Sambut Era Transdisipliner

- Editor

Senin, 6 November 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Disrupsi Harus Dihadapi dengan Memperkuat Nilai Tambah Perkuliahan
Perguruan tinggi sudah bergerak ke arah pembelajaran multidisipliner dan transdisipliner sebagai bentuk evolusi menghadapi tantangan masa depan. Pemerintah akan menyiapkan aturan yang terkait dengan arah perkembangan tersebut.

Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (5/11). “Banyak yang harus dilakukan untuk merespons perkembangan kebutuhan pembelajaran di pendidikan tinggi,” ujarnya.

Ia menerangkan, salah satu bentuk penyesuaian ialah mengubah basis para dosen dari program studi (prodi) menjadi fakultas. Dengan demikian, dosenbisa memberi kuliah lintas prodi serumpun, bahkan di prodi yang di luar rumpun. Hal ini memperluas wawasan mahasiswa dan menambah bobot keilmuan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Era disrupsi
Acuan utamanya tetap UU No 14/2006 tentang Guru dan Dosen. Menurut Ghufron, turunan pengaturan penilaian jam kerja dosen diatur melalui peraturan menteri yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.

Perkuliahan oligodisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner sebenarnya bukan hal baru bagi perguruan-perguruan tinggi besar. “Sejak beberapa tahun lalu, perguruan tinggi sudah membaca tren perubahan di dunia pendidikan tinggi. Era disrupsi harus dihadapi dengan memperkuat dan memberi nilai tambah bagi perkuliahan di perguruan tinggi,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Indonesia (UI) Bambang Wibawarta, Jumat lalu.

Misalnya, di UI, fakultas kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, farmasi dan herbal, serta kesehatan masyarakat sudah bergabung di dalam Rumpun Ilmu Kesehatan. Menurut Bambang, para dosen juga sudah memberi kuliah lintas prodi sehingga memperkaya pengetahuan mahasiswa.

“Bahkan, tidak hanya dalam rumpun ilmu kesehatan. Semestinya dosen juga bisa mengajar lintas fakultas. Misalnya, ilmu kedokteran membutuhkan pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial tentang fenomena di masyarakat, begitu pula sebaliknya,” ujarnya.

Secara terpisah, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor Yonny Koesmaryono menyatakan, aturan pemerintah belum bersahabat dengan sistem baru. Misalnya, UU No 12/2012 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan UU Guru dan Dosen masih mewajibkan setiap prodi memiliki minimal enam dosen tetap. Khusus untuk S-3, standarnya adalah enam dosen tetap dan tiga guru besar.

“Aturan itu mengakibatkan praktik perkuliahan transdisipliner sulit terwujud karena perhitungan administrasi hanya melihat dari jumlah dosen yang dimiliki oleh satu prodi dan jumlah satuan kredit semester,” tutur Yonny. Padahal, idealnya dosen dinilai dari beban kerja yang terdiri dari jumlah waktu mengajar, meneliti, dan mengabdikan diri ke masyarakat.

Yonny juga mengkritisi aturan terkait nomenklatur prodi yang mengharuskan setiap prodi punya standar nasional dan kurikulum sama. Hal ini justru mematikan perkembangan ilmu. Misalnya, prodi perikanan di IPB semestinya memiliki perbedaan dari Universitas Pattimura. Meski sama-sama perikanan, keduanya punya pendekatan berbeda berdasarkan budaya perikanan di wilayah masing-masing. IPB dengan perikanan air tawar, sementara Pattimura dengan perikanan tangkap di laut. (DNE)

Sumber: Kompas, 6 November 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB