Saatnya Mengandalkan Sang Surya

- Editor

Kamis, 5 Agustus 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Teknologi pembangkit listrik altematif terus dikembangkan hingga kini. Pria bemama John O’Donnell memberikan solusinya

SEJAK TIGA DASAWARSA SILAM, JOHN O’DONNELL TELAH merenungkan cara menyelamatkan bumi. Medio 1970-an, ia pernah mengemban tugas menemukan cara mengendalikan reaksi fusi—reaksi nuklir yang membangkitkan energi di matahari—di laboratorium Plasma Physics milik Princeton. “Jika upaya tersebut sukses, teknologinya akan mengubah dunia,” ujarnya.

Sayang, upaya itu tidak berhasil. O’Donnell pun menjalani kehidupan biasa. Ia membangun sejumlah perusahaan, yang memproduksi mulai dari semikonduktor hingga super-komputer. O’Donnell hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, meraup berjuta-juta dolar dari perusahaannya, dan punya tiga anak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Obsesinya untuk menyelamatkan bumi muncul lagi tahun lalu. Saat itu, perusahaan cip miliknya yang berbasis di Campbell (California) diakuisisi dan kegiatan operasinya dialihkan ke Shanghai. O’Donnell yang ketika itu baru bercerai tersadar dan berjanji: “Dalam setahun, saya harus mencari sesuatu yang berguna yang bisa saya lakukan,” katanya.

Kini, ia yakin telah menemukannya. O’Donnell berencana memperlambat pemanasan global sekaligus memecahkan masalah energi planet ini. Bukan dengan teknologi plasma, kincir angin, atau batu bara “bersih”, melainkan dengan cermin. Tepatnya, cermin yang membentang sejauh beberapa kilometer.

Hamparan cermin tersebut menyalurkan panas dari sinar matahari ke sejumlah pipa dan memanaskan air yang terdapat di dalamnya. Uap yang dihasilkan akan menggerakkan sejumlah turbin raksasa, Hebatnya, pendekatan termis ini tak akan meng-hasilkan emisi penyebab pemanasan global, tidak mencuatkan kecemasan tentang sampah radioaktif, dan tak memerlukan batu bara (yang kian dipandang buruk). “Saya ingin orang tahu bahwa solusinya ada. Dan solusi tersebut tak akan membuat tagihan listrik membengkak,” ujarnya. Bahkan, O’Donnell yakin teknologi yang ia kembangkan ini akan lebih murah.

Sebuah fantasi? Bisa jadi. Pertanyaan besarnya bukan apakah pembangkit tenaga surya akan berfungsi atau tidak, melainkan seberapa besar tagihan listrik yang akan dibayar. Saat ini, harga cermin pemantul dan sistem turbin uap sekitar setengah harga panel fotovoltaik (PV) yang saat ini banyak dipakai. PV merupakan lembaran semikonduktor yang mengonversi sinar matahari menjadi energi listrik. Namun, harga perangkat tersebut masih dua kali lipat harga pembangkit tenaga batu bara modern. Belum lagi jika berbicara soal proses penyaluran energi yang dihasilkan dari gurun ke kota. Itu bukanlah perkara mudah. “Big Solar hanyalah sebuah angan-angan,” ujar Michael G. Morris, CEO American Electric Power (perusahaan pemakai batu bara arang terbesar di AS).

PEMBANGKIT GODZILLA
PENDUKUNG O’DONNELL SENDIRI menyadari beberapa pernyataannya yang bergelora terkadang berlebihan. “Antusiasme dan komitmen-nya yang luar biasa terhadap upaya ini sungguh mencengangkan,” ujar Roger Clark, director divisi air serta energi Grand Canyon Trust (sebuah kelompok konservasi dan pendukung energi panas matahari).

Namun, dukungan yang diraih O’Donnell justru jauh lebih pesat dari yang diperkirakan banyak orang. Sebuah rencana yang ia susun bersama rekan-rekan di Australia, yang dijuluki “crazy-ass”, untuk menggandakan jumlah keluaran pembangkit tenaga mata-hari dunia berhasil mendapat sokongan dana dari dua pemodal ventura paling tersohor di Silicon Valley, yakni Ray Lane dari Kleiner Perkins Caufield & Byers dan Vinod Khosla (salah seorang pendiri Sun Microsystems Inc.).

Hasilnya adalah Ausra Inc. yang mendapatkan sokongan dana sebesar $47 juta dan kini memiliki sebuah pembangkit perintis di Australia. Pembangkit perintis itu dijuluki Godzilla karena semburan uap yang dihasilkannya. Pada akhir September lalu; Ausra, Pacific Gas & Electric (PG&E), dan Florida Power & Light (FP&L) mengumumkan komitmen untuk memproduksi listrik dari tenaga surya dengan kapasitas 1.000 MW (setara dengan pembangkit tenaga nuklir).

Perincian pelaksanaannya masih dalam tahap negosiasi. Namun, pelaksanaan rencana tersebut sudah pasti akan dimulai dengan pembangunan sebuah pembangkit percontohan berkapasitas 10 MW di Florida, yang kemudian akan ditingkatkan lagi menjadi 300 MW. Ausra, bersama PG&E, ingin membangun sebuah pembangkit berkapasitas 175 MW. Pembangkit-pembangkit ini kemungkinan mulai beroperasi pada 2010. Daya pikat utamanya: Ausra yakin mereka telah menemukan solusi atas masalah terbesar yang dihadapi teknologi pembangkit tenaga matahari—biaya yang tinggi. “Menurut saya, yang menarik dari Ausra, perusahaan ini memanfaatkan pendekatan yang sudah pernah diterapkan dan mampu menekan biaya. Itu membuat pendekatan mereka menjadi lebih murah,” ujar Peter A. Darbee, CEO PG&E.

Setelah pembangkit-pembangkit ini selesai dibangun, O’Donnell hendak membuat pembangkit berkapasitas lima kali lipat lebih hesar. “Pembanglcit tenaga surya bukan hanya teknologi terbaru-kan tercanggih. Teknologi tersebut jelas-jelas dapat ditingkatkan, entah itu di sini atau di negara berkembang seperti India dan China,” ujar Khosla.

Sudah barang tentu, perusahaan yang didirikan O’Donnell tersebut hanyalah satu dari sekian banyak pemain yang berlomba menciptakan energi bebas emisi dengan teknologi panas matahari. Abengoa Bioenergy dan Acciona (dua perusahaan raksasa asal Spanyol) juga terjun ke bidang energi ramah lingkungan. Selain itu, ada Solel Solar Systems. Perusahaan asal Israel ini telah menandatangani kerja sama dengan PG&E untuk membangun pembangkit berdaya 552 MW. Lalu, ada Bright-Source Energy yang berbasis di Oaldand (California). Mereka berhasil menghimpun beberapa perintis yang, pada 1980-an, membangun sembilan pembangkit tenaga surya di Gurun Mojave. “Dengan masuknya Ausra dan perusahaan asal Spanyol serta Israel tersebut, industri pembangkit tenaga surya menjadi sangat kompeti-tif,” ujar Michael R. Peevey, Presiden California Public Utilities Commission.

SOLUSI $0,1
PARA ANALIS MENYEBUTKAN, pada akhirnya, teknologi yang mampu memasok energi de-ngan harga terendahlah yang akan menang. Mereka akan suk-ses besar jika mampu memasok listrik dengan harga yang men-dekati banderol yang ditawar-kan pembangkit tenaga gas atau pembangkit batu bara arang modern saat ini. Angka ajaib yang harus dicapai adalah $0,1 per KWh atau lebih murah lagi. “Jika tarif operasi sebuah pembangkit tenaga surya bisa kita patok ke angka $0,1, pembangkit tersebut akan menjadi pemenang mutlak,” ujar Mark Kapner, senior strategy engineer di Austin Energy.

Atas asumsi ini Ausra mengaku pendekatan sederhana yang mereka miliki telah berhasil menekan tarif operasi hingga $0,1— sekalipun setelah memasukkan risiko tambahan yang dituntut oleh para investor utama ke dalam perhitungan. “Mereka berhasil menekan banyak biaya lewat rekayasa,” ujar Lewis Hay III, CEO Florida Power & Light. Para pakar sependapat bahwa penekanan harga serendah itu bisa saja terwujud, tapi masih butuh beberapa tahun lagi untuk merekayasa teknologi mereka agar mampu menawarkan tarif semurah yang diumumkan Ausra. “Sepertinya ada jalan setapak menuju tenaga surya murah,” ujar Andrew Kinross di Navigant Consulting Inc.

Peluang tersebut bertambah besar ketika pemerintah AS menaikkan pajak emisi CO2, sebagai bagian dari partisipasi mereka untuk memperlambat perubahan iklim. “Semua orang berasumsi harga karbon akan melejit,” ujar David Crane, CEO NRG Energy Inc. (produsen generator listrik yang berbasis di Princeton, New Jersey). Situasi itu akan meningkatkan tarif listrik dari pem-bangkit tenaga batu bara sekurang-kurangnya 20%.

O’Donnell, yang tingginya mencapai 188 sentimeter dan memiliki perawakan ramping layaknya atlet kawakan, adalah pria yang selalu bersemangat dan rela hidup berpindah-pindah demi menyukseskan solusi energinya. “Ia memang mempromosikan perusahaannya sendirian. Tetapi ia juga menjadi tokoh utama yang menyerukan upaya bersama untuk berinvestasi ke generasi tenaga bebas karbon,” ujar Tom Plant, direktur urusan energi untuk Gubernur Colorado. “Ke mana saja saya menoleh, dia ada di hadapan saya.”

O’Donnell bisa ditemukan di kantor gubernur atau senator, atau sedang berceramah di hadapan komisaris Provinsi Nevada. (Cerita yang disampaikannya bukan tentang pemanasan global melainkan mengenai manfaat yang bisa diraih dengan pembangkit tenaga surya.) Sebagai executive vice-president di Ausra, “O’Donnell berperan sebagai promotor,” ujar Lane. O’Donnell mengikuti kursus pilot agar bisa terbang sendiri ke beberapa pembangkit perusahaannya yang berlokasi di wilayah terpencil. “O’Donnell dan saya pernah terbang ke wilayah timur Nevada dengan sebuah pesawat kecil,” ujar Scot Rutledge, Executive Director Nevada Conservation League. “Itu menjadi salah satu pengalaman terbang yang paling menegangkan sekaligus menyenangkan bagi saya.” SELALU

TERSTIMULASI
SAYA SUDAH 35 TAHUN mengenal O’Donnell. Kami berbagi kamar ketika masih berstatus mahasiswa tingkat dua di Yale College. Saya melihatnya sebagai orang yang cerdas tapi tidak bahagia. Orangnya kutu buku. (Ketika saya memberi tahu Lane tentang hubungan di kampus tersebut, ia menjawab: “Bagaimana Anda bisa betah? O’Donnell itu selalu 100% terstimulasi.”)

Setelah itu saya kehilangan kontak dengannya. Kami tak pernah saling bertemu hingga tahun 2001. Kemudian, saya mengamati kiprahnya di bidang energi surya. Awalnya, saya memandangnya skeptis. Namun kemudian ketertarikan saya tumbuh ketika mimpinya kian menjadi kenyataan. Semuanya ada; mulai dari teknologi, penyokong berupa sejumlah sosok tersohor dan berpengaruh, hingga ldien berupa perusahaan layanan publik besar.

Kiprah O’Donnell dimulai pada musim panas 2005, ketika ia menyimak ceramah Steven Chu, direktur di Lawrence Berkeley National Laboratory yang meraih Nobel. “Chu mengatakan bahwa semua yang Anda dengar tentang perubahan iklim salah. Keadaannya lebih buruk dari yang orang ketahui. Dan semua insinyur semestinya fokus ke masalah tersebut,” kenang O’Donnell. Ia meraih kesempatan untuk menekuni masalah tersebut pada April berikutnya, setelah meninggalkan Equator (perusahaan cip pemroses video yang didirikannya). Ia pergi membawa uang sebesar satu tahun gaji.

O’Donnell melancong ke berbagai tempat untuk mengikuti seminar, memburu makalah penelitian, dan berdiskusi dengan beberapa peneliti. Setelah itu, ia menjadi yakin bahwa yang dikatakan Chu itu benar. Mencegah bahaya dari pemanasan global—banjir, badai dahsyat, dan kelaparan—membutuhkan perubahan yang nyaris tak terbayangkan. Artinya, menurut laporan terbaru dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), hal itu bisa memangkas emisi CO2 hingga jumlah yang nyaris tak terbayangkan—yang mencapai 80% dalam kurun waktu 40 tahun. O’Donnell menolak hampir semua alternatif sumber energi yang diajukan. Ia menyimpulkan, pemakaian batu bara ramah lingkungan melibatkan proses menambang dan menyimpan karbon. Ini memakan biaya yang tinggi dan tidak praktis. Sementara itu, turbin bertenaga angin dan panel sel surya—alternatif yang biasanya dielu-elukan—gagal memenuhi ekspektasi. Ketika matahari di siang hari sedang panas-panasnya, angin sepoi-sepoi biasanya justru menghilang. Maka, orang pun menghidupkan AC. “Angin tak bisa diandalkan ketika matahari sedang terik-teriknya,” ujar Fong Wan, vice-president divisi pasokan energi di PG&E. Oleh karena itu, teknologi tersebut hanya bisa memasok 15% hingga 20% kebutuhan listrik. Panel fotovoltaik surya juga tak bisa mem-berilcan pengaruh yang berarti karena biayanya terlalu mahal. “Panel fotovoltaik surya adalah bisnis yang bagus. Tetapi tak ada keterkaitan dengan masalah iklim,” ujar O’Donnell.

Ia tak menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap banyak anggota komunitas ramah lingkungan. “Banyak orang dalam komunitas lingkungan pura-pura tak bisa berhitung,” katanya. O’Donnell menambahkan, jika benar-benar serius tentang masalah ini, kita harus merencanakan sesuatu yang cukup besar dengan banderol yang masuk akal dan bisa memasok tenaga untuk AS serta Eropa—dan juga China serta India.

O’Donnell pun sampai pada satu kesimpulan, satu-satunya pendekatan yang praktis adalah teknologi panas surya tersentralisasi. Teknologi tersebut akan menutupi berhektare-hektare lahan dengan cermin yang berperan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin. Pada 1980-an, teknologi ini sudah diterapkan Luz Corp., perusahaan asal Israel, di sembilan pembangkit tenaga listrik mereka di Gurun Mojave. Pembangkit-pembangkit tenaga listrik itu tersusun atas sejumlah kontainer cermin berbentuk parabola yang berfungsi menyalurkan sinar matahari ke beberapa pipa berisi minyak yang terpasang ke kontainer-kontainer tersebut. Minyak itu kemudian memanaskan air untuk menghasilkan uap. Pembangkit-pembangkit tenaga surya tersebut sampai sekarang masih berfungsi: membangkitkan listrik berkapasitas 354 MW dengan keandalan yang luar biasa. Tetapi, biaya operasi pembangkit-pembangkit itu tak bisa ditekan ke level yang bisa memikat perusahaan layanan publik.

Sementara itu, Acciona yang berbasis di Spanyol telah membangun pembangkit tenaga surya versi terbaru mereka yang memiliki kapasitas 64 MW di Gurun Nevada. Panel parabolanya berfungsi dengan bailc. Namun, salah satu kelemahannya, cermin pemantul sinar surya pembangkit tersebut menuntut presisi yang tinggi. Ini membuat teknologinya sulit diaplikasikan dan biaya pembangunannya mahaL Alat tersebut mampu menekan biaya dari $0,28 per KW11. nienjadi $0,16. Sementara itu, seri yang terbaru mampu menekan harga hingga satu atau dua sen lebih murah dari itu. Tetapi, itu belum cukup bagi O’Donnell. Ia bertekad untuk menekan biaya operasi menjadi $0,1 dan kemudian mengusahakan yang lebih murah dari itu. Jadi, apakah ada yang lebih baik dan lebih murah?

`ALATNYA BEKERJA’
O’DONNELL SECARA KEBETULAN menemukan jawaban yang ia cari-cari saat membaca sebuah jurnal ilmiah pada Mei tahun lalu. Sebuah makalah yang dibuat oleh David Mills, profesor di University of Sydney, menggambarkan sebuah ladang cermin pemantul sinar surya.

Cermin yang berbentuk nyaris datar sempurna itu menyalurkan sinar matahari ke sejumlah tabung yang terpasang pada tiang yang diletakkan di atas cermin tersebut (lihat diagram). Teknologi cermin pemantul sinar surya seperti itu lebih mudah dan murah untuk diwujudkan dibanding kontainer parabola yang disebutkan tadi. Dan itu bisa dirancang cukup kuat untuk tahan terhadap badai yang kerap menyerang Florida.

Rancangan Mills itu memanfaatkan panas matahari untuk mengubah air menjadi uap. “Rancangannya membuat saya terpesona. Saya berkata dalam hati: Wah, Mills benar-benar genius —atau malah gila,'” kenang O’Donnell. “Jika teknologi tersebut bisa menyaingi pembangkit batu bara, rancangannya bisa mengubah dunia.”

Semakin lama, O’Donnell tidak hanya terpikat dengan teori yang disampaikan Mills tapi juga tertarik dengan sosok sang profesor. Selama tiga dasawarsa ini, Mills menekuni teknologi surya. Untuk mengembangkan teknologi ini, ia berkolaborasi dengan Peter Le Lievre, seorang pebisnis lokal. Le Lievre merakit bagian pertama dari perangkat cermin pemantul sinar surya yang dibuat Mills di sebuah garasi yang disewanya. Mereka sempat kesulitan membawa keluar perangkat itu dari garasi karena ukurannya terlalu besar. Namun akhirnya rancangan tersebut terbukti berfungsi. “Cermin yang pertama memiliki fokus yang sangat bagus. Cermin tersebut bisa membakar rambut di tangan Anda,” ujar Le Lievre. (Uniknya, keduanya sempat membuat kendaraan berfitur liftgate [pintu yang membuka dan menutup secara ver-tikal] yang mempermudah para peternak mengangkut domba mereka).

Dengan dana yang minim, di dekat sebuah pembangkit tenaga batu bara di Liddell, New South Wales, mereka memasang 60 cermin pemantul sinar surya secara berderet untuk membuat sebuah pembangkit berkapasitas 1 MW. Saat tombol dipencet, uap menyembur keluar. “Semua orang tercengang karena alatnya lang-sung bekerja baik pada percobaan pertama,” ujar Mills.

Pada Mei 2006, O’Donnell mengirim Mills sebuah e-mail. “Tanggapan yang saya berikan kurang lebih memintanya untuk pergi,” ujar Mills. “Tapi ia cukup keras kepala.” Pada bulan September, O’Donnell terbang ke Australia. Di sana, ia malah ditanggapi dengan lebih skeptis. “Kami mengatakan, Anda harus memberi kami uang yang sangat banyak karena kami sedang berada pada posisi yang tepat,” ujar Le Lievre.

Kocek O’Donnell memang tidak cukup tebal Namun ia punya beberapa koneksi yang bisa diandalkan. Saat itu, ia tengah membantu Vinod Khosla mengevaluasi beberapa perusahaan yang menekuni energi surya. Ia memberi tahu Khosla bahwa pendekatan orang-orang Australia itu adalah yang terbaik. Ia dan Le Lievre segera menyusun rencana untuk membangun pembangkit listrik berkapasitas 2 GW (2.000 MW). Jumlah ini menggandakan keluaran pembangkit tenaga surya di dunia saat ini. “Itu baru aksi pembuka kami,” ujar O’Donnell.

Pada awal Oktober lalu, Mills dan Le Lievre berkunjung ke California. “Saat itu saya sama sekali tidak mengenal Vinod Khosla. Jadi, saya sama sekali tak segan,” kenang Le Lievre. Enam hari kemudian, O’Donnell dan teman-teman dari Australia serta sejumlah pemodal ventura akhirnya menyepakati semua persyaratan investasi senilai $47 juta.

Meski begitu, masih ada keraguan di benak Khosla. “Kami tahu rancangannya akan bekerja dengan baik. Tapi dengan biaya berapa dan bagaimana kinerjanya?” ujarnya. “Apakah setelah 15 tahun cermin tersebut akan mengelupas, atau kualitas lapisan pada tabungnya akan menurun?” Khosla lantas menyewa Black & Veatch Corp., sebuah firma engineering, untuk meneliti pembangkit di Australia tersebut. “Menghabiskan dana sebesar itu demi ketelitian merupakan hal yang tak lazim bagi seorang pemodal ventura,” ujar Khosla. PG&E juga mengutus beberapa insinyur. Untunglah isi laporannya bagus.

Sementara itu, Ausra menemukan tempat di Palo Alto, California. Mills dan Le Lievre lantas beremigrasi dari tempat asalnya ke lokasi di sekitar kota tersebut. (Le Lievre berangkat bekerja dengan sebuah sepeda khusus yang dijalankan dengan gerakan mengayuh—sebuah latihan untuk menggerakkan semua ototnya sebagaimana direkomendasi sang istri yang bekerja sebagai instruktur senam Pilates.) O’Donnell menyewa dua eksekutif perusahaan layanan publik yang sudah berpengalaman membangun pembangkit listrik di Cile, India, dan El Salvador.

Ketika O’Donnell dan saya bersama-sama mengelilingi Palo Alto dengan sepeda berkursi ganda miliknya, ia berkata: “Pergi bekerja adalah hal yang paling menyenangkan dalam hidup saya. Kami mempunyai visi, koneksi untuk mengatasi masalah yang lebih besar, tim yang mengurusi masalah komersial, dan tim keuangan.”

Pembangkit listrik dengan teknologi yang menjanjikan dan memiliki kapasitas 10 MW serta menghabiskan dana sekitar $400 juta memang sebuah lompatan besar. Langkah pertama mereka yang cukup penting adalah saat melakukan kontrak dengan sebuah perusahaan layanan publik untuk memasok listrik dengan tarif yang ditentukan—kesepakatan yang mereka juluki sebagai pembelian energi dan akan diumumkan dalam waktu dekat. Tetapi semua ini bukannya tanpa risiko. Apalagi jika pembangkit tenaga surya itu tak mampu memasok dengan tarif yang telah ditentukan, para investor akan mengalami kerugian yang cukup besar.

Oleh karena itu, para bankir investasi bersikap hati-hati. Sebagai contoh, Acciona sempat menghadapi sejumlah rintangan ketika membangun pembangkit tenaga surya berkapasitas 64 MW di Nevada. Beruntung, akhirnya mereka berhasil meraih pendanaan karena teknologi kontainer berbentuk parabola telah terbukti berfungsi. “Isu risikonya amat besar. Jika pembangkit yang sejenis tak mampu beroperasi selama 20 tahun, mereka akan menghadapi masalah yang lebih berat,” ujar Frederick H. Morsep konsultan kawakan industri tersebut yang menjabat senior adviser untuk Abengoa.

Sebagai perusahaan baru dengan teknologi yang lebih mutakhir, Ausra memiliki masalah pendanaan yang lebih pelik. Para pembangun pembangkit tenaga batu bara mampu menjamin 80% hingga 90% pembayaran kembali utang dengan tingkat bunga 5,5% hingga 6%. Para investor ekuitas memperkirakan akan meraih kurang lebih 11% imbal hasil atas investasi mereka ke pembangkit tenaga batu bara. Itu berarti rata-rata biaya modalnya kurang lebih 7%. Namun, untuk pembangkit tenaga surya, para investor menuntut jaminan atas risiko. Hal ini karena belum ada yang pernah membangun pembangkit tenaga surya raksasa sebelumnya. Investor ekuitas yang bisa digaet O’Donnell menuntut imbal hasil sebesar 20%. Plus, ia hanya boleh mendapat persentase utang sebesar 50%, dengan bunga 7,5%. Dengan begitu, biaya modal atas pembangunan pembangkit perintis Ausra menjadi sebesar 12%.

Dengan adanya kenyataan itu, mereka berharap pembangkit pertama yang dibangun akan membuktikan kepada para investor bahwa risiko yang mereka tanggung rendah. Dengan demikian, modal yang dibutuhkan di masa depan menjadi berkurang. Kondisi itu akan memungkinkan Ausra menekan tarif lebih rendah dari $0,104. “Setelah orang membangun satu atau dua unit, risiko jaminan keuangannya akan terhapus,” ujar Jim Ferland, senior vice-president PNM (perusahaan layanan publik yang bertempat di New Mexico).

Meski hasilnya masih belum pasti, sejumlah investor tetap berani. Ada perasaan dalam komunitas keuangan bahwa gairah pembangkit tenaga angin dan etanol telah berlalu dan digantikan dengan tren tenaga surya. “Volume kesepakatan atas proyek pembangkit tenaga surya telah meningkat,” ujar Keith Martin, rekanan di Chadbourne & Parke di Washington. “Pembangkit tenaga surya menjadi area pendanaan dengan pertumbuhan terpesat di sini.”

Tren ini jelas membantu Ausra. Pada pertengahan September lalu, perusahaan tersebut mengangkat Robert E. Fshman, eksekutif kawakan di Calpine Corp., sebagai CEO. Langkah ini membebaskan O’Donnell untuk fokus pada tugasnya sebagai promotor. Ausra pun sibuk mendorong kesepakatan di Arizona, Colorado, dan Nevada. “Mereka begitu yakin memiliki solusi teknologi atas rnasnlah energi. Dan mereka mengembangkan teknologi itu ketika sebagian besar orang di pemerintahan sibuk memperdebatkan masalah tersebut,” ujar Senator Jeff Bingaman (perwakilan New Mexico) yang Chairman Energy & Natural Resources Committee. Sebelumnya, ia pernah bertemu dengan O’Dornell dan Khosla.

Para pesaing utama Ausra mengatakan perusahaan tersebut berbeda dengan perusahaan sejenisnya. Kelompok yang skeptis memprediksi, Ausra akan mengalami masalah teknis yang akan meningkatkan biaya pembangunan saat mendirikan pembangkit perdana. “Mereka mengajukan biaya pembangunan yang sangat rendah,” ujar Morse. “Tapi, jika mereka benar, pembangkit mereka akan terbukti layak didanai. Dan, jika mampu berfungsi selama tiga dasawarsa dan terus memenuhi kebutuhan pasokan listrik perusahaan layanan publik, pembangkit tersebut bisa dikatakan sukses besar. Perusahaan layanan publik yang bekerja sama dengan mereka akan dipandang genius. Demikian pula dengan Anda karena menulis tentang mereka.”

Ilmu fisika dasar membuktikan ada cukup sinar matahari di gurun di barat daya AS untuk memasok kebutuhan listrik seluruh negeri—jika ada cukup cermin pemantul sinar surya. Namun, O’Donnell sudah memikirkan langkah selanjutnya yang mengglobal. Ia memperkirakan Eropa bisa memenuhi semua kebutuhan listriknya bila perusahaan tersebut membangun Big Solar di Maroko. Ia bahkan sudah memiliki siasat jeli untuk China. “Sebenarnya, rencana awalnya adalah perusahaan tersebut akan memulai sebuah perlombaan. Kami akan memulai di AS China pasti akan terpancing untuk mengikuti. Jika mereka memutuskan untuk mencontoh kami, itu bagus!” katanya.

Namun, rekan-rekan O’Donnell merasa komentar seperti itu berlebihan “O’Donnell terdengar seperti ilmuwan gila,” ujar Ray Lane dari Kleiner Perkins Caufield & Byers. “Otaknya sungguh tajam dan IQ-nya begitu tinggi. Tapi, ia tak bisa menjaga mulutnya. Semua hal yang dikatakannya setahun lalu membuat kami sekarang ikut-ikutan mengatakannya. Tetapi, kami membutuhkannya untuk terus maju.

Tenaga Surya Kian Populer
Beberapa perusahaan tengah bersaing membangun pembangkit listrik baru. Mereka memanfaatkan aneka bentuk cermin untuk mengalirkan panas sinar matahari ke pipa atau menara air. Berikut ini beberapa proyek dan rencana (1.000 MW mampu memasok listrik ke 750.000 rumah).

1980-an
Pembangkit kontainer cermin berkapasitas 354 MW di Gurun Mojave (Luz)

2004
Pembangkit dari cermin datar berkapasitas 1 MW di Australia (Ausra)

2006
Pembangkit kontainer cermin di Arizona berkapa sitas 1 MW (Acciona Energia yang berbasis di Spanyol)

2007
11 MW dari cermin yang diletakkan di atas menara di Spanyol (Abengoa) 64 MW dari pembangkit kontainer cermin (Acciona)

2008-2009
Tiga pembangkit berkapasitas 50 MW yang memanfaatkan sejumlah kontainer cermin di Spanyol (Solar Millennium; Abengoa) 25 MW dari pembangkit kontainer cermin di Algeria dan Marok (Abengoa) 20 MW dari proyek menara pembangkit di Spanyol (Abengoa)

2010+
500+ MW dari cermin berbentuk piringan (Stirling Energy Systems) 553-MW dari pembangkit kontainer cermin (Solel Solar Systems) 700-MW dari pembangkit cermin layar datar untuk PG&E and FP&L (Ausra)
Data: Morse Associates

OLEH JOHN CAREY, BUSINESSWEEK -Bersama Adam Aston

Sumber: Bussines Week Edisi Indonesia, No. 29, 7 November 2007

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB