Peta Skala Besar untuk Perluasan Lahan

- Editor

Rabu, 8 April 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Terwujudnya swasembada, ketahanan, dan kedaulatan pangan perlu mempertimbangkan wilayah yang tepat dan sesuai. Hal tersebut butuh informasi geospasial memadai demi pengembangan wilayah pertanian di Indonesia.
Deputi Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Imam Hendargo Abu Ismoyo menyatakan hal itu membacakan sambutan tertulis Menteri LHK Siti Nurbaya pada seminar nasional “Peranan Geografi dalam Mendukung Kedaulatan Pangan,” Selasa (7/4), di Kantor Pusat Badan Informasi Geospasial, Cibinong, Bogor.

Pengembangan daerah strategis untuk pangan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Dalam RPJMN itu disebutkan, untuk memacu produksi pangan pokok, perlu pengamanan lahan padi beririgasi teknis yang didukung pengendalian konversi lahan, pemanfaatan lahan telantar, lahan marjinal, lahan transmigrasi, lahan perkebunan, dan bekas tambang.

Untuk memenuhi perluasan lahan pertanian agar memenuhi ketahanan pangan, lanjut Imam, butuh tambahan lahan sekitar 12,7 juta hektar. Wilayah tersebut antara lain diharapkan bisa terpenuhi dari lahan milik masyarakat adat seluas 4,1 juta hektar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Maka dari itu, keterlibatan masyarakat diperlukan dalam memenuhi target swasembada dan ketahanan pangan nasional. “Kementerian terkait akan memberi bantuan benih, pupuk, dan sarana lain,” kata Imam.

Perluasan lahan pertanian dan pemanfaatan lahan akan berbasis peta ekoregion yang disusun Kementerian LHK bekerja sama dengan BIG. Peta yang menggambarkan kondisi alam, flora, dan iklim setempat itu amat bermanfaat untuk mendukung program swasembada, ketahanan, dan kedaulatan pangan.

Siti mencontohkan ekoregion Kalimantan yang punya dataran aluvial bisa mendukung tanaman pangan padi. Ekoregion Papua dapat dikembangkan untuk tanaman sagu karena memiliki dataran fluvial. Adapun di Nusa Tenggara Timur, untuk tanaman sorgum karena ada dataran organik koral dan dataran fluvial. Informasi itu jadi pertimbangan pengembangan lahan agar produksi pangan optimal dan mencapai target kedaulatan pangan.

Ketahanan pangan dalam hal ketersediaan, jumlah, dan mutu baik jadi tantangan karena jumlah penduduk terus bertambah. Jumlah warga Indonesia pada 2020 diprediksi 271,1 juta jiwa.

Dengan Nawacita, Presiden Joko Widodo meyakini swasembada, ketahanan, dan kedaulatan pangan akan tercapai 4-5 tahun mendatang. Itu harus mempertimbangkan wilayah tepat dan sesuai tanaman pangan lokal.

Citra satelit
Selain peta ekoregion berskala 1:500.000 dan 1:250.000, Sekretaris Utama BIG Titik Suparwati mengatakan, perlu peta skala besar, yakni 1:50.000 dan 1:25.000, untuk setiap kabupaten dan kota. Untuk pengembangan lahan baku sawah, diperlukan peta skala 1:10.000-1:50.000 untuk pedesaan. “Kini ada 9 juta hektar sawah,” ujarnya.

Peta skala besar itu disediakan citra satelit resolusi tinggi. Penyediaan citra satelit resolusi tinggi tahun ini akan bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Menurut Imam, peta skala tinggi tak hanya untuk penetapan lokasi lahan pertanian, tetapi juga mengetahui posisi terbaik pembangunan saluran irigasi dan waduk. Nawacita tentang kedaulatan pangan menyebutkan penyediaan jaringan irigasi bagi 1 juta hektar lahan pertanian, rehabilitasi jaringan 3 juta hektar, dan pembangunan 50 waduk baru. Nawacita juga menetapkan peningkatan pangan produksi dalam negeri. (YUN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 April 2015, di halaman 14 dengan judul “Peta Skala Besar untuk Perluasan Lahan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB