Formasi batuan purba jenis Filit yang terbentuk 30 juta-60 juta tahun lalu di Kawasan Konservasi Kebumian Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, terancam hilang. Batuan tersebut kian tergerus erosi akibat maraknya penambangan pasir di hulu Sungai Luk Ulo.
Jika itu terjadi, bukan hanya keseimbangan ekosistem yang terganggu. Mahasiswa geologi dari seluruh Indonesia pun kehilangan tempat belajar. Batuan jenis Filit di sana selama ini menjadi bahan penelitian lapangan mahasiswa. ”Bahkan mahasiswa mancanegara,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yugo Kumoro di Kebumen, Rabu (4/12).
Sosialisasi pentingnya menjaga formasi alam hingga ancaman penambangan pasir terhadap cagar alam geologi sudah dilakukan. Namun, petambang nekat.
”Kami butuh campur tangan pemerintah daerah,” kata Yugo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan pengamatan di sepanjang daerah hilir menuju daerah hulu Sungai Luk Ulo, hampir seluruh bagian sungai ditambang. Bahkan, saat musim kemarau, truk pengangkut pasir bisa membuat jalan di tengah sungai untuk mencapai hulu sungai.
Di bagian tengah sungai tak jarang terlihat lubang besar menganga bekas galian pasir yang ditinggal begitu saja oleh petambang. Bahkan, mesin penyedot pasir tampak beroperasi di sejumlah titik batuan purba. Tidak hanya mengelupas dinding sungai, petambang juga menghancurkan formasi batu, seperti di Gunung Parang yang berumur 50 juta-75 juta tahun.
Penambangan pasir itu mempercepat laju air sehingga mempercepat erosi tebing sungai yang terbentuk dari formasi bebatuan purba. Di lokasi ini, setiap tahun mahasiswa geologi dari seluruh Indonesia melakukan praktik lapangan pemetaan dasar geologi.
Formasi penting
Selain batuan Filit, batuan jenis Diabas juga terancam hilang akibat penambangan. Bahkan, banyak petambang meruntuhkan bukit bebatuan Diabas dengan dinamit. Selain mesin sedot, petambang kini juga mulai menggunakan alat berat backhoe.
Di kawasan ini terdapat 32 situs singkapan geologi dan 18 situs di antaranya singkapan inti yang berharga bagi ilmu pengetahuan, pendidikan, dan wisata. Selain itu, cagar geologi Karangsambung menyimpan ratusan jenis batuan unik karena sekitar 120 juta tahun lalu menjadi pertemuan lempeng benua dan samudra.
Di kawasan seluas 300 kilometer persegi yang meliputi wilayah Kabupaten Kebumen, Banjarnegara, dan Wonosobo itu juga terdapat formasi batu sekis mika pembentuk Pulau Jawa. Batu ini berusia 120 juta tahun.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kebumen Masagus Herunoto mengakui, penambangan pasir Sungai Luk Ulo kian tak terkendali. Pasir di bawah batuan penahan (beronjong) pun ikut disedot. Akibatnya, batuan pengaman longsor itu ambles, seperti terjadi di Desa Kedungwaru, Karangsambung.
Selain di bawah beronjong, aktivitas petambang yang merusak lingkungan juga terjadi di sekitar bendung Kaligending, Desa Kaligending. ”Kami menetapkan larangan penambangan di sekitar bangunan air seperti bendung dan talut, kelokan aliran air sungai, dan di sekitar lokasi cagar geologi. Penambangan hanya boleh manual, bukan dengan mesin sedot, apalagi backhoe,” katanya.
Konservasi kawasan bernilai tinggi secara ilmu pengetahuan itu mendesak dilakukan. Saat ini, pemerintah kabupaten menyatakan masih berupaya mencarikan pekerjaan alternatif bagi para petambang pasir tersebut. (GRE)
Sumber: Kompas, 5 Desember 2013