Kedaulatan Pangan Belum Menyasar Kualitas Hidup Petani

- Editor

Kamis, 8 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kebijakan pemerintah terkait kedaulatan pangan sejauh ini dinilai belum berimplikasi pada peningkatan kualitas hidup petani sebagai produsen. Pemerintah didorong mengevaluasi kebijakan kedaulatan pangan melalui parameter tertentu sehingga kedaulatan petani bisa menjadi fokus.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan, kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan cenderung salah arah. Pemerintah seharusnya lebih fokus pada kualitas kehidupan petani ketimbang pada kuantitas produksinya.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) mengadakan Seminar Nasional “Peta Jalan Menuju Kedaulatan Pangan Indonesia” di Jakarta, Rabu (7/8/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Sesungguhnya, kedaulatan pangan ialah kedaulatan petani atas pangan,” katanya dalam Seminar Nasional ”Peta Jalan Menuju Kedaulatan Pangan Indonesia” di Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Menurut Said, lebih dari 90 persen pangan di Indonesia saat ini dihasilkan oleh kelompok petani kecil, bukan agroindusti. Ironisnya, para petani yang menghasilkan pangan tersebut kini menjadi salah satu kelompok yang mengalami kelaparan.

Tujuan kedaulatan pangan bukan sekadar mengukur jumlah bahan pangan yang diproduksi atau diimpor. Hal itu melenceng dari tujuan utama kedaulatan pangan, yakni meningkatkan kualitas hidup petani kecil.

”Petani gurem saat ini jumlahnya sebesar 56,12 persen dari total petani yang ada di Indonesia,” ujarnya.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah.

Menurut Said, hal tersebut juga menjadi salah satu alasan regenerasi petani berjalan lambat. Riset yang dilakukan KRKP di Bogor, Karawang, Kediri, dan Tegal pada 2015 menyebutkan, ada dua hal yang memengaruhi regenerasi petani, yakni penguasaan lahan dan pendapatan pertanian.

”Semakin besar penguasaan lahan dan pendapatan, semakin tinggi pula minat anak muda untuk bertani,” ujarnya.

Ia mendorong agar pemerintah memaknai kedaulatan pangan tersebut melalui sebuah parameter yang disepakati bersama. Parameter tersebut nantinya akan menjadi landasan pemerintah ke depan dalam membuat dan mengevaluasi kebijakan.

Alat ukur
Dalam kesempatan tersebut, KRKP merilis Indeks Kedaulatan Pangan (IKP) sebagai alat ukur untuk memastikan kebijakan dan program pemerintah sejalan dengan pengembangan pertanian dan pangan. Indeks tersebut akan dirilis setiap tahun.

IKP disusun berdasarkan empat pilar kedaulatan pangan, yaitu akses terhadap sumber daya produktif, pertanian berkelanjutan, serta sistem pangan lokal dan perdagangan yang adil. Setiap pilar berisi beberapa indikator, seperti ketimpangan penguasaan tanah, penggunaan pestisida, regenerasi, ataupun kelayakan harga.

”Instrumen ini penting untuk memberikan masukan kepada pemerintah. Misalnya, kebijakan tentang akses sumber-sumber produksinya lemah,” katanya.

KOMPAS/RIZA FATHONI–Petani penggarap lahan memanen padi di areal persawahan di kawasan Rorotan, Jakarta Utara, Senin (15/7/2019). Hamparan sawah produktif yang tersisa di pinggiran Jakarta ini terus terimpit oleh perkembangan kawasan sebagai lokasi perumahan dan industri.

Ketua Gerakan Petani Indonesia Hermanu Triwidodo mengatakan, sejauh ini belum ada parameter untuk mengukur tingkat kedaulatan pangan. IKP tersebut bisa menjadi alat untuk mengukur kedaulatan pada masing-masing provinsi, bukan secara nasional.

”Dari situ, kelemahan setiap provinsi bisa diketahui dan diperbaiki. Klaim-klaim ke depan juga didasarkan pada masing-masing daerah,” ujarnya.

Direktur Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Leroy Samy Uguy mengatakan, masing-masing daerah seharusnya bisa mencapai kedaulatan pangan melalui dana desa.

”Saat ini, pendampingan kepada masyarakat desa juga dilakukan oleh pendamping. Misalnya, mengolah mikroba tertentu pada lahan tidak subur agar bisa ditanami,” katanya.–FAJAR RAMADHAN

Editor HAMZIRWAN HAM

Sumber: Kompas, 7 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 19 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB