. Mereka ditempatkan dalam laboratorium khusus dengan diatur asupan makanan, paparan cahaya, dan waktu tidurnya. Semua gerak gerik responden, termasuk waktu tidurnya, dipantau selama dua minggu.

Meski jumlah respondennya terlihat kecil, para peneliti mengklaim 36 responden itu adalah jumlah yang besar untuk studi tentang tidur.

Para responden itu dibagi menjadi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang dibatasi tidurnya, yaitu hanya boleh tidur lima jam per malam selama sembilan malam.

Kelompok kedua adalah kelompok pemulihan akhir pekan, yaitu mereka hanya boleh tidur lima jam selama hari kerja atau hari sekolah, tetapi boleh tidur sesuka mereka saat akhir pekan. Namun, saat hari kerja berikutnya, mereka kembali dibatasi waktu tidurnya.

Sementara kelompok ketiga adalah kelompok kontrol yang diperbolehkan tidur sembilan jam setiap malamnya selama sembilan malam.

Hasilnya, responden di kelompok pertama dan kedua yang dibatasi tidurnya lima jam per malam sama-sama menunjukkan perilaku suka ngemil di malam hari. Konsekuensinya, berat badan mereka justru bertambah hingga 1 kilogram selama rentang waktu studi.

SUCIPTO UNTUK KOMPAS–Ajam tertidur karena kelelahan setelah selesai mengecat mobil pada Kamis (26/7/2018) dini hari.

Sebenarnya, responden di kelompok kedua yang mendapat kebebasan tidur di akhir pekan, menunjukkan hasrat makan atau ngemil mereka berkurang saat akhir pekan. Namun saat hari kerja atau hari sekolah tiba, kebiasaan makan tak terkendali itu muncul kembali.

Meski diberi kebebasan waktu tidur lebih, responden kelompok kedua umumnya sangat sulit untuk benar-benar dalam kondisi tertidur. Akibatnya, mereka rata-rata hanya tidur 66 menit selama akhir pekan.

Selain itu, mereka yang dibatasi tidurnya hanya lima jam semalam juga menunjukkan kondisi metabolisme tubuh yang lebih buruk dibanding dengan saat sebelum studi dimulai. Tubuh mereka jadi kurang sensitif terhadap hormon insulin yang mengatur kadar gula darah dalam tubuh.

Menariknya, responden di kelompok kedua yang bebas tidur sepanjang akhir pekan itu justru menunjukkan penurunan kualitas kesehatan yang lebih buruk di banding kelompok lain. Jika sensitivitas insulin kelompok pertama turun 13 persen, maka di kelompok kedua justru turun 9-27 persen.

Risiko kesehatan
Hasil studi itu menunjukkan kurang tidur bisa meningkatkan berbagai risiko kesehatan, mulai dari obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Peningkatan risiko itu terjadi karena kurang tidur justru meningkatkan hasrat untuk ngemil atau makan di malam hari. Selain itu, kurang tidur juga mengurangi sensitivitas hormon insulin yang mengatur kadar gula darah dalam tubuh.

Data Yayasan Tidur Nasional atau National Sleep Foundation di AS menyebut waktu tidur yang sesuai untuk setiap orang bergantung pada umurnya. Makin tua umur seseorang, makin berkurang waktu tidur yang diperlukan meski tetap disarankan tidak kurang dari tujuh jam semalam.

Untuk remaja umur 14-17 tahun direkomendasikan tidur antara 8-10 jam setiap malam. Sedangkan kelompok dewasa muda 18-25 tahun dan orang dewasa 26-64 tahun disarankan tidur 7-9 jam semalam. Sementara kelompok lansia berumur lebih dari 65 tahun diminta tidur 7-8 jam per malam.

KOMPAS/ RACHAEL DEFANDI–Infografik tentang pentingnya tidur yang memenuhi kebutuhan kesehatan

Jumlah waktu tidur itu bagi banyak budaya di Asia dianggap berlebihan karena dalam pandangan mereka makin sedikit waktu tidur adalah lebih baik. Dokter praktisi kesehatan tidur di Snoring & Sleep Disorder Clinic (Klinik Mendengkur dan Gangguan Tidur) Pondok Indah, Jakarta, Andreas Prasadja mengatakan, “Dalam budaya Timur, banyak tidur dianggap pemalas”, katanya. (Kompas, 16 Maret 2018)

Meski dari studi yang dilakukan Depner dkk menunjukkan dampak kesehatan dari tidur yang kurang relatif kecil, namun perlu diingat waktu studi yang hanya berlangsung selama dua minggu. Jika kurang tidur itu berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun, maka dampaknya bagi kesehatan akan menjadi besar.

Studi itu makin memperkuat saran praktisi kesehatan sebelumnya bahwa tidur yang cukup dan teratur setiap hari lebih bermanfaat dan bermakna penting bagi kesehatan. Namun jika seseorang sulit menjaga waktu tidur dan bangunnya secara teratur, maka tetap terbaring di ranjang di luar waktu tidur belum tentu buruk bagi kesehatan mereka.

Riset Depner dkk itu lebih melihat bahwa kurangnya tidur di hari kerja dan membalasnya di akhir pekan tidak memberi manfaat bagi sistem metabolisme tubuh. Namun manfaatnya bagi kesehatan mental maupun kemampuan kognitif seseorang masih perlu dipelajari lebih lanjut.

Profesor kronobiologi atau cabang biologi yang mempelajari fenomena waktu terhadap organisme hidup dari Universitas Surrey, Inggis, Malcolm von Schantz mengatakan, “Saya pikir, kita harus mendorong agar semua orang bekerja sesuai jadwal sepanjang mereka mampu,” katanya.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 3 Maret 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 15 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB