Sekolah Kurikulum Internasional; Tak Puas Cuma ”Nasional”

- Editor

Selasa, 17 Februari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seiring perubahan zaman dan kelas ekonomi, tuntutan masyarakat akan pendidikan pun berubah. Orangtua tak lagi mudah dipuaskan dengan kurikulum nasional. Ibarat menu makanan, tawaran pendidikan pun semakin beragam, mulai dari kurikulum gado-gado, berbasis riset pendidikan, sesuai dengan keyakinan pendirinya, hingga berkiblat ke negeri tertentu.


Shahnaz Haque (42) mengidamkan sekolah yang mampu mengasah kemampuan kognitif, spiritual, dan sosialisasi anak-anaknya. ”Sekolah harus bisa memberikan pendidikan komplet. Misalkan spiritualnya, agar anak juga memahami agama lain dan bisa hidup berdampingan dengan mereka,” ujar pesohor itu akhir pekan lalu.

Tunggu dulu, masih ada kriteria lain, seperti adanya pendidikan karakter, misalnya bersosialisasi dengan berbagi dan membantu orang yang tidak mampu. Akhirnya, ketiga putri Shahnaz menimba ilmu di Madania, Telaga Kahuripan, Parung, Bogor, Jawa Barat. Sekolah itu menggunakan kurikulum nasional berpadu kurikulum luar negeri. Ada pula pendidikan karakter yang diinginkan Shahnaz.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tak peduli sejauh dan semahal apa biayanya. Shahnaz mengaku sengaja pindah ke Sentul City, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, agar lebih dekat dengan sekolah anaknya.

Sebagian orangtua memang kian kritis dalam memilih pendidikan bagi putra-putri mereka. Gayung bersambut, model dan kurikulum pendidikan yang ditawarkan pun kian beragam.

Di Sekolah Madania, tempat anak-anak Shahnaz bersekolah, misalnya, di tingkat sekolah dasar, digunakan paduan kurikulum. ”Untuk tingkat SD, kami memadukan kurikulum 2013 dengan PYP IB (Primary Year Program International Baccalaureate) sehingga pada ijazah SD terlampir logo IB,” kata Kepala SD Madania Siti Hidayati.

Sekolah Highscope JakartaLogo IB ini memberikan nilai tambah untuk murid karena bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah bertaraf internasional. Sekolah itu menekankan pula lima elemen dasar yang ditetapkan dalam pembelajaran, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, tindakan, dan konsep.

Lebih cepat
Di El Shaddai International School lain lagi tawarannya. Sekolah itu menerapkan akselerasi. Sistem disesuaikan dengan kurikulum Liberty University di Amerika Serikat, Accelerated Christian Education (ACE).

Business Manager El Shaddai Mozart mengatakan, sistem ACE memungkinkan murid lebih cepat lulus dan segera berkuliah. ”Ada anak (murid) yang daya tangkapnya cepat. Merekalah yang diakselerasi,” kata Mozart. Ambil contoh, Grace Sameve. Dia menjadi alumni El Shaddai saat 15 tahun pada 2008. Grace juga mahasiswa termuda peraih predikat cumlaude di dua universitas, yakni Universitas Indonesia dan Queensland University, Australia.

Akselerasi terjadi pada lima mata pelajaran utama, yakni Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, dan Working Building yang fokus pada spelling dan vocabulary. Setiap mata pelajaran, para murid harus memahami 12 buku yang berasal dari AS.

Di HighScope Indonesia (HSI), kurikulum berdasarkan pada hasil riset dari universitas dan ahli terkemuka. Pendiri dan CEO HSI Antarina S. F. Amir mengatakan, sekolah itu membuat kurikulum sendiri berdasarkan standar internasional dan disesuaikan dengan kurikulum nasional.

Salah satu contoh, konsep lintas usia (multi-age) yang merupakan penggabungan dua level pendidikan dalam satu kelas. Untuk kelas I sekolah dasar, misalnya, diisi dua level pendidikan, yakni murid taman kanak-kanak dan murid kelas I. Konsep lintas usia merupakan hasil riset Profesor Barbara Pavan. Konsep ini diyakini akan melatih murid beradaptasi dengan temannya yang berbeda umur dan juga kemampuan. Itu dapat berguna saat para siswa bekerja di tempat kerja. ”Sekolah itu laboratorium dari kehidupan nyata,” ujar Antarina.

Perbedaan
Konsultan pendidikan independen dan Ketua Kurikulum Sekolah Nasional Plus Alexandra Silitonga berpendapat, perbedaan setiap kurikulum luar negeri bergantung pada negara atau lembaga asalnya. Umumnya, pendekatan pembelajaran yang digunakan lebih majemuk. Pembelajaran tidak hanya satu arah, guru memberikan pelajaran, buku menjadi acuan, dan murid sebagai penerima. Itu berdampak pada cara berpikir anak yang menjadi lebih dewasa dan cakap dalam bersikap.

Dia menambahkan, kurikulum 2013 yang mulai diterapkan di Indonesia saat ini juga mengacu pada tujuan yang sama dengan kurikulum dari luar negeri ini. Namun, penerapannya masih terhalang kemampuan guru dalam menerjemahkan visi dan misi dari kurikulum tersebut.

”Sebagus apa pun kurikulumnya, jika gurunya tak kompeten, hasilnya tidak akan bagus. Namun, jika kurikulumnya biasa saja, tetapi gurunya kompeten dan kreatif dalam menerapkan kurikulum itu, hasilnya pasti akan bagus,” ujarnya. (B05/B06)

Sumber: Kompas, 17 Februari 2015

Posted from WordPress for Android

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 26 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB