Sains dan Teknik Jadi Prioritas

- Editor

Rabu, 3 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia Kekurangan Ilmuwan dan Insinyur
Mengingat jumlah ilmuwan dan insinyur belum memadai, pemerintah berupaya meningkatkan jumlah orang yang menggeluti dua profesi tersebut. Caranya, pemerintah memprioritaskan pemberian izin pembukaan program studi sains dan teknik.

“Dukungan agar bidang sains dan teknik berkembang kami wujudkan dengan membuka izin yang luas untuk pembukaan program studi di kedua bidang ini,” kata Direktur Jenderal Kelembagaan dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo, Selasa (2/2), di Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Hal itu disampaikannya di sela-sela Rapat Kerja Nasional Kemenristek dan Dikti.

Menurut dia, pengajuan izin perguruan tinggi ataupun program studi terkait sains dan teknik menjadi prioritas. “Sebaliknya, pengajuan izin program studi yang sudah jenuh, ambil contoh pendidikan guru di Pulau Jawa, dihentikan dulu,” ujar Patdono.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sekretaris Jenderal Kemenristek dan Dikti Ainun Naim menjelaskan, ketersediaan tenaga bidang sains dan teknik mendapat perhatian cukup besar. Upaya meningkatkan jumlah tenaga di bidang sains dan teknik ditempuh dengan mengutamakan pemanfaatan beasiswa pendidikan untuk mendorong mahasiswa mendalami sains, teknik, dan kesehatan.

Dalam catatan Kompas, Persatuan Insinyur Indonesia menyatakan, pada 2014 diperkirakan ada 750.000 insinyur dari kebutuhan yang mencapai sekitar 1,5 juta orang. Pada Agustus 2015, Lembaga Penelitian Indonesia menunjukkan, perbandingan jumlah peneliti Indonesia yang hanya 90 peneliti per satu juta penduduk kalah dengan India, Brasil, Rusia, Tiongkok, dan Korea Selatan.

Dalam pembukaan rakernas, Senin silam, Menristek dan Dikti Muhammad Nasir menyampaikan beberapa kriteria penilaian daya saing Indonesia yang memerlukan perhatian. Salah satunya ialah menurunnya jumlah ilmuwan dan insinyur serta kapasitas melakukan inovasi.

Patdono mengatakan, terkait pendidikan tinggi dan pelatihan yang menjadi salah satu indikator Indeks Daya Saing Global, pada penilaian tahun 2015 untuk poin ketersediaan tenaga peneliti dan insinyur, Indonesia dinilai kurang. Padahal, dengan komitmen Indonesia untuk meningkatkan riset ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan banyak sumber daya peneliti. Apalagi, saat ini, pemerintah terus mengembangkan pusat unggulan inovasi di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Penguatan dan Pengembangan Riset Muhammad Dimyati menambahkan, peningkatan kuantitas ilmuwan dan insinyur dilakukan sejalan dengan peningkatan kualitasnya. Para peneliti di dalam negeri pun diberi pengalaman untuk bekerja sama dengan peneliti asing.

Tawaran untuk kerja sama penelitian ini terus berdatangan. Tawaran terbaru datang dari Perancis dan Inggris. “Kami juga berupaya untuk bisa mendekati peneliti Indonesia yang berkarya di luar negeri, mengajak mereka kembali ke Tanah Air,” ucap Dimyati.

Ia mengungkapkan, upaya tersebut mulai membuahkan hasil. Para peneliti yang pulang itu diberi tanggung jawab untuk mengembangkan riset di bidang yang digelutinya.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Intan Ahmad mengatakan, potensi mahasiswa Indonesia di jenjang sarjana hingga doktor yang jumlahnya mencapai 7 juta orang sebenarnya cukup besar untuk mendorong peningkatan hasil riset. Apalagi, penelitian sebenarnya bukan sesuatu yang asing karena di jenjang S-1, mahasiswa sudah berkewajiban mengerjakan skripsi.

“Perlu ada program yang melibatkan mahasiswa dalam penelitian yang berkualitas. Ini agar ada ketertarikan melakukan riset sehingga nanti mereka ingin berkarya sebagai ilmuwan dalam berbagai bidang yang dibutuhkan bangsa ini guna meningkatkan daya saing,” kata Intan. (ELN)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Februari 2016, di halaman 11 dengan judul “Sains dan Teknik Jadi Prioritas”.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB