Presiden Joko Widodo menantang pengelola perguruan tinggi untuk mengembangkan program studi, jurusan, hingga fakultas yang lebih inovatif dan bisa lebih berkontribusi bagi masyarakat. Bahkan, kompetisi juga harus dilakukan agar perguruan tinggi bisa bersaing dan menjawab tantangan perubahan dunia.
“Saat ini kompetisi di tingkat dunia sangat sengit dan hanya yang inovatif dan responsif yang bisa memenangkan kompetisi. Hal ini menuntut semua universitas untuk berubah agar lebih relevan dan berkontribusi bagi masyarakat dan menjawab tantangan,” kata Presiden di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/2).
Saat ini kompetisi di tingkat dunia sangat sengit dan hanya yang inovatif dan responsif yang bisa memenangkan kompetisi. Hal ini menuntut semua universitas untuk berubah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Presiden mengatakan hal tersebut saat memberi sambutan sebelum membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) XIV dan Pertemuan Tahunan XX di Baruga AP Pettarani, Universitas Hasanuddin. Pertemuan ini dihadiri para rektor perguruan tinggi negeri dan swasta.
Kompetisi global
Lebih jauh, Presiden mengatakan, untuk memenangkan kompetisi global, universitas harus berubah. Perubahan tersebut antara lain dengan mengembangkan prodi, departemen, atau fakultas dan jurusan baru yang lebih inovatif, mengikuti perubahan gaya hidup, dan revolusi industri.
–Presiden Joko Widodo membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) XIV dan Pertemuan Tahunan XX di Baruga AP Pettarani, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/2)
“Saya melihat ada banyak fakultas yang sudah berpuluh-puluh tahun tak berubah. Saya paham perguruan tinggi di Indonesia sangat beragam dan situasinya tidak sama. Ada yang world class university, ada juga universitas baru yang masih diperhadapkan dengan permasalahan dasar. Tapi, semua punya potensi yang sama untuk berkontribusi bagi masyarakat,” kata Presiden.
Sebagai contoh, kata Presiden, perguruan tinggi yang berada di daerah pesisir atau kepulauan, perlu berkontribusi lebih atas pantai dan laut di sekitarnya. Misalnya, menciptakan inovasi produksi dan pembudidayaan ikan, pengolahan hasil laut, serta pelestarian dan budidaya baru. Begitu juga dengan yang berada di daerah pertanian, perlu mengembangkan inovasi pengelolaan lahan yang efektif dan efisien, industri peternakan, pengolahan, dan penyediaan energi inovatif.
“Ke depan, kita juga harus memikirkan untuk mengembangkan bidang studi konvensional data sains yang mencetak data scientific, digital economy, dan e-commerce. Kita, misalnya, juga bisa memikirkan fakultas digital ekonomi, jurusan fakultas manajemen logistik, karena logistik sangat berperan dalam distribusi barang. Juga hal yang berkaitan dengan jasa. Kenapa tidak ada fakultas sport industry atau jurusan manajemen sepak bola, sedangkan di luar negeri ada,” katanya.
Ke depan, kita juga harus memikirkan untuk mengembangkan bidang studi konvensional data sains yang mencetak data scientific, digital economy, dan e-commerce.
Bahkan, kopi, kakao, dan sawit yang menjadi kekayaan Indonesia dan sudah menjadi gaya hidup, juga perlu dipikirkan dalam bentuk program studi yang lebih serius menggarap potensi ini.
“Sekali lagi kuncinya adalah relevansi dan inovasi. Jangan terjebak pada rutinitas. Cara baru harus dikembangkan. Keinginan mahasiswa dan dosen untuk berkreasi dan berinovasi harus ditumbuhkan, temuan baru harus difasilitasi dan dikembangkan. Saya yakin universitas dan pemerintah bisa berkolaborasi untuk mewujudkan ini,” kata Presiden.
Terkait soal ini, Ketua FRI Prof Dr Suyatno mengatakan, perguruan tinggi memang harus berubah. “Namun, persoalan mendasar kita di Indonesia, perguruan tinggi juga menghadapi masalah keterbatasan sumber daya manusia. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” katanya.
Perguruan tinggi memang harus berubah. Namun, persoalan mendasar kita di Indonesia, perguruan tinggi juga menghadapi masalah keterbatasan sumber daya manusia. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama.
Deklarasi
Menjawab tantangan Presiden, konferensi FRI yang ditutup pada Jumat (16/2) sore melahirkan sejumlah poin deklarasi. Isi deklarasi di antaranya mendorong PT melakukan inovasi dan riset yang dapat dimanfaatkan secara optimal dalam menyokong sektor ekonomi dan daya saing global.
Selain itu, mendorong Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melakukan debirokratisasi dan deregulasi perizinan bagi pembentukan prodi-prodi baru serta terobosan baru untuk menjawab persoalan era disrupsi dan revolusi industri 4.0.
Pemerintah juga diminta menyusun dan menetapkan kebijakan yang mendorong pihak industri agar bekerja sama dengan PT untuk melakukan riset dan inovasi yang memiliki nilai ekonomi dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.–RENY SRI AYU
Sumber: Kompas, 17 Februari 2018