Sekeping Rindu Cahaya di Tanarara

- Editor

Rabu, 20 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Masih ada pekerjaan rumah menuntaskan target rasio elektrifikasi nasional 100 persen. Melistriki wilayah terpencil adalah tugas berat dan tetap harus ditunaikan pemerintah.

Nday Lio (45), perempuan setengah baya di Dusun Tanarara, Desa Maubokul, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, meminta kami memadamkan lampu seusai mengambil gambar, Rabu sore di awal Februari 2021. Berteman gerimis, suasana masih benderang di beranda rumah kayu berbentuk panggung. Hanya ada tiga bohlam lampu di rumah seukuran kurang dari 40 meter persegi itu.

“Kami harus berhemat listrik. Selain untuk menata rumah, listrik penerangan saat menenun atau menumbuk jagung di malam hari,” tutur Nday Lio sembari menyajikan kopi panas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penerangan listrik di Tanarara, meski seadanya, bak barang mewah yang didambakan warga setempat. Satu-satunya pasokan listrik di kampung tersebut datang dari pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pembangunan dua jenis pembangkit listrik dari energi terbarukan digagas oleh PT Pertamina (Persero) lewat program pertanggung jawaban sosial perusahaan bersama Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka) sejak 2014.

Di atas hamparan rumput di sisi Dusun Tanarara, berdiri tegak 48 tiang kincir angin yang sore itu berputar cepat akibat terpaan angin yang cukup kencang. Suara deru tebasan bilah kincir terdengar khas di telinga.

Tiap kincir angin tersebut bisa menghasilkan listrik hingga 500 Wp. Adapun di hamparan tanah di puncak bukit itu terpasang pula 10 panel surya yang masing-masing berkekuatan 100 watt peak (Wp).

Di salah satu sudut hamparan kebun kincir angin itu, terdapat bangunan berdinding bata dan beratapkan seng. Bangunan tersebut berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai komponen penting yang terhubung pada dua pembangkit di sana. Baterai untuk menyimpan arus listrik, inverter (alat pengubah arus), dan controller (alat pengatur pengisian daya pada baterai), tertata rapi di atas lantai semen meski penuh debu dan karat.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO—Pekerja membersihkan baterai Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Dusun Tanarara, Desa Maubokul, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/2/2021). PLTB yang dibangun pada 2013 lalu itu hingga kini masih berfungsi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat sekitar.

“Sudah tiga tahun ini beberapa unit controller rusak. Tidak ada penggantinya karena kami tak punya cukup dana untuk membeli. Lagi pula, kami tidak tahu ke mana harus membeli suku cadangnya,” ujar Koparihi (35), warga di Tanarara yang membantu mengoperasikan pembangkit.

Dengan kondisi baterai sudah soak dan beberapa komponen rusak, pasokan listrik di Tanarara menjadi tak maksimal. Listrik hanya cukup untuk penerangan beberapa lampu bohlam di 67 rumah yang ada di Tanarara. Alhasil, listrik hanya bisa bertahan dari jam 18.00-20.00. Selebihnya gelap gulita.

Padahal, di Tanarara terdapat 118 rumah yang seharusnya cukup seandainya komponen yang terhubung pada PLTB dan PLTS di sana tak rusak. Di rumah-rumah yang kurang beruntung, yang sebagian merupakan bangunan baru dari keluarga baru, masih menggunakan pelita berbahan bakar minyak tanah maupun petromaks untuk penerangan. Namun, pelita dianggap membahayakan dan dikhawatirkan menjadi penyebab kebakaran di dalam rumah yang terbuat dari kayu dan bambu itu.

Iuran macet
Setiap warga yang menikmati listrik dari PLTB dan PLTS di Tanarara diwajibkan membayar iuran Rp 20.000 per bulan. Hasil iuran yang terkumpul untuk pembiayaan operasional pembangkit.

“Kini tak ada lagi yang membayar iuran. Macet. Saya juga tak bisa memaksa warga untuk bayar iuran. Ya, sudah, begini saja (tak terurus),” ucap Huki Ngunjumeha (52), warga setempat yang ditunjuk sebagai pengelola pembangkit itu.

Lantaran tidak ada iuran, pemeliharaan alat tak bisa dilakukan. Pun ketika terjadi kerusakan tak ada biaya untuk menggantinya.

Huki khawatir apabila keadaan seperti ini terus berlangsung, bisa saja Tanarara kembali gelap gulita. Kerusakan yang lebih berat pada komponen di pembangkit hanya soal waktu saja tanpa diimbangi dengan pemeliharaan dan penggantian suku cadang.

Hal serupa dialami Marthen Haha (46), warga Maubokul yang rumahnya tepat di persimpangan jalan utama desa menuju Tanarara. Sejak hingga Oktober 2020 lalu, ia bersama tetangga di Maubokul masih menikmati listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) Kamanjara. Rusaknya mesin turbin PLTMh tersebut menyebabkan pasokan listrik terhenti total.

“Sudah beberapa bulan ini tidak ada listrik di rumah. Hanya mengandalkan bohlam dari satu panel surya yang saya punya. Saya masih berharap pemerintah menghidupkan lagi listrik di desa kami. Rencananya, apabila listrik normal, saya ingin membuka bengkel las,” ujar Marthen yang memiliki toko kelontong sederhana.

Tanarara adalah sepenggal kisah rakyat Indonesia yang merindukan cahaya. Seperti halnya rakyat lain di Sumba, mereka menunggu pemerintah menghadirkan pasokan listrik yang stabil dan andal. Nusa Tenggara Timur, provinsi di mana Sumba ada di dalamnya, adalah provinsi dengan rasio elektrifikasi terendah di Indonesia, yakni 88 persen pada 2020. Adapun rasio elektrifikasi nasional di tahun tersebut adalah 99,2 persen.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO—-Panel Surya dan deretan kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) menghiasi puncak bukit di Desa Kamanggih, Kecamatan Kahaungu Eti, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa (2/2/2021). PLTB yang mulai dibangun tahun 2013 tersebut saat ini tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan listrik masyarakat setempat. Meski masih bisa difungsikan, namun kerja baterainya tidak maksimal.

Sejak 2011, terdapat program pengembangan Pulau Sumba sebagai pulau ikonis energi terbarukan atau yang dikenal dengan program Sumba Iconic Island for Renewable Energy. Selanjutnya, pada 2015 terbit Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3051K/30/MEM/2015 tentang Penetapan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan. Misi program ini adalah menyediakan energi bersih di Sumba dan mewujudkan rasio elektrifikasi 95 persen di 2025.

Kendati rasio elektrifikasi nasional sebesar 99,2 persen, tak mudah untuk menuntaskan sampai 100 persen. Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana, sisa rasio elektrifikasi yang belum tercapai sampai saat ini adalah wilayah-wilayah yang terpencil, terluar, dan terdepan. Kondisi geografis wilayah tersebut terbilang berat.

“Inilah tantangannya bagaimana keadilan energi di Indonesia bisa diwujudkan. Rasio elektrifikasi 100 persen belum cukup apabila tidak dibarengi dengan keandalan pasokan,” kata Rida.

Seperti Kopahiri yang hingga kini masih menyimpan harapan pasokan listrik di kampungnya diperkuat pemerintah. Apabila suatu saat jaringan PLN sampai di Tanarara, ia sudah merencanakan untuk membeli kulkas atau berjualan pulsa telepon seluler. Untuk sementara, ia memendam mimpinya itu.

Bagaimana pun, warga Tanarara adalah rakyat Indonesia yang juga berhak atas akses energi yang stabil dan andal. Mereka menyimpan mimpi untuk penghidupan yang lebih baik dengan hadirnya cahaya listrik yang kuat dan andal. Mereka menanti pemerintah membalas kerinduan warga dengan menghadirkan cahaya terang di Tanara.

Oleh ARIS PRASETYO/ICHWAN SUSANTO/KRIS RAZIANTO MADA

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 15 Maret 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB