Home / Berita / Sains Diajarkan secara Terpadu dengan Ilmu-ilmu Lain

Sains Diajarkan secara Terpadu dengan Ilmu-ilmu Lain

Pembelajaran sains sebagai ilmu tunggal tidak lagi relevan di dalam perkembangan zaman. Para guru harus dipersiapkan agar mengenal sains sebagai bagian dari teknologi, teknik, seni, dan matematika.
Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk menyebarluaskan STEAM (science, technology, engineering, arts, and mathematics) ke dalam pelajaran sekolah. “Teknologi tidak terdiri atas satu ilmu yang berdiri sendiri, tetapi gabungan dari berbagai ilmu,” kata Kepala Laboratorium Fisika Berkelanjutan Universitas Parahyangan Janto V Sulungbudi, Jumat (10/11), di Universitas Tarumanagara, Jakarta. Ia hadir sebagai mentor dalam acara pengenalan dan pelatihan STEAM kepada 78 guru SD-SMA.

Ia menjelaskan, dari segi teori, para guru sudah memiliki pemahaman yang baik. Akan tetapi, dari segi praktik kinerja sebuah alat, mereka memerlukan bimbingan dan pengasahan lebih lanjut. Apalagi, para guru terbiasa bekerja di dalam sistem yang kaku.

Misalnya, di SMP dan SMA ada kejelasan pemisahan materi fisika, kimia, biologi, matematika, dan seni. Guru mata pelajaran umumnya hanya mengajar sesuai dengan materi yang mereka ampu. “Padahal, jika kita melihat produk teknologi, seperti sebuah mobil, ada berbagai aspek ilmu pengetahuan di dalamnya. Fisika, kimia, dan teknik berguna dalam merancang permesinan. Seni rupa berguna untuk merancang bentuk mobil agar nyaman dan menarik minat calon pembeli,” tutur Janto.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Para guru membangun rube goldberg (alat rumit yang dibuat untuk mengerjakan tugas sederhana) dalam pelatihan Pembelajaran Sains Berbasis STEAM (science, technology, engineering, arts, and mathematics) di Universitas Tarumanagara Jakarta, Jumat (10/11). Pembelajaran yang menyenangkan ini menggunakan prinsip saintifik komprehensif dengan mengombinasikan lima aspek pembelajaran dan perkembangan sains.

Demikian pula dengan pembelajaran STEAM. Ia menerangkan, tujuannya adalah ketika mengajar siswa, guru IPA bisa membuka kolaborasi dengan guru-guru mata pelajaran lain. Contohnya, guru bahasa untuk memastikan siswa bisa menulis proposal serta laporan yang benar dan guru seni untuk merancang bangun yang fungsional sekaligus indah.

Alat bantu
Dalam pelatihan tersebut, para guru menggunakan alat bantu berupa balok yang bisa dibongkar pasang. Balok tersebut dirakit menjadi sistem mekanik sederhana, seperti katrol, alat pelontar, dan seluncuran.

Selama mengikuti dua hari pelatihan, guru akan belajar merakit bangunan, lalu mengombinasikannya dengan sistem robotik sederhana. Pada tahap berikutnya, mereka mengembangkan sistem itu menjadi kendali jarak jauh dengan menggunakan sinyal internet.

Penyelenggara kegiatan tersebut, Direktur Rumah Edukasi Mulia Anton, mengatakan, selain di Jakarta, pelatihan juga akan diadakan di Bandung (Jawa Barat) dan Semarang (Jawa Tengah). Di kedua kota tersebut, pihaknya bermitra dengan berbagai lembaga pendidikan, seperti Universitas Parahyangan, Bandung, dan SD Marsudirini Semarang. “Para guru yang ingin mengembangkan pelatihan bisa menghubungi perguruan tinggi ataupun sekolah mitra kami untuk meminta pelatihan tambahan,” ucapnya.

Mulia Anton berharap guru-guru yang sudah mengikuti pelatihan bisa menularkan ilmu selain kepada siswa juga kepada rekan guru lain. Pada prinsipnya, perkembangan ilmu yang efektif ialah ketika guru bisa menjadi pelatih sesama.

Salah seorang peserta, guru kelas III SD Global Islami, Dian Yustikarini, menuturkan, jika guru bisa asyik merakit bangunan, tentu juga menyenangkan bagi siswa. “Guru hanya perlu mencari cara mengelola permainan di dalam kelas yang jumlah siswanya 24-36 orang,” katanya.(DNE)

Sumber: Kompas, 11 November 2017

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d blogger menyukai ini: