Saatnya Memacu Perkuliahan Digital

- Editor

Selasa, 6 Maret 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Memasuki era revolusi industri 4.0 yang berbasis digital, pendidikan tinggi harus dikelola secara fleksibel tanpa terjebak rutinitas. Era tersebut mensyaratkan berbagai terobosan perguruan tinggi dalam menyiapkan sumber daya manusia yang kompetitif.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam acara kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) di Jakarta, Senin (5/3), menyebutkan empat kebijakan terobosan untuk memperkuat peran perguruan tinggi (PT) menyongsong era revolusi industri 4.0.

Kebijakan tersebut mencakup membebaskan nomenklatur program studi yang mendukung pengembangan kompetensi industri 4.0, melaksanakan kuliah pendidikan jarak jauh, mengundang perguruan tinggi luar negeri untuk membuka program studi yang mendukung industri 4.0.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Nasir, pada era industri 4.0 ini, teknologi digital semakin menguat. Kompetensi terkait digital, seperti pengodean, pemrograman, dan kecerdasan buatan bukan lagi monopoli mahasiswa teknologi informasi dan komunikasi atau sistem manajemen. Mahasiswa bidang lain juga bisa dibekali dengan kompetensi tersebut.

”Selain itu, tentu juga memperkuat kompetensi kewirausahaan mahasiswa,” katanya.

Nasir mengatakan, pengembangan pendidikan tinggi jarak jauh juga semakin menjadi kebutuhan.

–Menristek dan Dikti Mohamad Nasir memberikan kuliah umum soal kesiapan perguruan tinggi menghadapi revolusi industri 4.0 di Uhamka Jakarta, Senin (5/3). Kompas/Ester Lince Napitupulu.

”Kami mendorong PT yang hendak memperkuat PJJ (pendidikan jarak jauh), baik dalam bentuk mata kuliah, blended learning (pembelajaran campur), maupun yang full online (dalam jaringan). Negara lain sudah banyak melakukan sehingga angka partisipasi kasar (APK) PT bisa meningkat,” tuturnya.

Saat ini, APK PT di Indonesia hanya 31 persen dengan jumlah total sekitar 5 juta mahasiswa di lebih dari 4.500 PT. Di Malaysia, APK PT sudah mencapai lebih dari 38 persen, Thailand lebih dari 51 persen, dan Korea Selatan 92 persen.

”Kita harus melakukan lompatan untuk meningkatkan APK dengan mencontoh negara lain yang pemerintahnya mendukung pendidikan jarak jauh, seperti Korea Selatan. Jika mengandalkan cara konvensional saja, kita sangat ketinggalan,” kata Nasir seraya menargetkan APK 2019 mencapai 35 persen.

Kompetensi dosen
Dalam mengubah pembelajaran secara daring, ujar Nasir, dibutuhkan penguatan kompetensi dosen untuk menjadi tutor. Para dosen harus mampu mengembangkan pembelajaran secara kreatif. Keterbatasan dosen dan profesor di negara lain dapat diatasi dengan berkembangnya pendidikan jarak jauh.

Ia juga menegaskan komitmen Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk fleksibel dalam memberikan izin baru pembukaan program studi. Yang penting masuk dalam rumpun ilmu yang ditetapkan.

Sebagai contoh, pengajuan program studi smart technology atau smart data yang belum dikenal namanya harus bisa diberi izin karena masih masuk dalam rumpun sistem informasi.

Pemberian gelar sarjana, magister, dan doktor juga nanti dibebaskan kepada PT masing-masing. Pemerintah hanya mengatur label depannya, yakni sarjana, magister, dan doktornya. ”Di era disrupsi ini, kita harus berani membuat terobosan,” ucap Nasir.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah yang punya 173 PT berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan. Termasuk pula bekerja sama dengan perguruan tinggi dari negara lain, seperti Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan China.

Haedar menyebutkan rencana untuk membuka sekolah Muhammadiyah di Melborune, Australia. Sudah tersedia lahan seluas 10 hektar. Ada juga rencana membangun universitas Muhammadiyah di Malaysia.

Dalam acara itu, Nasir menyerahkan surat keputusan kepada Uhamka Jakarta untuk mendirikan fakultas kedokteran. Surat itu diserahkan kepada Rektor Uhamka Suyatno dan Haedar. (ELN)–ESTER LINCE NAPITUPULU

Sumber: Kompas, 6 Maret 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB