Simpang Susun

- Editor

Sabtu, 22 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kamis (17/8) malam, Presiden Joko Widodo meresmikan Simpang Susun Semanggi di simpul kemacetan perbatasan Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Seusai menekan tombol sirene peresmian, Presiden menyoroti sejumlah hal, khususnya cepatnya proyek itu selesai.

Pembangunan jembatan layang melengkung senilai Rp 360 miliar itu menghabiskan waktu 540 hari kalender. Rinciannya, 60 hari perencanaan dan 480 hari pengerjaan fisik, sejak April 2016. Artinya, proyek selesai lebih cepat dua bulan dari target yang ditetapkan kontraktor proyek, PT Wijaya Karya (Wika) Tbk.
Presiden juga mengapresiasi para pihak, yakni mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat, dan PT Wika. Merekalah yang mewujudkan proyek ikon kota setelah Monumen Nasional itu.

Sumber dananya tak diambilkan dari APBD, tetapi swasta murni dari kompensasi koefisien lantai bangunan PT Mitra Panca Persada. Totalnya Rp 579 miliar. Boro-boro nombok, masih tersisa dana Rp 219 miliar yang akan dimanfaatkan untuk membangun fasilitas bagi pejalan kaki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Malam itu, presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri juga menyempatkan singgah di proyek tambahan Jembatan Semanggi, yang dibangun semasa Presiden Soekarno memerintah. Tak banyak kata, Megawati menjanjikan menyumbang pohon.

Dari sisi teknis, simpang susun itu diklaim menghadirkan teknologi terkini, box girder, beton cetak khusus sebelum dipasang. Dua jembatan layang melengkung pembentuk simpang susun itu terdiri atas 333 segmen beton. Butuh akurasi tinggi, karya teknik sipil yang brilian.

Atas pencapaian itulah, Presiden dan sejumlah pihak mengapresiasi proyek yang ditargetkan mengurangi kemacetan hingga 30 persen jalur itu. Kawasan Semanggi, merujuk tanaman rambat yang jamak di persawahan, merupakan ”jantung” kemacetan Ibu Kota yang bak tak pernah lengang kecuali pada libur panjang.

Namun, ada pula kritik tajam. Dampak proyek itu dinilai tak akan lama, sekitar setahun saja. Lalu, kemacetan akan kembali hadir. Sekarang saja, di titik pertemuan jalur menurun sudah terjadi pelambatan arus lalu lintas. Simpang susun dengan ribuan lampu kerlip warna-warni itu juga dinilai hanya menjadi ”karpet merah” pengguna kendaraan roda empat. Kenapa tak bergegas merealisasikan jalan berbayar atau cara lain yang lebih efektif.

Sah-sah saja mengkritik kebijakan pemerintah agar selalu adil dan benar. Kritik juga diperlukan agar pemerintah—pelayan warga—terus bekerja keras dan ikhlas.

Pemprov DKI sadar, kemacetan tak bisa diselesaikan dengan satu cara. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur fisik dan integrasi moda transportasi digenjot bersamaan, seperti operasionalisasi jalur transjakarta Koridor 13, MRT, dan LRT.

Jalan menuju kota berbasis angkutan publik andal sekaligus nyaman, seperti kota-kota besar di negara maju, masih panjang. Namun, tanpa keberanian memutuskan, terobosan, dan kreativitas pengambil kebijakan, semua itu hanyalah mimpi.

Simpang Susun Semanggi adalah salah satu wajah keberanian itu. Bagian awal kenyamanan warga yang mensyaratkan konsistensi dan keikhlasan pemerintah melayani warganya.– GESIT ARIYANTO
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Agustus 2017, di halaman 12 dengan judul “Simpang Susun”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB