Petani di Indonesia bergantung pada penggunaan bahan kimia yang merusak tanah. Karena itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mendorong pengembangan pertanian organik, khususnya memakai rizobakteri, untuk memberi hasil lebih baik dan ramah lingkungan.
Hal itu terungkap dalam Konferensi Internasional Ke-5 Asian Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) untuk pertanian berkelanjutan yang diselenggarakan oleh LIPI bersama PGPR Asia, di Bogor, Senin (17/7). Acara itu diikuti 250 peserta dari 14 negara di Asia dan 7 negara dari luar Asia.
“Rizobakteri cocok bagi tanaman yang stres nutrisi dan fisik. Mereka bekerja sama dengan akar tumbuhan dan amat cepat beradaptasi dengan jenis dan kondisi tanah,” kata peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Sarjiya Antonius.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rizobakteri merupakan kelompok bakteri berkoloni dengan akar untuk menyediakan dan memfasilitasi penyerapan unsur hara dalam tanah yang membuat tanaman lebih subur. Bahkan, bakteri-bakteri itu mampu meningkatkan kekebalan tanaman terhadap serangan hama.
Dukungan pemda
Rizobakteri pemacu tumbuhan tanaman (RPTT) jadi formula yang dipakai peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI saat diseminasi ke petani. Formula RPTT itu dipakai di 60 area pada 22 provinsi. “Di Purbalingga, pemerintah daerah menyediakan anggaran khusus untuk membantu petani menerapkan pertanian organik,” ujarnya.
Sejauh ini 38 persen lahan pertanian yang tersisa di bumi terdegradasi akibat salah kelola, di antaranya masih memakai pestisida, urea, dan bahan kimia lain. “Petani mengeluh karena produk organik susah laku di pasaran karena harganya terlalu tinggi. Namun, kami optimistis pertanian organik jadi cara terbaik mewujudkan pertanian berkelanjutan,” ungkapnya.
Pertanian berkelanjutan mempertimbangkan lingkungan sehat dan kelayakan ekonomi. Itu mensyaratkan, antara lain, produktivitas tinggi. “Rizobakteri bisa melakukan itu. Di Magelang, petani mendapat hasil lebih banyak tiga kali lipat,” ujarnya.
Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati, pihaknya membuat lisensi bagi perusahaan yang memakai formula itu untuk dunia usaha. Itu bertujuan mendorong petani beralih ke pertanian organik. “Ke depan, setiap formula akan dilabeli sesuai dengan jenis dan kondisi tanah,” ucapnya.
Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Ocky Karna Radjasa menambahkan, pihaknya punya 10 program prioritas riset, termasuk pertanian dan ketahanan pangan. RPTT membantu membenahi ekosistem tanah rusak. (IDO)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juli 2017, di halaman 14 dengan judul “Rizobakteri Memacu Pertanian Organik”.