Studi di Australia; Siap Akademis, Fasih Berbahasa

- Editor

Kamis, 15 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berbagai persiapan mesti ditempuh agar belajar di luar negeri menjadi pengalaman memuaskan. Tentu saja, persiapan bergantung pada negara tujuan belajar, perguruan tinggi incaran, dan program studi. Ambil contoh, Australia sebagai destinasi belajar klasik dan diminati.

Persiapan studi dimulai jauh-jauh hari, termasuk mempertimbangkan nilai sekolah. Menurut Novi Kurniawati, Product Manager SUN Education Group Australia, Selandia Baru, dan Indonesia, anak yang mau masuk tahun pertama di perguruan tinggi harus memiliki nilai rata-rata 8,5 (nilai ujian nasional dan nilai rapor). Biasanya nilai ini sulit diperoleh, terutama sekolah dengan kurikulum nasional.

Sebagian besar perguruan tinggi menawarkan program foundation, transisi selama 4-12 bulan. Jika nilai anak belum memenuhi standar minimal masuk ke perguruan tinggi di Australia, ada program transisi yang ditawarkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kalau mau masuk kampuskampus favorit dalam ‘grup 8’, disarankan masuk foundation terlebih dahulu. Rata-rata perguruan tinggi pakai foundation,” katanya.

Proses belajar seperti kuliah yang sebenarnya. Seperti yang dilakukan di kampus University of New South Wales (UNSW), ada kerja kelompok, berpikir kritis, presentasi, dan konsultasi. Anak-anak diajari untuk bekerja sama dalam kelompok karena itu yang dibutuhkan dunia kerja.

Kurikulum pada program transisi, kata Kepala Sekolah UNSW Foundation Studies Paul Sutton, disusun dengan mengikuti saran pihak UNSW agar sumber daya manusia yang “dipasok” betul-betul siap berkuliah di UNSW. Ada yang masih harus belajar banyak, tetapi ada juga yang sudah tinggal “digosok” sedikit di urusan memahami teks bacaan. “Anak-anak bisa memahami teks bacaan berbahasa Inggris dengan belajar 12 pekan di kelas. Ini yang akan mereka hadapi ketika kuliah,” ujarnya.

Bahasa Inggris
Persiapan lain yang tak kalah penting adalah bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Berkuliah di luar negeri tidak hanya memerlukan modal kemampuan bercakap-cakap dengan bahasa Inggris, tetapi juga termasuk membaca dan menulis ilmiah. Karena itu, diperlukan pelatihan khusus untuk menyiapkan para calon mahasiswa agar bisa menghasilkan tulisan ilmiah dalam bahasa Inggris yang baik.

“Rata-rata, orang Indonesia yang hendak kuliah ke luar negeri sudah lancar berbicara bahasa Inggris. Namun, ketika perkuliahan dimulai, mereka tidak bisa membaca tulisan ilmiah, apalagi menulis makalah karena kosakata terbatas dan tidak mengerti logika penulisan pada umumnya,” kata Jerry AF Udampo, General Manager UTS Insearch Gramedia, ketika ditemui di Jakarta, Selasa (13/10).

c405bac613f6427cbdb5611a644f1780KOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Para pelajar yang akan meneruskan pendidikan ke luar negeri berbincang dengan konsultan pendidikan di SUN Education Group, Jakarta, Selasa (6/10).

Hal itu yang membuat English Language Training International (ELTI) Gramedia bekerja sama dengan Universitas Teknologi Sydney (UTS), Australia. UTS memiliki program Insearch yang khusus menyiapkan kemampuan bahasa Inggris para calon mahasiswa yang akan ke Australia. Kerja sama ini dicanangkan pada 2012.

Direktur Pengembangan UTS Insearch untuk Indonesia Mariam Kartikatresni menjelaskan, dulu, mahasiswa asing sering datang ke Australia dan mengambil kursus persiapan masuk perguruan tinggi. Hal tersebut bisa memakan waktu hingga satu tahun. Biaya kursus juga mahal ditambah pula dengan biaya hidup selama di luar negeri.

Di UTS Insearch, misalnya, pelajaran bahasa Inggris akademis dilakukan jika peserta sudah mencapai tingkat IV. Pada tingkat lebih tinggi lagi, tingkat VI, diajarkan bahasa Inggris untuk penelitian akademik yang berguna bagi mahasiswa S-2 dan S-3 yang akan menulis tesis ataupun disertasi. Termasuk pula belajar menulis sesuai dengan standar jurnal internasional.

Pada akhir masa kursus, peserta harus mengambil ujian akhir. Apabila lulus, untuk kuliah ke Australia, mereka tidak lagi perlu mengambil ujian TOEFL ataupun IELTS. Bahasa Inggris mereka dinyatakan sudah mumpuni. “Kalau tidak lulus, akan ada remedial,” kata Mariam.

Menurut Novi, jika hendak kuliah ke luar negeri, kemampuan bahasa Inggris harus disiapkan sejak kelas I atau II sekolah menengah atas. Calon murid disarankan menggunakan IELTS untuk membuktikan kemampuan bahasa Inggrisnya. IELTS lebih dipilih oleh Australia karena lebih aman dan terjamin.

Minimal nilai yang harus diperoleh untuk IELTS adalah 6-6,50. Karena persyaratan yang terlalu tinggi ini, banyak anak yang tidak bisa memenuhi syarat masuk kuliah tahun pertama. “Namun, tetap bisa masuk melalui jalur pathways atau bisa juga diploma. Syarat masuk diploma lebih mudah dan IELTS juga lebih rendah, yaitu 5,5 dan nilai rapor 7-7,5,” kata Novi.

Dia mengatakan, kemampuan bahasa Inggris yang kurang baik masih bisa diperbaiki dengan kursus setibanya di negara tujuan. Hal terpenting adalah nilai akademiknya harus bagus. Untuk biaya kursus bahasa Inggris selama 10-15 minggu di negara bersangkutan bisa mencapai 400-450 dollar per minggu.

Direktur Kaplan Pondok Indah Soeryanto Sutrisno mengatakan, saat ini terdapat lembaga-lembaga yang membantu persiapan untuk menghadapi tes akademik sesuai syarat kurikulum asing dan bahasa, termasuk lembaga konsultan pendidikan tempatnya bekerja.

“Kami menyediakan les dari 30 jam hingga 50 jam,” ujarnya. Materinya, antara lain, bahasa Inggris, Scholastic Aptitude Test, dan Graduate Management Admission Test. Dengan penguasaan bahasa dan kemampuan mengerjakan tes itu, diharapkan kian mulus tembus perguruan tinggi idaman di luar negeri. (LUK/DNE)
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Oktober 2015, di halaman 24 dengan judul “Siap Akademis, Fasih Berbahasa”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB