Kehadiran sekolah-sekolah dengan standar, gaya, dan kurikulum pendidikan dari luar negeri semestinya ikut memberi manfaat bagi perkembangan pendidikan nasional. Caranya, dengan membentuk jaringan sekolah.
”Dapat dibentuk jaringan kluster sekolah, yaitu sekolah yang telah terakreditasi A dan B di dalam satu rayon bisa membantu sekolah-sekolah lain yang akreditasinya masih rendah di rayon itu,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (17/2). Sejauh ini umumnya sistem pembinaan sekolah masih bersifat dari atas ke bawah. ”Sistem sistership ini efektif asal dirancang dengan rapi,” katanya.
Secara terpisah, pakar pendidikan dan kurikulum Doni Koesoema berpendapat bahwa pemerintah tidak bisa mengatur keinginan orangtua untuk memilih sekolah bagi anak-anak mereka. Setiap orangtua punya nilai dan tujuan masing-masing terhadap masa depan anak. Pemerintah dapat menjaga agar semua sekolah di Indonesia sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional dan amanat Undang-Undang Dasar 1945.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Wajar apabila orangtua memasukkan anak ke SPK (satuan pendidikan kerja sama). Di SPK, jumlah murid per kelas terbatas sehingga setiap anak bisa mendapat perhatian,” kata Doni. Bagi Doni, permasalahannya ialah penggunaan kurikulum asing di SPK. Kurikulum asing kemungkinan tidak sejalan dengan pendidikan karakter yang cocok bagi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, Doni berpendapat, perlu peraturan yang membuat SPK tetap relevan dengan kebudayaan Indonesia sehingga para murid tidak melupakan bahwa mereka hidup di Indonesia. Pengenalan kebudayaan Indonesia juga patut diberikan kepada para murid berkebangsaan asing di SPK agar mereka juga tidak hidup di dalam eksklusivitas.
”Bisa juga dibentuk jaringan kerja sama antara SPK dan sekolah-sekolah negeri dan swasta di Indonesia. Tujuannya untuk berbagi ilmu. Jadi, sekolah-sekolah Indonesia bisa ikut maju dalam pendidikan,” ujar Doni.
Utamakan anak
Bagi psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia, Lucia Retno Mursitolaksmi, nilai-nilai kebajikan dan akademis yang dianut orangtua merupakan faktor penting dalam memilih jenis sekolah untuk anak-anak. Orangtua bisa menyusun strategi jenis pendidikan yang baik untuk anak-anak berdasarkan visi akademis, kreativitas, dan minat anak. Contohnya, orangtua yang mengedepankan kreativitas tentu tidak bisa memasukkan anak ke sekolah yang menganut nilai-nilai konservatif sebab akan menghambat perkembangan anak.
”Sejauh ini, banyak orangtua yang ’main aman’, yaitu dengan memasukkan anak ke sekolah-sekolah yang dianggap unggulan. Padahal, mungkin saja sekolah tersebut tidak cocok dengan minat anak,” katanya.
Di samping itu, pastikan target pendidikan anak, misalnya, anak di masa depan akan mengambil pendidikan akademis atau malah memilih vokasi. Itu pun bergantung pada lokasi pendidikan tinggi yang dituju, bisa di dalam negeri atau bisa pula di luar negeri. ”Jangan sampai anak mendapat pendidikan dasar dan menengah yang berbau internasional, tetapi berkuliah di dalam negeri. Akibatnya, mereka akan mengalami kaget budaya karena tidak pernah mengenal atmosfer pendidikan lokal,” tutur Lucia Retno Mursitolaksmi. (DNE)
Sumber: Kompas, 18 Februari 2015
Posted from WordPress for Android