Presiden Joko Widodo memerintahkan beberapa kementerian bersinergi dalam konservasi dan pengelolaan taman nasional laut. Keberhasilan konservasi akan mendatangkan manfaat ekonomi, terutama dari pariwisata bagi masyarakat pesisir.
“Sinergi antar-kementerian sangat penting. Kementerian Pariwisata bisa memberi sentuhan untuk destinasi dan mempromosikan. Kita punya tujuh balai taman nasional dengan 4 juta hektar taman nasional laut,” kata Presiden saat memberi pengantar dalam rapat terbatas pengelolaan taman nasional laut di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Rabu (30/3).
Rapat terbatas membahas kemungkinan pengalihan kewenangan konservasi dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, Presiden akhirnya memutuskan konservasi tetap ditangani KLHK dengan tetap melibatkan kementerian lain dalam konservasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menteri LHK Siti Nurbaya menjelaskan, Presiden menekankan pentingnya konservasi. Namun, Presiden menginginkan konservasi harus dilakukan dalam cakupan luas dengan mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jika mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, konservasi menjadi terbatas.
“Dengan tetap mengacu pada UU ini, cakupan konservasi tetap luas. Jika mengacu UU No 1/2014, konservasi terbatas pelestarian sumber daya ikan, mengatur tempat singgah alur migrasi biota laut lain, wilayah diatur adat, dan wilayah unik dan rentan perubahan. Sementara, ada banyak pulau dengan ekosistem sejenis, seperti komodo, burung, dan badak,” kata Siti.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menuturkan, Presiden meminta kementeriannya mencari taman laut baru sebagai bagian sinergi dari konservasi. Susi belum bisa memastikan target jumlah dan kapan waktu terbentuknya.
“Tugas kami menjaga laut, termasuk tidak boleh mengambil karang untuk akuarium. Investasi tidak lagi untuk jenis karang akuarium,” ujarnya. (AHA)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Konservasi dan Manfaat Ekonomi Belum Sinergi”.