Teknologi Bioremediasi dan Revegetasi untuk Penyelamatan Lingkungan

- Editor

Jumat, 28 September 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Laju industri dan makin meningkatnya aktivitas manusia memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Makin peliknya masalah lingkungan, seperti pencemaran sungai, sampah yang tidak tertangani, dan lahan kritis akibat penambangan, membutuhkan adanya teknologi tinggi untuk menyelamatkan lingkungan sebelum terlambat. Penerapan teknologi bioremediasi dan revegetasi diyakini menjadi solusi penyelamatan lingkungan.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN–Sejumlah areal perbukitan di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Maluku, dikeruk untuk dijadikan tempat mendirikan bangunan seperti yang terpantau dari pesawat udara pada Rabu (25/1/2017). Kerusakan lingkungan itu diduga menjadi salah satu penyebab banjir yang dalam lima tahun terakhir kerap melanda Kota Ambon.

Untuk menjawab berbagai permasalahan lingkungan, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan International Symposium on Bioremediation, Revegetation, Biomaterial, and Conservation (ISBIOREV-2018) pada Kamis-Jumat, 27-28 September 2018, di Gedung Kusnoto, Bogor, Jawa Barat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Masalah lingkungan menjadi bom waktu untuk kehidupan manusia. Sebagai pengemban tugas negara di bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, LIPI memberikan perhatian khusus untuk riset bioremidiasi dan revegetasi sebagai solusi penyelamatan kerusakan lingkungan. ”Bioremediasi adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk membersihkan senyawa pencemar dari lingkungan,” ujar Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Witjaksono, Kamis (27/9/2018), di Bogor.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Para pembicara dalam The International Symposium on Bioremediation, Revegetation, Biomaterial, and Conservation (IS Biorev) pada Kamis (27/9/2018), di Bogor, Jawa Barat.

Sementara revegetasi, lanjut Witjaksono, merupakan upaya pemulihan tutupan lahan pada ekosistem melalui penanaman jenis tanaman asli pada fungsi lindung atau dengan jenis tanaman lain yang adaptif.

Penyelenggaraan ISOBIOREV-2018 menghadirkan ahli-ahli teknologi bioremidiasi dan revegetasi terkemuka di dunia. ”Mereka akan membahas aspek adaptasi sistem remediasi dan revegetasi terhadap perubahan iklim, perspektif internasional tentang teknologi hijau, dan faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan bioremediasi dan revegetasi di banyak wilayah di dunia,” ungkap Witjaksono.

Salah satunya teknik revegetasi menggunakan interaksi antara mycorrhiza dan tumbuhan tingkat tinggi oleh Norihiro Shimamura. Ahli revegetasi dan ektomikoriza dari Tottori University, Jepang, ini berhasil mengawinkan ektomikoriza sehingga interaksinya dengan tanaman akan menyebabkan tanaman lebih tahan terhadap salinitas dan kondisi ekstrim. Sementara Toshiaki Umezawa, profesor dari RISH Kyoto University, Jepang, menyajikan teknik pemanfaatan lahan kritis, terutama alang-alang, untuk produksi energi berbasis biomassa.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA–Lahan pertanian membentang dengan latar belakang Pegunungan Kendeng yang merupakan kawasan karst di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (5/7/2018). Saat musim kemarau tiba seperti sekarang ini sumber air bawah tanah Pegunungan Kendeng menjadi kebutuhan utama warga. Potensi kerusakan lingkungan dari penambangan sebagai salah satu ancaman bagi kelangsungan sumber air bawah tanah di sana.

Sementara dari Nanyang Technological University, Prof Ng Wun Jern menyajikan teknologi terkini dalam pengolahan limbah di Singapura dan bagaimana menghubungkan riset dan aplikasinya di lapangan. Dari LIPI diwakili oleh Prof Dr I Made Sudiana yang membahas peran mikroorganisme dalam proses bioremediasi dan revegetasi yang telah diterapkan di lahan tambang, lahan marjinal, dan tumpahan minyak di laut.

Menurut Witjaksono, penerapan teknologi bioremidiasi dan revegetasi membutuhkan kerja sama jaringan riset antara akademisi, pemerintah, dan industri. ”Kombinasi ilmu pengetahuan dan kemampuan teknis dari industri serta kebijakan manajerial yang strategis akan menghasilkan inovasi penyelamatan lingkungan yang efektif dan berkelanjutkan di semua lini,” katanya.–ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 27 September 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB