Para peneliti Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, berhasil membuat probiotik lokal. Hal itu memberi peluang pemanfaatan keberlimpahan mikroorganisme lokal menjadi pangan fungsional.
Dengan mengisolasi jasad renik yang membantu aneka pangan tradisional di Indonesia, para peneliti Universitas Gadjah Mada berhasil membuat probiotik lokal. Hal itu memberi peluang pemanfaatan keberlimpahan mikroorganisme lokal jadi pangan fungsional yang didominasi produk impor.
Industri pangan modern kini berlomba-lomba memproduksi beragam pangan fungsional, yaitu makanan yang tidak sekadar memberi nutrisi bagi konsumen, tetapi juga menyehatkan tubuh. “Pangan fungsional yang banyak diproduksi mengandung probiotik yang bisa menyehatkan saluran pencernaan,” kata Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM Endang Sutriswati Rahayu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Probiotik diartikan makanan mengandung bakteri baik berjumlah cukup dan hidup saat dikonsumsi sampai membantu keseimbangan mikrobiota atau mikroorganisme pada saluran pencernaan. Kajian menyebut, keseimbangan dan kesehatan mikrobiota saluran pencernaan berperan penting bagi kesehatan manusia sebagai inang.
Konsep peran bakteri hidup pada kesehatan diketahui saat ilmuwan Rusia peraih Nobel, Laurete, tahun 1907 menyampaikan, rahasia kesehatan dan umur panjang orang Bulgaria adalah rajin meminum susu terferemantasi bakteri Lactobacillus. Susu terfermentasi atau disebut yoghurt ini mampu menurunkan toksin di kolon.
Endang menjelaskan, bakteri probiotik berfungsi mengurangi berkembangnya bakteri merugikan di kolon lewat kompetisi nutrisi, menekan munculnya metabolit berbahaya, menjaga saluran pencernaan, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Probiotik juga mencegah diare akibat rotavirus, mengurangi potensi kanker kolon, serta menekan alergi dan atopi pada
bayi.
“Indonesia dikenal sebagai megabiodiversitas, tetapi selama ini kita tergantung produk pangan dari luar negeri, termasuk untuk mikroorganisme yangjadi starter beragam bahan pangan terfermentasi,” ujarnya. Contohnya, hampir semua produk yoghurt di Indonesia memakai mikroorganisme impor, termasuk bakteri untuk bahan baku roti dan keju.
Karena itu, Endang dan tim di Teknologi Pengolahan Hasil Pangan Fakultas Teknologi Pertanian UGM mencari probiotik asli Indonesia. Studi dimulai sejak 1995 dengan mengisolasi bakteri asam laktat dari beragam makanan tradisional di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Lombok.
Beberapa jenis makanan terfermentasi diteliti sebagai kandidat probiotik, antara lain growol dan gatot berbahan baku singkong, dadih berbahan baku susu, hingga tempoyak dari durian. “Agensi probiotik ini diisolasi dari makanan tradisional yang aman dikonsumsi nenek moyang kita dan cocok dengan tubuh kita,” ujarnya.
Dari beragam sumber pangan ini bisa diseleksi jadi sekitar 500 isolat. Bakteri-bakteri ini dicari yang punya ketahanan tinggi pada kondisi pH asam dan garam empedu sehingga mencapai lambung, usus, dan kolon. Bakteri baik pun dipilih, antara lain bisa mendegradasi laktosa, menurunkan kolesterol, meningkatkan antioksidan, dan menghasilkan asam folat.
Asli Indonesia
Melalui riset panjang, Endang dan tim menemukan, bakteri baik yang dominan ditemukan di makanan tradisional terfermentasi di Indonesia adalah Lactobacillus plantarum, Streptococeus thermophilus, dan Pediococcus pentosaceus. Di antara tiga jenis ini, Lactobacillus plantarum paling dominan.
Kajian terpisah pada mikrobiota pencernaan anak muda dan dewasa di Yogyakarta dan Bali pun menemukan, Lactobacillus plantarum memiliki prevalensi tertinggi. “Lactobacillus plantarum seperti marka dominan bagi warga di Indonesia,” katanya.
Eksperimen lebih lanjut pada Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari makanan tradisional terfermentasi punya karakteristik cocok sebagai agensi probiotik di Indonesia. Probiotik “asli” atau indigenous potensial itu antara lain L plantarum Dad-13 yang diisolasi dari dadih, L plantarum Mut-7 dan Mut-13 dari gatot, serta L plantarum T3 dari growol.
Beberapa isolat itu bisa dimanfaatkan pada pengolahan pangan, fermentasi makanan, pengawet makanan, dan produk makanan fungsional.
Dari uji keamanan bakteri L plantarum Dad-13 dan Mut-7 pada hewan percobaan, isolat tak terdeteksi di darah dan organ atau tak melakukan translokasi dan dikonfirmasi secara molekuler sehingga aman dikonsumsi. Dua jenis isolat bakteri ini tumbuh dan berkoloni di saluran pencernaan sehingga layak jadi probiotik.
Sejak tahun 2000. Endang dan tim mengembangkan L plantarum sebagai probiotik dan memakainya dalam berbagai pangan olahan, antara lain sebagai kultur starter tape ketan, diolah jadi brem, atau dibuat jadi minuman segar tape ketan. Strain probiotik lokal juga untuk fermentasi susu kedelai dan susu kacang, disebut soya (peanut) lactic drink.
Selain itu, probiotik diintegrasikan ke sejumlah produk berbentuk bubuk bagi suplemen dan melalui proses enkapsulisasi. Kini dikembangkan permen probiotik, cokelat probiotik, serta jus buah probiotik.
Uji coba dilakukan dengan memberikan probiotik lokal pada anak-anak malnutrisi usia sekolah dasar di Lombok. Hasilnya, konsumsi probiotik dalam dua bulan memberi perubahan signifikan pada kesehatan mikrobiota pencernaan. “Pencernaan sehat memperbaiki penyerapan,” ungkapnya.
Lima tahun terakhir, tim UGM bekerja sama dengan industri menerapkan probiotik lokal ini dan menerapkannya bagi sejumlah produk makanan dan minuman.
Dalam Konferensi Pangan ASEAN Ke-16 di Denpasar, Bali, bulan lalu, tren global mengarah pada perkembangan pangan fungsional, makanan yang memberi nutrisi dan energi serta bermanfaat bagi kesehatan.
Menurut Teruo Miyazawa, profesor ilmu pangan dari Universitas Tohoku, Jepang, kini ada lebih dari L000 ragam makanan fungsional diproduksi di Jepang, mulai dari beras hipo-alergi, minuman probiotik, hingga minuman kalsium. Tahunini, nilai pasar pangan sehat di Jepang 1.450 miliar yen dan makanan dengan klaim kesehatan 900 miliar yen. Produk pangan fungsional menguasai pasar global, yakni minuman fermentasi.
Endang berharap probiotik lokal yang dikembangkan timnya bisa bersaing di pasar nasional. Namun, mayoritas industry besar hanya mau menerima produk siap dipasarkan atau impor probiotik. “Butuh studi lanjutan, termasuk riset pasar,” katanya.
Harapannya, industri besar di Indonesia mengalokasikan dana bagi riset dan menggandeng akademisi. Hal ini dipraktikkan di Jepang sehingga dapat menjadi produsen penting pangan fungsional dunia.–Ahmad Arif
Sumber: KOMPAS. SENIN, 18 NOVEMBER 2019