Kegiatan ”empiris” perlu didukung penelitian yang dilakukan perguruan tinggi. Namun, selama ini hal itu tak terjadi. Untuk mengatasi kesenjangan itu, penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dilakukan.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir menyampaikan hal itu dalam pertemuan dengan jajaran pimpinan di Kemenristek, Senin (27/10) sore, seusai menghadiri sidang kabinet perdana.
Asisten Deputi Relevansi Kebijakan Riset Iptek Kemenristek Sadjuga menjelaskan, penggabungan itu untuk mendekatkan pendidikan dan riset. Selain itu, pendekatan struktur dengan penggabungan itu bisa mengangkat riset teknologi sejajar dengan pendidikan. Sebab, Pasal 31 Ayat 5 UUD 1945 menyebutkan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Selama ini, pendidikan diprioritaskan daripada riset iptek, yang ditandai alokasi dana lebih rendah dibandingkan pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejauh ini, Kemenristek memikirkan pengembangan iptek demi meningkatkan ekonomi. Jadi, kuncinya bagaimana riset di perguruan tinggi dipakai industri. Namun, terjadi kesenjangan antara riset dan industri, misalnya Indonesia punya industri perminyakan, tetapi teknologi dari negara lain. Perguruan tinggi dan lembaga riset tak dikembangkan untuk mendukungnya.
Jadi, penggabungan itu untuk mengatasi kesenjangan sehingga dari riset hingga penerapan di industri satu dirigen. ”Namun, sekarang, yang perlu diubah adalah pola pikir,” ujarnya.
Menurut Staf Ahli Menristek Teguh Rahardjo, dengan penggabungan itu, perguruan tinggi akan diarahkan menjadi ”universitas riset”. Selama ini pendidikan tinggi cenderung sebagai ”universitas pengajaran”.
Sementara itu, Ketua Forum Rektor Indonesia Ravik Karsidi mengatakan, penggabungan pendidikan tinggi ke Kemenristek mendorong budaya ilmiah di perguruan tinggi untuk menghasilkan inovasi. Selain itu, triple helix agar riset bisa diterapkan di industri dan masyarakat lebih mudah terwujud.
”Penggabungan itu seharusnya memperkuat daya dukung lembaga iptek dan penyerapan hasil riset di perguruan tinggi demi mendukung industri strategis yang dikembangkan pemerintahan Joko Widodo,” kata Ravik yang juga Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selain membuat riset di perguruan tinggi kian kuat dan termanfaatkan, pengembangan perguruan tinggi harus jadi perhatian. Kemenristek dan Dikti diharapkan mengakomodasi Ditjen Pendidikan Tinggi yang semula di Kemdikbud untuk mengurus kebijakan perguruan tinggi.
”Karena itu, pendidikan tinggi tetap berkomitmen membangun jati diri mahasiswa agar bangga sebagai bangsa Indonesia dan membangun kemandirian,” ujarnya. (YUN/ELN)
Sumber: Kompas, 28 Oktober 2014