Tenaga air laut berupa arus dan gelombang telah dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Teknologi dan kesediaan tenaga ahlinya sudah memungkinkan, tetapi penerapannya bergantung pada kebijakan kelistrikan setiap daerah.
”Kendalanya masalah pendanaan yang minim. Padahal, setiap aktivitas pemanfaatan teknologi apa pun di laut membutuhkan investasi berlipat-lipat ketika dibandingkan penerapan teknologi di darat,” kata Erwandi, periset pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Selasa (26/4).
Erwandi dan Zamrisyaf, periset pada Pusat Penelitian dan Pengembangan PT PLN (Persero), kemarin memaparkan hasil rancangan pembangkit listrik tenaga air laut (PLTAL). Erwandi mengandalkan arus laut sebagai sumber penggerak turbin, sedangkan Zamrisyaf memanfaatkan gelombang laut untuk menggerakkan sistem bandulan yang kemudian diubah menjadi energi listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Saya belum memastikan keekonomian harga listrik yang dapat dihasilkannya. Namun, ini bisa lebih murah dibandingkan penggunaan sumber energi listrik berupa panel surya,” kata Erwandi.
Ia menguji coba pembangkit listrik tenaga arus laut itu di Selat Flores di dekat Larantuka, Nusa Tenggara Timur. Kecepatan air laut pada bulan Maret 2011 mencapai 3,8 meter per detik.
”Ketika dimasukkan separuh bagian, turbin sudah bergerak sangat cepat,” kata Erwandi.
Kesimpulan dari uji coba itu, arus laut di Larantuka terlampau besar bagi perangkat pembangkit listrik yang disiapkan. Menurut Erwandi, saat ini dibutuhkan data akurat mengenai kecepatan arus laut di berbagai wilayah di Indonesia.
Erwandi menyebutkan, beberapa selat lainnya memiliki potensi arus laut yang sama dengan arus laut di Selat Flores. di antaranya Selat Alas, Sape, Linta, Molo, Boleng, Pantar, dan Alor.
Potensi 300 megawatt
Melalui teknologi hasil rancangan Erwandi, arus laut dari setiap selat di Indonesia dapat dimanfaatkan menghasilkan listrik dengan potensi masing-masing diperkirakan mencapai 300 megawatt. Ia belum memastikan jumlah selat yang ada, tetapi diperkirakan akan mencapai ratusan atau lebih dari 1.000 selat di Indonesia.
”Arus laut yang kuat adalah arus pada selat-selat yang menghadap Samudra Hindia dan Samudra Pasifik,” kata Erwandi.
Menurut dia, lokasi pemasangan pembangkit listrik tenaga arus laut itu idealnya dengan kecepatan arus minimal 2,5 meter per detik. Teknologi ini juga dapat dimanfaatkan pada arus sungai dengan kecepatan ideal minimum 1,2 meter per detik hingga 1,5 meter per detik.
Untuk di laut, disarankan diaplikasikan pada kedalaman maksimum 50 meter dan minimum 15 meter. Instalasinya disarankan dipasang di dekat pantai agar energi listrik dapat disalurkan dengan biaya rendah.
”Uji coba yang ada di Larantuka itu jaraknya 100 meter dari pantai,” kata Erwandi.
Semakin banyak lokasi, akan semakin baik karena turbin bisa dipasang lebih banyak. Namun, faktor keamanan juga harus menjadi perhatian utama.
Rancangan teknologi itu berbeda banyak dengan teknologi yang ditawarkan Zamrisyaf. Tidak satu pun peralatan utama pada pembangkit listrik tenaga gelombang laut sistem bandulan (PLTGL-SB) yang terkena air laut.
”Hanya pontonnya saja yang terkena air laut. Dengan demikian, peralatannya diharapkan akan lebih tahan lama dan efisien,” kata Zamrisyaf.
Ia sudah menguji teknologi tersebut di Padang, Sumatera Barat. Teknologi itu hasil rekayasanya sejak tahun 2000. Pada tahun 2002 didaftarkan pengajuan untuk memperoleh hak paten. ”Setelah 8 tahun, pada tahun 2010 ini, saya baru mendapatkan hak patennya,” kata Zamrisyaf.
Secara teknis, seluruh peralatan penggerak, mulai dari bandul sampai dinamonya, dipasang dan ditempatkan di dalam ponton. Ponton yang ditempatkan di atas permukaan air laut tersebut akan bergerak terombang-ambing akibat pengaruh fluktuasi gelombang laut sehingga bandul yang berada di dalam ponton akan bergerak dan berputar.
”Gerakan bandul itu akan memutar dinamo dan menghasilkan listrik,” kata Zamrisyaf. Energi listrik memanfaatkan laut, di antaranya sudah diterapkan di Inggris, Italia, Norwegia, Skotlandia, dan Korea Selatan. (NAW)
Sumber: Kompas, 27 April 2011