Sebanyak 70 persen sekolah di Pulau Sumba belum teraliri listrik sehingga mengganggu kegiatan belajar. Penyediaan listrik tenaga surya menjadi solusi untuk mengatasi rendahnya elektrifikasi di sekolah-sekolah di daerah itu.
Selain memasok listrik untuk kebutuhan sekolah, sistem panel surya yang dibangun secara off grid atau tak terhubung jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) itu menyediakan stasiun isi ulang daya lampu bagi murid-murid. Penyediaan listrik sistem ini diinisiasi konsorsium Sumba Iconic Island di 25 sekolah di pulau ini.
”Di sekolah kami ada komputer dan laptop sejak 2005, tetapi belum ada listrik sehingga belum bisa dipakai. Padahal, banyak kegiatan belajar harus pakai komputer dan internet sehingga harus ke kota,” kata Karolina Konga Naha, Kepala Sekolah Dasar Laikarenga, Kecamatan Kodi Utara, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Senin (29/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maka dari itu, mereka antusias saat ada tawaran sistem panel surya dari konsorsium Hivos, lembaga nonpemerintah bidang energi bersih. Pada 1 Maret 2017, enam panel surya kapasitas 1,5 kilowatt per jam dibangun untuk memenuhi kebutuhan energi bagi penerangan, pengoperasian komputer dan laptop. ”Sekarang kami bisa mengoperasikan komputer dan laptop, terutama untuk ambil soal ujian,” kata Karolina.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO–Pembangkit listrik tenaga surya.
Di sekolah ini juga dibangun panel surya berkapasitas 400 watt per jam untuk stasiun pengisian daya lampu. Para siswa bisa mengisi lampu portabel di stasiun ini dengan membayar Rp 1.500 sekali isi. Biasanya pengisian dilakukan sepekan dua kali. Untuk mendapat lampu ini, anak-anak membayar uang muka Rp 50.000. Setelah 300 kali pengisian ulang, lampu itu akan menjadi milik mereka.
Dengan pembagian lampu ini, anak-anak bisa belajar pada malam hari. ”Dulu hanya bisa belajar siang hari. Selain untuk belajar, biasanya lampu juga dipakai mama untuk penerangan di dapur,” kata Elintiana Bombo, murid Kelas VI SD Laikarenga.
Pinjam pakai
Dedy J Haning, Koordinator Proyek Hivos-Sumba Iconic Island, mengatakan, di 25 sekolah di Sumba sudah dibangun listrik panel surya dengan sistem off grid ini. ”Masih ada sekitar 70 persen sekolah di Sumba yang belum teraliri listrik,” katanya.
Listrik tenaga surya cocok diterapkan di Pulau Sumba yang lokasi sekolahnya jauh dari jangkauan PLN. Untuk itu, pihak sekolah membayar iuran untuk penyediaan listrik Rp 300.000 per bulan ke Renewable Energy Service Corporation, perusahaan yang dibentuk konsorsium.
Selain untuk mengaliri listrik ke warga pedalaman, proyek itu membentuk pasar energi terbarukan. Ada kontribusi nyata dari warga untuk biaya operasional dan membeli peralatan listrik. ”Jika modelnya hibah, biasanya tidak berlanjut jika proyek telah selesai,” kata Dedy. (AIK)
Sumber: Kompas, 31 Januari 2018