Kemasan produk makanan dan minuman berbahan plastik adalah penyumbang terbesar sampah laut Indonesia. Produsen produk tersebut diminta bertanggung jawab mengatasi permasalahan sampah ini.
Dalam rangka Internasional Coastal Clean-up Day 2017, Greenpeace Indonesia menggelar audit dan pembersihan di Pulau Bokor, Kelurahan Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Sabtu, (16/9). Kegiatan ini dihadiri Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Yusen Hardiman, Kepala Kelurahan Pulau Pari Surahman, dan perwakilan Polisi Kehutanan Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Kegiatan ini diikuti oleh 107 relawan yang berasal dari masyarakat umum dan komunitas-komunitas yang mendaftar. Mereka dibagi menjadi kelompok beranggotakan 9-10 orang yang bertugas memungut, mengategorikan, dan mendokumentasikan sampah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan audit sampah, perusahaan yang kemasan produknya menjadi penyumbang sampah laut terbesar dapat diidentifikasi. Hasil penelitian Greenpeace Indonesia pada 2016, 73 persen sampah laut yang terdampar di beberapa pulau di Kepulauan Seribu adalah sampah plastik.
“Kami mendesak para produsen barang-barang yang kemasannya menjadi penyumbang terbesar sampah laut untuk tidak mengabaikan regulasi yang telah diatur,” kata Andre Prasetyo, relawan Greenpeace Indonesia.
Daur ulang
Andre mengatakan, pada Pasal 15 UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah diatur, produsen wajib mengelola kemasan atau barang produksinya yang sulit atau tidak bisa diurai oleh proses alam. Ketentuan ini diatur kembali pada PP No 81/2012 Pasal 12-14, bahwa produsen wajib membatasi timbunan sampah, mendaur ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.
SATRIO PANGARSO WISANGGENI–Peserta International Coastal Clean-up Day 2017 Greenpeace Indonesia memilah sampah yang terdampar di pantai Pulau Bokor, Kepulauan Seribu, Sabtu, (16/9). Plastik kemasan dan botol plastik menyumbang sekitar 73 persen sampah laut, menurut riset Plastic Debris Research 2016 Greenpeace Indonesia.
“Salah satu bentuk yang dapat dilakukan oleh produsen-produsen ini adalah menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang. Mereka juga dapat membuat kemasan dari bahan yang lebih ramah lingkungan,” ujar Andre.
Melalui kegiatan ini, Andre juga mengajak masyarakat tidak boros plastik. “Mereka yang ikut kegiatan ini diminta untuk membawa botol minum dan tempat makan sendiri. Kebiasaan menggunakan botol plastik sekali pakai dan nasi kotak harus dikurangi,” kata Andre. Dia berharap kegiatan ini dapat menyentil pemerintah untuk berani menegakkan peraturan-peraturan tersebut.
Yusen mengatakan, sampah laut yang berada di sekitar Kepulauan Seribu merupakan kiriman dari daratan atau wisatawan yang berkunjung. Setiap hari, sampah yang diangkut dari laut sekitar 13-20 ton. “Arus laut dapat membawa sampah dari Tangerang, bahkan Lampung. Jika sudah musimnya, sampah dari Bekasi atau Karawang pun ke sini,” kata Yusen. (DD17)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 September 2017, di halaman 10 dengan judul “Tanggung Jawab Produsen Ditagih”.