Struktur Organisasi Perguruan Tinggi

- Editor

Rabu, 21 Maret 2001

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SUDAH menjadi sesuatu yang sifatnya taken for granted bahwa struktur manajemen lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi (baik negeri maupun swasta) ditata dengan pola seorang rektor, ketua, atau direktur, dibantu (pada lapis berikutnya) oleh (umumnya) tiga orang dengan sebutan pembantu rektor, direktur atau ketua, yang masing-masing(secara berturut turut) membidangi akademik, keuangan dan administrasi umum, serta kemahasiswaan.
Entah kebetulan atau tidak, hampir tidak pemah terdengar evaluasi kritis tentang pola manajemen seperti ini. Sebaliknya desain ini justru dikembangkan terus ke bawah. Baik dalam konteks sebuah fakultas (Dekan, Pembantu Dekan I,II, dan III), bahkan konon di tingkat pendidikan yang lebih rendah, seperti Sekolah Menengah umum (SMU).

Adakah yang salah dengan pola di atas? Penulis berpendapat demikian, setidaknya untuk posisi tertentu.

Kalau kita melihat filosofi struktur organisasi, maka sebuah struktur lazimnya dibangun sebagai upaya distribusi beban keija, untuk pada gilirannya diharapkan terjadi optirnalisasi tujuan organisasi. Dalam konteks ori gamsasi bisnis (baca: komersial), secara konvensional dibagilah peran manajemen atas dasar ftingsi fimgsi fimdamental perusahaan. Misalnya terdapat departemen atau bagian pemasaran, produksi atau operasi, keuangan, sumber daya manusia dan lainnya. Semua departemen atau bagian itu bekezia secara sin.i ergis untuk mencapai, misalnya, laba optimal yang ditargetkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bagaimana dengan lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi (PT)? Selama ini dikenal apa yang disebut dengan Tri Dharma Pergaruan Tinggi, yang meliputi pendidikan atau pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Tri Dharma ini lazim dipahami sebagai fungsi utama PT. Atas dasar ini, mestinya secara organisatoris, manajemen PT dipola atas dasar dharma tersebut. Sehingga kalau seseorang diangkat sebagai rektor, yang bersangkutan patut dibantu oleh beberapa orang yang basis orientasi fungsinya pencapaian ketiga dharma itu. Kongkritnya, para pem¬bantu rektor, direktur atau ketua, seharusnya berfungsi untuk pen¬didikan dan pengajaran(bidang 1),     penelitian(bidang 2), dan pengabdian pada masyarakat (bidang 3).

Pemikiran itu sesungguhnya dapat menjelaskan, mengapa selama ini peran penelitian PT, relatif tertinggal dibandingkan misalnya dengan pengajaran. Begitu pula peran pengabdian masyarakat. Akibat lanjutannya, kalau semua sivitas akademika lebih mempunyai perhatian pada aspek pengajaran saja (dibandingkan peneli¬tian, apalagi pengabdian masyarakat) maka hal ini adalah sesuatu yang wajar dan logis, akibat memang pola orientasi yang dibangun memang demikian adanya.

Sehingga, tidak perlu disesalkan, kalau tidak pemah atau sangat sulit mengharapkan penelitian yang qualified dan valuable dari komunitas dosen, ataupun mahasiswa. Lebih auh, jangan kaget kalau ranking PT di Indonesia secara relatif selalu akan rendah (atau malah turun) dibandingkan dengan PT di negara lain. Mengapa? Karena salah satu aspek yang amat penting dalam penilaian kualitas serta’besar”tidaknya sebuah PT adalah seberapa banyak output dalam bentuk penelitian yang tentunya harus bersifat publishable dari komunitas dosen yang bekerja pada PT tersebut. Bukan sekadar pada jumlah professor, doktor, master ataupun mahasiswa yang dimiliki, atau seberapa mewah gedung dan berbagai fasilitas lain yang ada. Ini tentu ticlak dengan maksud menafikan pentingnya beberapa unsur yang disebut terakhir ini. Karena sesungguhnya kesemuanya saling terkait dan berinteraksi.(bersambung)

Dr. Muhammad Akhyar Adnan, MBA.Ak., adalah dosen pada FE UII Yogyakarta

Sumber: Kedaulatan Rakyat, 21 Maret 2001

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Berita ini 38 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Senin, 14 Juli 2025 - 16:21 WIB

Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB