Home / Berita / PTS di Kalimantan Meminta Pembinaan Lebih Intensif

PTS di Kalimantan Meminta Pembinaan Lebih Intensif

Perguruan tinggi swasta se-Kalimantan membutuhkan bantuan yang lebih intensif untuk meningkatkan mutu dan akreditasi. Diharapkan ada prioritas pemberian hibah maupun beasiswa kepada para dosen untuk melanjutkan pendidikan maupun melakukan penelitian yang lebih mendalam.

“Dari 168 perguruan tinggi swasta (PTS) se-Kalimantan, belum ada yang memiliki akreditasi A,” kata Kepala lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IX Udiansyah di Jakarta, Selasa (18/3/2019), pada rapat kerja Wilayah IX. Lembaga Layanan Dikti Wilayah IX mencakup seluruh provinsi di Pulau Kalimantan.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IX Udiansyah menyampaikan situasi perguruan tinggi swasta di Pulau Kalimantan dalam rapat kerja di Jakarta, Selasa (18/3/2019). Wilayah IX mengelola perguruan tinggi swasta se-Kalimantan.

Di Kalimantan, ada 18 perguruan tinggi negeri (PTN) dan semua langsung di bawah pengawasan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti). Adapun PTS kebijakannya berada di bawah pimpinan masing-masing dan juga yayasan pengelola. Mereka semua bernaung di bawah Lembaga Layanan Dikti yang berkoordinasi dengan Kemristek dan Dikti.

Udiansyah mengungkapkan, ada 26 PTS dengan akreditasi B dan 167 PTS terakreditasi C, sisanya belum terakreditasi. Akibatnya, pencapaian mutu perkuliahan, riset, dan pengabdian masyarakat belum memenuhi target.

Hal itu juga tercermin dari jumlah dosen. Dari 5.371 dosen PTS, sebanyak 5.081 dosen baru memiliki gelar magister. Artinya, yang sudah bergelar doktor kurang dari 10 persen, apalagi yang sudah menyandang status guru besar.

Padahal, aturan Kemristek dan Dikti menyatakan bahwa setiap program studi (prodi) harus memiliki setidaknya satu guru besar. Untuk prodi “gemuk”, yaitu prodi dengan banyak peminat seperti ekonomi, komunikasi, dan kedokteran membutuhkan tiga hingga lima guru besar. Data per tahun 2016, di PTS se-Indonesia hanya ada 795 guru besar. (Kompas, 10 September 2016).

Udiansyah mengutarakan, PTS meminta agar pemerintah mau memberi prioritas bagi para dosen PTS untuk melanjutkan kuliah S3. Kalau bisa, mereka melanjutkan kuliah S3 dengan bantuan beasiswa, misalnya dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.

“Sejauh ini, dari pihak pemerintah daerah, baru Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran yang sudah mengatakan bersedia membiayai 100 orang dosen untuk mengambil S3 di tahun 2019,” ujarnya.

Selain itu, Udiansyah mengemukakan agar pemerintah juga bisa memberi pendampingan peningkatan mutu dan akreditasi kepada PTS. Misalnya dari cara pengelolaan lembaga, penyusunan kurikulum, praktik perkuliahan, evaluasi, pengembangan riset, dan keterlibatan di dalam masyarakat.

Akreditasi
Sekretaris Direktur Jenderal Kelembagaan Kemristek dan Dikti Agus Indarjo mengatakan, dari 4.700 PTS dan PTN memang baru 2.003 memiliki akreditasi. Hanya 86 PT sudah menyandang akreditasi A. Artinya, setengah dari perguruan tinggi di Indonesia belum memiliki akreditasi.

Dari segi jumlah mahasiswa, baru 34,58 persen anak muda Indonesia yang duduk di bangku kuliah. Padahal, pemerintah sudah memberi berbagai bantuan kuliah seperti Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin, beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik, dan beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi. Ke depan juga ada Kartu Indonesia Pintar Kuliah.

“Harus dipertimbangkan juga bahwa jangan-jangan mayoritas anak muda tidak mau kuliah karena takut jika sudah jadi sarjana tetap akan menganggur,” kata Agus. Ia mengutip data Badan Pusat Statistik yang mengatakan bahwa 6,31 persen pengangguran adalah sarjana karena kompetensi mereka tidak relevan dengan kebutuhan zaman.

Pemerintah memberi hibah kepada PTS untuk meningkatkan mutu. Terdapat pula bantuan yang lebih spesifik berupa pembinaan bagi prodi keinsinyuran dan vokasi karena kedua jurusan itu yang diprioritaskan untuk saat ini. Selain itu, juga akan dilakukan revisi Standar Nasional Dikti agar sesuai dengan strategi pengembangan dan pembangunan setiap wilayah sehingga perguruan tinggi bisa menyusun cetak biru masing-masing.

Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 20 Maret 2019

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d blogger menyukai ini: