Survei KPAI: Siswa Tidak Bahagia dengan Pembelajaran Jarak Jauh

- Editor

Selasa, 28 April 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pembatasan sosial karena Covid-19 memaksa pembelajaran jarak jauh dijalankan lebih cepat. Kebanyakan siswa merasa model pembelajaran seperti itu tidak menyenangkan karena mereka dibebankan tugas berlebih.

KOMPAS/AGUIDO ADRI–Ahmad Rafa (7) mengerjakan tugas harian sekolah, Kamis (16/4/2020). Setelah selesai mengerjakan matematika tersebut, Rafa harus memotret dan mengirim tugasnya via aplikasi pesan kepada gurunya.

Pembelajaran jarak jauh sebagai konsekuensi pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 telah berjalan selama empat pekan. Dalam persepsi siswa, model pembelajaran ini cenderung membuat tidak nyaman dan kurang bahagia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 1.700 siswa berbagai jenjang pendidikan pada 13-20 April 2020, sekitar 76,7 persen di antaranya mengaku tidak senang mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hanya 23,3 persen responden yang menganggap PJJ mengesankan.

Komisioner KPAI Retno Listyarti, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (27/4/2020), di Jakarta, mengatakan, alasan siswa tidak senang PJJ beraneka ragam. Sebanyak 81,8 persen responden mengaku PJJ empat pekan hanya diberikan tugas oleh guru, bahkan jarang ada penjelasan materi dan diskusi.

Sebanyak 73,2 persen responden merasa mendapat tugas berat dari guru. Dikatakan berat karena siswa diberi waktu yang pendek saat menyelesaikan tugas. Sekitar 44,1 persen responden menyebut hanya diberikan waktu 1-3 jam sehari. Sebanyak 34,2 persen responden menyebut diberikan waktu mengerjakan 3-6 jam sehari.

Bentuk-bentuk penugasan yang paling tidak disukai responden adalah membuat video materi pelajaran, diikuti menjawab banyak soal, merangkum materi, dan menuliskan soal yang ada dalam buku cetak. Terkait peralatan selama PJJ, sebanyak 95,4 persen responden mengaku menggunakan ponsel pintar, 23,9 persen memanfaatkan komputer jinjing, dan 2,4 persen komputer.

Survei turut menanyakan kesulitan yang dihadapi responden selama PJJ. Sebanyak 77,8 persen responden mengaku kesulitan utama adalah tugas menumpuk. Lalu, 37,1 persen responden menyebut sukar beristirahat karena waktu pengerjaan tugas yang pendek. Sekitar 42,2 persen responden menjawab kesusahan kuota internet.

Kebijakan belajar di rumah yang ditetapkan pemerintah terkait wabah Covid-19 dimanfaatkan SD Al Azhar 15 Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, menggelar kegiatan belajar mengajar secara daring, Selasa (17/3/2020). Para siswa dan guru memanfaatkan aplikasi Google Classroom untuk ruang belajar dan Zoom Cloud Meeting untuk telekonferensi. Perkembangan teknologi dimanfaatkan pihak sekolah untuk menyiasati keadaan yang tak diduga, seperti wabah Covid-19. Pembelajaran dimulai pukul 07.30 hingga 13.30.

Banyak pengaduan
Retno menjelaskan, survei KPAI tersebut bertujuan mengetahui persepsi siswa selama PJJ. Sebelum survei dilakukan, KPAI telah menerima sekitar 246 pengaduan keluhan negatif PJJ dari orangtua dan siswa dari berbagai jenjang pendidikan sejak PJJ mulai diberlakukan sekitar 16 Maret 2020. Baik pengadu maupun responden berasal dari 54 kabupaten/kota dari 20 provinsi. Teknik pengumpulan data untuk survei adalah kuesioner yang diberikan melalui aplikasi Google Forms.

Dia mengatakan, survei turut menanyakan usulan siswa terkait PJJ, di antaranya mengurangi tugas, waktu pengerjaan tugas diperpanjang, dan guru memberikan penjelasan daring. Sebanyak 52,8 persen responden mengusulkan kepada pemerintah agar menggratiskan internet karena PJJ cenderung lebih banyak memakai metode daring yang menghabiskan kuota.

Retno mengakui, sebelum ada PJJ, pembelajaran di kelas masih ada yang cenderung tidak nyaman dan menyenangkan bagi siswa. Ketika PJJ, suasana tersebut tetap terbawa. Persepsi siswa yang disurvei memperlihatkan, tugas guru seolah-olah selesai ketika memberikan tugas mata pelajaran.

”Di tengah pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, saling empati menjadi amat penting. Guru tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena mereka pun mempunyai persepsi sendiri terkait PJJ. Kondisi siswa dan keluarganya yang heterogen juga semestinya dipahami juga,” katanya.

Dari hasil survei ditemukan, 56,6 persen responden mengusulkan agar nilai pungutan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) bulanan dikurangi sampai separuh dan 14,3 persen tak mau bayar lagi. Alasan mereka adalah perekonomian keluarga terdampak Covid-19.

Retno mengatakan, penugasan kepada siswa sah-sah saja asal membuat mereka senang belajar. Sebagai contoh, penugasan membuat video. Topik video bisa berkaitan dengan hobi siswa. Contoh lain, penugasan merangkum. Temanya bisa diganti dari materi pelajaran menjadi novel kesukaan siswa.

Bagi responden yang mengaku PJJ menyenangkan, lanjut dia, alasan mereka lebih personal. Misalnya, tak harus bangun pagi-pagi untuk mempersiapkan kebutuhan sekolah.

Kekhawatiran PJJ akan berlangsung lebih panjang dirasakan KPAI. Retno mengemukakan, KPAI akan menggelar rapat kerja dengan pemerintah, guru, dan dinas pendidikan. Tujuannya adalah membicarakan masa depan pendidikan nasional di tengah masa darurat karena pandemi Covid-19.

”Kami rasa, model pendidikan karakter yang cocok diterapkan selama PJJ. Kurikulumnya boleh tetap, tetapi implementasinya lebih diperkuat pada pengembangan karakter. Tidak semua sekolah mengandalkan dana bantuan operasional secara langsung sehingga kami harap, sekolah memperhatikan juga kondisi ekonomi keluarga siswa,” katanya.

KOMPAS/PRIYOMBODO—Siswa kelas II di SD Al-Bayan Islamic School, Kota Tangerang, Banten, mengerjakan tugas dari guru saat belajar di rumah (home learning), Selasa (17/3/2020). Murid sekolah, mulai dari tingkat SD, SMP, hingga SMA, di wilayah Jabodetabek dan beberapa provinsi lainnya di Indonesia kini harus belajar di rumah menyusul kebijakan pemerintah daerah untuk menutup sementara sekolah sebagai upaya mencegah penularan pandemik Covid-19 yang disebabkan virus korona baru. Libur selama 14 hari yang dimulai sejak Senin (16/3/2020) diisi pihak sekolah dengan menyiapkan platform pembelajaran alternatif, seperti pemberian tugas mingguan hingga metode pendidikan daring.

Perlu pendekatan yang pas
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi memandang peran guru tidak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apa pun. Akan tetapi, guru yang tidak memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran akan susah.

Pembatasan sosial karena Covid-19 memberikan pelajaran penting bagi guru agar mengubah pola pikir dari hubungan tatap muka kepada pendekatan yang lebih menekankan pada proses. Guru menguasai learning tools sebagai alat untuk melihat efektivitas PJJ. Learning tools yang dia maksud mencakup, antara lain, membaca, menulis, menyimak, dan mengomunikasikan.

Terkait PJJ metode daring, dia mengatakan, hasil survei menunjukkan, 16 persen guru siap melakukan dan 46 persen mengenal pembelajaran daring. Kurikulum dan pelatihan yang diberikan masih berorientasi ke konten.

Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin Soefianto, saat dihubungi terpisah, berpendapat, PJJ akan memukul pertama dan paling keras siswa berlatar belakang keluarga miskin. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) bahkan sudah menengarai Covid-19 dan PJJ akan merugikan siswa miskin dan rentan miskin. Realitas itu semestinya lebih menjadi perhatian pemerintah.

Fenomena perubahan pembelajaran tatap muka ke PJJ membawa konsekuensi besar terhadap anggaran dan tata cara pelaporan. Jadi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama pemerintah daerah harus mengusahakan agar kepala sekolah paham menerima, mengelola, dan menggunakan anggaran, termasuk dari bantuan operasional.

Totok mengkhawatirkan, pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 berpotensi mengurangi sumber pendapatan daerah. Jadi, dia menyarankan agar pemerintah pusat dan daerah kompak dalam mengatasi masalah pendidikan akibat Covid-19.

Oleh MEDIANA

Editor ILHAM KHOIRI

Simber: Kompas, 27 April 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB