Telomer, Usia, dan Kesehatan

- Editor

Rabu, 26 Agustus 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Proses penuaan serta prinsip dasar untuk mencegah dan membalikkan proses penuaan telah ditemukan. Kini, kita menunggu pengembangan molekul obat ajaib untuk meremajakan sel dan memperpanjang usia.

Kebanyakan orang ingin berumur panjang, sehat dan awet muda. Tak heran ada air mancur dan sumber air di berbagai tempat yang dipercaya berkhasiat bikin awet muda. Namun, sejatinya sumber awet muda dan panjang usia ada di dalam diri kita sendiri.

Manusia mengalami penuaan seiring waktu. Berawal di tingkat sel. Penuaan seluler terjadi saat sel tidak dapat lagi membelah dan aktivitas normal sel terganggu. Terjadi penurunan umum dalam fungsi otot, aliran darah, dan metabolisme. Berbagai gangguan pun muncul, antara lain memudarnya ingatan, osteoporosis, diabetes, penyakit jantung, bahkan kanker.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Salah satu mekanisme penting dalam penuaan sel adalah pemendekan telomer. Telomer, urutan DNA berulang di ujung kromosom, bertindak sebagai tutup pelindung. Setiap kali sel membelah, kromosom mengalami penggandaan sehingga kedua sel baru menerima jumlah DNA yang sama.

Setiap kali hal itu terjadi, sepotong kecil DNA terpangkas di ujung kromosom. Dengan adanya telomer, proses pemendekan hanya mempengaruhi telomer, bukan bagian pengkode gen penting dari kromosom.

Seiring berjalannya waktu, telomer menjadi pendek, kemudian habis. Tanpa telomer, kromosom menjadi tidak stabil. Kemampuan sel membelah berkurang. Proses penuaan dan penurunan fungsi tubuh mulai terasa hingga berujung pada kematian.

GENOME RESEARCH LIMITED—Telomer yang terletak di ujung kromosom.

Ada orang yang beruntung, secara genetik dikaruniai telomer yang panjang. Namun, itu bukan jaminan umur panjang. Stres dan berbagai hal yang merusak sel bisa memicu pemendekan dini telomer.

Gaya hidup
Ulasan Masood A Shammas dari Institut Kanker Harvard (Dana Farber) di jurnal Current Opinion in Clinical Nutrition & Metabolic Care, Januari 2011, bisa menjadi pertimbangan.

Menurut Shammas, laju pemendekan telomer dapat ditingkatkan atau diturunkan oleh faktor gaya hidup tertentu. Pilihan diet dan aktivitas yang baik berpotensi besar mengurangi laju pemendekan telomer dan menunda timbulnya penyakit terkait usia.

Disebutkan, merokok dan obesitas meningkatkan stres oksidatif yang merusak sel. Demikian juga paparan polusi. Semua itu mempercepat pemendekan telomer, meningkatkan laju proses penuaan serta meningkatkan risiko kanker.

Stres dikaitkan dengan pelepasan hormon glukokortikoid oleh kelenjar adrenal. Hormon-hormon ini terbukti mengurangi kadar antioksidan sehingga meningkatkan kerusakan oksidatif pada DNA. Sebaliknya, olahraga dikaitkan dengan pengurangan stres oksidatif dan peningkatan ekspresi protein penstabil telomer.

Gagal memuat
Panjang telomer berkorelasi positif dengan asupan serat makanan, sebaliknya berhubungan negatif dengan lingkar pinggang dan asupan asam lemak tak jenuh ganda, terutama asam linoleat. Pengurangan asupan protein dari makanan bisa memperpanjang usia.

Harapan hidup tinggi pada orang Jepang, demikian Shammas, dikaitkan dengan asupan rendah protein dan tinggi karbohidrat. Sumber protein menjadi faktor penting. Umumnya mereka mengganti kasein (protein susu) dengan protein kedelai.

Makanan yang mengandung antioksidan asam lemak omega-3 dikaitkan dengan penurunan laju pemendekan telomer. Antioksidan berpotensi melindungi DNA telomer dari kerusakan oksidatif.

Tuna, salmon, teri, ikan lele, kerapu, biji chia, wijen, kiwi, rasberi hitam, teh hijau, brokoli, tauge, anggur merah, tomat, buah zaitun, serta makanan kaya vitamin C, vitamin E, dan beta karoten merupakan sumber antioksidan yang baik.

Konsumsi serat, protein kedelai dan lemak sehat (dari apokat, ikan, dan kacang-kacangan) juga penting. Porsi makan lebih sedikit berdampak positif pada kesehatan dan umur panjang.

Panjang telomer berbanding terbalik dengan kemungkinan berkembangnya kanker. Demikian penelitian Stefan Kiechl dan kolega dari Universitas Kedokteran Innsbruck, Austria, yang dimuat di JAMA, 7 Juli 2010.

Para peneliti mengukur panjang telomer sel darah putih pada 787 subyek dan mengikuti selama 10 tahun. Didapatkan, individu dalam kelompok telomer terpendek tiga kali lebih berisiko kena kanker daripada kelompok telomer terpanjang. Hal serupa berlaku pada risiko penyakit kardiovaskular.

Para peneliti berupaya mencari cara memperpanjang telomer, jika mungkin membalikkan proses pemendekan telomer. Hal itu dipelopori oleh Elizabeth Blackburn, Carol Greider, dan Jack Szostak, yang berbagi Penghargaan Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2009 untuk penemuan bagaimana kromosom dilindungi oleh telomer dan enzim telomerase.

Enzim awet muda
Penelitian Julian Chen, Guru Besar Ilmu Molekuler pada Arizona State University dan kolega di jurnal daring EMBO, 12 Februari 2018, dan dikutip ScienceDaily, 27 Februari 2018, mengungkap hal penting dalam siklus katalitik enzim telomerase.

Manusia memiliki telomerase dalam sel punca tubuh. Telomerase mengimbangi penuaan sel dengan mensitesis DNA telomer.

Namun, aktivitas enzim ini tidak sepenuhnya mampu mengembalikan pengulangan DNA telomer yang hilang ataupun menghentikan penuaan sel. Aktivitas telomerase dalam sel punca dewasa hanya memperlambat hitung mundur jam molekuler, tidak membuat sel-sel abadi. Sel punca dewasa bisa habis seiring waktu.

“Telomerase memiliki sistem pengereman untuk memastikan sintesis yang tepat dari pengulangan DNA telomer. Rem ini membatasi aktivitas enzim telomerase,” kata Chen. “Menemukan cara untuk melepaskan rem secara benar pada enzim telomerase berpotensi memulihkan panjang telomer sel punca dewasa. Bahkan, membalikkan proses penuaan sel.”

Chen dan tim menemukan, rem telomerase mengacu pada sinyal jeda, yang dikodekan dalam pola RNA telomerase, agar enzim menghentikan sintesis pada akhir rangkaian DNA. Ketika telomerase memulai sintesis DNA untuk pengulangan DNA berikutnya, sinyal jeda ini aktif dan membatasi sintesis DNA.

Dengan menarget sinyal jeda, fungsi enzimatik telomerase dapat ditingkatkan untuk mencegah pengurangan panjang telomer, serta meremajakan sel punca dewasa.

Namun, telomerase terlalu banyak bisa sama buruk dengan telomerase terlalu sedikit. Terlalu banyak telomerase bisa meningkatkan risiko kanker, sedangkan terlalu sedikit telomerase juga dapat meningkatkan risiko kanker dan penyakit degeneratif lain akibat rendahnya kemampuan regenerasi tubuh.

Prinsip kerja telomerase telah ditemukan. Kini kita menunggu pengembangan molekul obat baru yang mampu meningkatkan aktivitas telomerase secara selektif, hanya di sel punca dewasa, untuk mengobati penyakit degeneratif serta terapi anti penuaan tanpa meningkatkan risiko kanker.

Oleh Atika Walujani Moedjiono, wartawan Kompas

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 26 Agustus 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB