Terobosan ATR Tetap Jaya di Kelas Turboprop

- Editor

Jumat, 28 September 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Produsen pesawat turboprop atau baling-baling ATR, tahun ini genap berusia 30 tahun. Industri pesawat yang merupakan join perusahaan antara Airbus dan Leonardo, yang berpusat di Toulouse, Perancis, ini hingga kini tetap berkibar. Inovasi menjadi salah satu kunci, juga peningkatan kualitas layanan terhadap pengguna.

Dari ruang pertemuan kecil, Head of Training ATR Training Center Singapura Captain Albert Drijgers mengantar Kompas bersama dua wartawan lainnya, yakni Reska K Nistanto dari Kompas.com dan wartawan dari Thailand, Deputy Business Editor The Nation, Somluck Srimalee, menuju simulator untuk pesawat ATR 72-600 di kawasan Seletar Aerospace View, Singapura, Selasa (28/8/2018).

KOMPAS/SAMUEL OKTORA–Seorang wartawan daring dari Indonesia (kiri) dan wartawati dari Thailand sedang mengikuti demonstrasi mengemudikan pesawat dalam ruang simulasitor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Drijgers mengantar sampai depan pintu simulator yang berwarna kombinasi abu-abu gelap dan putih itu. Pada bagian kanan pintu terpampang monitor kecil bertuliskan ATR 72-600 dengan mesin PW 127M.

“Silakan masuk menikmati sesuatu yang berbeda dari simulator ATR,” kata Drijgers sambil mempersilakan wartawan ke dalam simulator.

Reska yang sudah pernah menjajal simulator pesawat berbadan lebar itu tak canggung mengambil posisi di kursi pilot. Sementara Somluck tampak senang menikmati sensasi dalam kokpit ATR itu dengan penuh senyum sambil menyimak panel di dasbor.

Diberi penjelasan dan instruksi sejenak oleh instruktur simulator, Reska dan Somluck segera memegang kemudi dan pesawat pun lepas landas. Mereka juga mencoba menerbangkan pesawat dengan berbagai suasana, baik siang maupun malam hari. Tinggal menekan tombol, tampilan suasana berbeda itu dapat tampak di kaca depan ataupun kaca samping dari posisi pilot.

Pihak ATR mengundang 10 wartawan dari Indonesia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Taiwan untuk berkunjung selama dua hari, 27-28 Agustus 2018, ke kantor ATR di Changi Business Park, juga meninjau ATR Training Center di kawasan Seletar Aerospace View, Singapura.

Semua wartawan itu diberi kesempatan untuk melakukan demonstrasi mengemudikan pesawat dalam ruang simulasitor kokpit ATR 72-600.

Pihak ATR memperkenalkan pusat pelatihan pilot di Singapura itu sebagai salah satu fasilitas yang dimiliki dari total lima training center yang ada. Empat training center lainnya di Johannesburg (Afrika Selatan), Miami (Amerika Serikat), Paris, dan Toulouse (Perancis).

”Kami membuat program pilot ATR yang terintegrasi dengan seluruh operator. Program pelatihan pilot ini untuk memastikan agar pilot memenuhi standar dan kualifikasi untuk menerbangkan pesawat ATR,” kata Drijgers saat memberikan pemaparan kepada wartawan sebelum demonstrasi di simulator.

Kesiapan pilot
Seiring dengan tingkat pertumbuhan di kawasan Asia, bisnis penerbangan di Asia tumbuh paling cepat di dunia. Hal ini berdampak positif terhadap permintaan akan pesawat ATR, dan perlu diantisipasi dengan kesiapan pilot yang andal dan profesional, maupun kru kabin dan tenaga pemeliharaan pesawat. Pihak ATR mempersiapkannya dengan mengembangkan ATR Training Center.

Vice President Training and Flight Operations ATR Christian Commissaire mengatakan, terkait kebijakan pelatihan pilot, ATR sedang mengembangkan sejumlah pusat pelatihan di seluruh dunia.

Upaya ini ditempuh berkaitan pula dalam 20 tahun ke depan diperkirakan dibutuhkan 1.000 pesawat turboprop di wilayah Asia Pasifik, baik untuk pengadaan pesawat baru maupun sebagai pesawat pengganti yang sudah berusia tua.

”Satu pesawat komersial ATR yang terjual atau dioperasikan membutuhkan paling tidak 10 pilot, dan di kawasan Asia Pasifik dibutuhkan pilot baru sebanyak 700 orang atau di tingkat global mencapai 1.500 orang,” kata Commissaire.

KOMPAS/SAMUEL OKTORA–Captain Albert Drijgers sedang memberikan pengarahan kepada wartawati dari Thailand sebelum wartawati itu masuk ke ruang simulasitor pelatihan kokpit ATR Seri 600 di ATR Training Center, kawasan Seletar Aerospace View, Singapura, Selasa (28/8/2018).

Sementara itu, Airline Marketing Manager ATR Pierre-Marie Pautard menyatakan, kawasan Asia Pasifik sejak 2010 telah menjadi pasar yang besar bagi ATR. Sebanyak 40 persen konsumen pesawat ATR berasal dari maskapai di kawasan ini.

Saat ini pun dari jumlah pesanan pesawat ATR sekitar 130 pesawat, 50 persennya berasal dari maskapai di kawasan Asia Pasifik.

”Pesawat ATR di kawasan Asia Pasifik saat ini mencapai 424 unit yang beroperasi di 26 negara. Indonesia memiliki armada terbesar mencapai hampir 100 unit,” kata Pautard.

Di sisi lain, seiring dengan perkembangan perdagangan elektronik/e-dagang (e-commerce), pihak ATR mendesain seri ATR72-600 sebagai pesawat kargo, yaitu ATR 72-600F (Freighter).

Bisnis e-dagang diperkirakan meledak, salah satunya di kawasan Asia Tenggara. Dengan pesawat jenis ini, diharapkan dapat dipakai mengirim barang ke lebih banyak daerah terpencil.

”Selama ini pengiriman kargo biasanya menuju bandara besar saja, lalu diteruskan melalui perjalanan darat. Dengan pesawat ATR 72 yang bisa mendarat di bandara dengan landasan pacu pendek, yang biasanya itu terdapat di daerah terpencil, diharapkan distribusi kargo e-dagang lebih cepat dan merata,” ucap Pautard.

Perusahaan ekspedisi AS, FedEx Express, berminat membeli pesawat ATR 72-600 versi kargo ini. FedEx Express telah menandatangani pembelian 30 pesawat ATR 72-600F dengan opsi tambahan 20 pesawat lagi. Pautard mengatakan, pengiriman pesawat ATR 72-600 versi kargo pertama ini dijadwalkan pada tahun 2020.

Inovasi kebutuhan pilot
Sales Director ATR Laurent Janitza mengatakan, inovasi dilakukan bukan saja di dalam kabin untuk kebutuhan penumpang, melainkan terkait kebutuhan pilot.

ATR telah merancang ClearVision, semacam kacamata yang disebut dengan Skylens, yang berfungsi memindahkan tampilan primary flight display (PFD) dari dasbor pesawat ke lensa kacamata yang digunakan oleh pilot.

KOMPAS/SAMUEL OKTORA–Seorang perempuan sedang memandang stan ATR, produsen pesawat turboprop.

Teknologi ClearVision ini seolah mirip dalam film superhero Iron Man dengan baju terbang. Baju berteknologi tinggi tersebut selain sebagai senjata, juga dapat membuat superhero terbang.

Skylens membantu memberikan petunjuk penerbangan, juga landasan pacu bagi pilot, terutama saat tinggal landas ataupun mendarat. Dengan demikian, pilot tak perlu sering melihat ke bawah pada dasbor, juga melihat ke luar jendela karena informasi telah tersaji di dalam lensa kacamata itu, di antaranya informasi terkait kecepatan dan ketinggian.

Sistem dalam ClearVision ini dinilai juga dapat membantu pilot terbang pada malam, cuaca berawan, daerah pegunungan, atau ketika cuaca buruk dengan jarak pandang terbatas.

”Alat ini akan mempermudah pilot dalam bekerja, juga dapat mengurangi penundaan, pengalihan, atau pembatalan penerbangan,” kata Janitza.

Namun, sistem ini masih dalam tahap sertifikasi, yang diperkirakan selesai proses sertifikasi pada kuartal II-2019. DrukAir Bhutan berminat menggunakan ClearVision ini.

Persaingan dalam industri pesawat semakin ketat, ATR menyiasatinya dengan meningkatkan layanan kepada pelanggan atau pengguna sambil terus melakukan inovasi agar perusahaan ini tetap kokoh di kelasnya.–SAMUEL OKTORA

Sumber: Kompas, 26 September 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB