Peta Ciéla, Peta Asli Karya Bumiputra

- Editor

Jumat, 24 Agustus 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Denys Lombard pernah mengatakan,”Tak syak lagi Kepulauan Hindia telah mengenal peta sebelum kedatangan orang-orang Eropa pertama”. Bukti otentiknya belum ditemukan, tapi peta salinannya masih tersimpan di Desa Ciéla.

Keyakinan Lombard muncul dari sejumlah tulisan kuno, antara lain Sejarah Yuan pada masa Dinasti Ming (1370 Masehi) yang menyebut Kubilai Khan membawa sebuah peta negeri beserta daftar penduduknya setelah menyerang Singasari 1292 –1293 M. Lombard juga mendengar kesaksian Fransisco de Varthema yang menyeberang dari Borneo ke Jawa bersama mualim kapal lokal yang membawa peta dengan garis-garis arah angin.

AKBAR FOR KOMPAS–Pemerhati budaya Nunus Supardi (paling kanan) memegang salinan Peta Ciéla bersama keluarga Ihak Lukman di Desa Ciéla, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jabar tahun 2015 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertimbangan lain muncul dari kesaksian pelaut Portugis, Alfonso d’Albuquerque tentang sepucuk surat dan sebuah peta dengan keterangan bahasa Jawa yang hilang bersama kapal yang karam di selat Malaka November 1511. “Pada 1862, seorang pejabat Belanda J.C. Lammers van Toorenburg menugasi seorang filolog Frederik Karel Holle untuk mempelajari sebuah peta kuno di Desa Cièla, Garut, Jawa Barat. Selain Lombard, peneliti Frederik Caspar Wieder juga menyebutkan, di Desa Cièla ada seseorang yangmenyimpan peta kuno dari bahan kulit kayu yang disebut dluwang,” kata pemerhati budaya Nunus Supardi, Kamis (23/08/2018) di Jakarta.

Setelah itu, Peta Cièla baru diteliti lagi 100 tahun kemudian pada 1976 oleh Rachmat Kusmiadi, seorang ahli geologi Indonesia. Hasil penelitian Kusmiadi kemudian dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Ketujuh tentang Sejarah Kartografi pada 1977. Terinspirasi dari paparan itu, penulis buku Prof. P. D. A. Harvey mengulas bahwa peta Cièla mirip peta masa awal Dinasti Han dari China.

Penasaran dengan penelitian Kusmiadi, pada 1984 seorang ahli geografi Joseph E.Schwartzberg mendatangi langsung kampung Cièla untuk menulis khusus tengan Peta Cièla. Enam tahun kemudian, peta itu juga didokumentasikan dalam bentuk film dokumenter televisi berjudul “The Shape of the World”.

AKBAR FOR KOMPAS–Warga Ciéla pelan-pelan membuka salinan Peta Ciéla yang dibuat Frederik Karel Holle pada 1862

Karya Bumiputra
Menurut Nunus, gagasan-gagasan para peneliti di atas menunjukkan bahwa sebelum bangsa penjelajah datang dan kemudian membuat peta Nusantara, kaum bumiputra ternyata telah lebih dahulu membuat peta di wilayahnya. Sampai saat ini, peta asli bumiputra memang sudah tidak dapat ditemukan lagi.

“Ada yang menyebut peta aslinya telah musnah karena terbakar dan hilang tenggelam bersama kapal yang mengangkutnya. Namun demikian, salinan peta tersebut yang kini dikenal sebagai Peta Ciéla masih disimpan secara turun-temurun oleh keluarga Ihak Lukman di Desa Ciéla, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut,” papar Nunus dalam tulisannya “Peta Kuno Ciéla Karya Bumiputra”.

Salinan peta tersebut yang kini dikenal sebagai Peta Ciéla masih disimpan secara turun-temurun oleh keluarga Ihak Lukman di Desa Ciéla, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut.

Holle, penyalin peta ini mengungkapkan, saat menemukan Peta Ciéla yang disimpan penduduk di Kampung Ciéla, peta asli usianya kira-kira lebih dari 300 tahunan. Diperkirakan, peta itu dibuat sekitar tahun 1560.

Karena peta asli sudah sangat rapuh, maka pada 1862 Holle berinisiatif membuat salinan dengan ukuran sama. Untuk membuktikan bahwa Holle adalah pembuat salinan peta itu, iapun menuliskan namanya di dalam peta salinan dengan huruf Latin.

Arkeolog Prof Hasan Djafar mengungkapkan, tulisan di salinan peta yang kemungkinan besar ditulis sendiri oleh Holle itu berbunyi:“Den Bitung 1862 een copy genommen door K.F. Holle” (Bitung 1862 dicopi oleh FK Holle). Pencantuman angka 1862 itu menunjukkan tahun pembuatan salinan.

REPRO NUNUS SUPARDI–Frederik Karel Holle

Peta Cièla salinan terbuat dari kain putih berukuran 1 meter x 2 meter. Kain yang mirip kain kafan itu warnanya telah berubah menjadi kekuning-kuningan karena usianya yang tua, hampir 155 tahun. Jika Holle tak membuat salinan peta ini, maka sulit terbayang bagaimana gambaran fisik Peta Cièla.

Yang menarik dari Peta Cièla adalah, peta ini menggambarkan suatu wilayah yang cukup luas dan cukup detil, mencakup provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta sampai ke Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Peta dibuat tidak seperti biasanya karena arah utara ditempatkan di bawah dan selatan ditempatkan di atas.

Di peta bagian atas dan bawah diberi batas laut dengan simbol berbentuk setengah lingkaran yang disambung-sambung seperti gelombang air. Sementara itu, di bagian utara (bawah) ditulis nama-nama daerah seperti Cirebon, Bekassih (Bekasi), dan “Nusa Kalapa” yang kemudian berubah nama menjadi Batavia dan kini menjadi Jakarta. Adapun, di bagian selatan terdapat garis pantai selatan sampai “Segara Anakan”, dekat pelabuhan Cilacap sekarang.–ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 24 Agustus 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 16 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB