Radiasi matahari melonjak sejak minggu lalu. Hamburan partikel sinar matahari itu berpotensi meningkat jadi badai matahari yang mengganggu sistem komunikasi radio frekuensi tinggi dan navigasi satelit di ruang angkasa.
“Juga dapat memadamkan pembangkit listrik di bumi,” kata Jiyo Harjo Suwito, Kepala Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) di Jakarta, Rabu (18/3). Kondisi permukaan matahari terpantau teropong matahari di Tanjung Sari Sumedang, Jawa Barat, yang dikirim secara telemetri ke Pusat Sains Antariksa Lapan, Bandung.
“Flare yang keluar 11 Maret 2015 pukul 23:22 WIB itu flare ekstrem pertama 2015,” kata Tiar Dani, koordinator tim informasi prediksi cuaca antariksa atau Space Weather Information and Forecast Services (SWIFtS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Badai matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME). Flare adalah ledakan besar di atmosfer matahari yang dayanya setara 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang melontarkan partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.
Menurut Tiar, beberapa gangguan sudah terjadi di radio komunikasi HF (high frequency) dan gangguan medan magnet bumi akibat flare C disertai CME pada 15 Maret. Proton berenergi tinggi juga meningkat dan berpotensi mengganggu sistem elektronik satelit.
Lonjakan jumlah flare yang menimbulkan badai matahari ada siklusnya atau siklus ke-24, yaitu setiap 11-14 tahun.
“Siklus kali ini tak seintens siklus sebelumnya. Ada kecenderungan semakin menurun. Hal ini masih membingungkan bagi para peneliti aktivitas matahari di seluruh dunia,” ujar Tiar.(YUN)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Maret 2015, di halaman 14 dengan judul “Radiasi Matahari Melonjak Ganggu Komunikasi Radio”.