Perkuat Pendidikan Kejuruan

- Editor

Senin, 4 Mei 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengangguran Terdidik Ancam Bonus Demografi
Indonesia memasuki masa bonus demografi mulai tahun 2015. Puncak bonus diperkirakan terjadi pada 2028-2031. Untuk meraih bonus itu, pendidikan bagi 65 juta anak muda usia 15-29 tahun harus disiapkan matang. Kegagalan menyiapkan mereka akan menambah pengangguran terdidik dan mengancam produktivitas bangsa.
Menyambut bonus demografi, peningkatan akses anak muda ke perguruan tinggi menjadi fokus pemerintah. “Saat ini, baru 30 persen anak muda yang bisa mengakses perguruan tinggi,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo di Jakarta, Sabtu (2/5).

Mendorong kian banyak anak muda mengenyam pendidikan tinggi jadi syarat mutlak meningkatkan mutu manusia Indonesia. Daripada Malaysia atau negara maju anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), jumlah tenaga kerja Indonesia berpendidikan tinggi tertinggal jauh.

Masalahnya, jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur, baik program diploma maupun sarjana, masih tinggi. Kesenjangan antara kompetensi lulusan dan kebutuhan industri masih besar. Upaya mendorong lulusan perguruan tinggi berwirausaha pun belum optimal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dalam lima tahun ke depan, relevansi bidang ilmu dengan industri serta kebutuhan pembangunan bangsa akan diperkuat agar harmonis,” ujarnya. Salah satu cara yang dilakukan ialah memperbanyak lulusan perguruan tinggi yang punya sertifikat kompetensi yang diakui industri dalam dan luar negeri.

11dd77aff2f0474d8c6cba62b7fddf8aRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 menyebut ada rencana pengembangan jurusan atau program studi baru inovatif sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan industri. Prioritas akan dilakukan pada bidang pertanian, maritim, pariwisata, industri manufaktur, dan ekonomi kreatif.

Namun, M Munir dari Bagian Pengembangan Program dan Kerja Sama Dewan Pendidikan Tinggi, menyebutkan, program pendidikan tinggi vokasi atau kejuruan masih kalah menarik daripada program sarjana. Selain dianggap lebih bergengsi, standar gaji minimal sarjana lebih tinggi daripada lulusan pendidikan vokasi. “Padahal, industri butuh lebih banyak tenaga kerja siap pakai dari jenjang vokasi,” katanya.

Hal itu diakui Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Muhammad Firdaus. Mengacu pada negara-negara lain, jumlah lulusan pendidikan tinggi vokasi seharusnya lebih besar daripada lulusan sarjana. Namun, di Indonesia, kondisinya terbalik.

Di sisi lain, meski peluang berwirausaha terbuka dan penghasilan menjanjikan, minat lulusan perguruan tinggi berwirausaha rendah. Jumlah wirausaha Indonesia pada 2014 hanya 1,65 persen dari jumlah penduduk. Untuk menjadi negara maju, Indonesia butuh 2 persen penduduk yang berwirausaha.

Mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang juga mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengingatkan perlunya memikirkan ulang pendidikan tinggi bagi anak Indonesia agar diserap industri. “Apa perlu mendidik semua anak empat tahun di perguruan tinggi atau cukup memberi pelatihan bersertifikat internasional enam bulan agar bisa langsung bekerja di berbagai negara?” ujarnya.

Peningkatan kompetensi
Pelatihan tambahan untuk meningkatkan kompetensi pekerja juga perlu dipikirkan. Jadi, para pekerja tetap bisa ditingkatkan produktivitasnya.

Pendidikan menengah kejuruan pun jadi perhatian pemerintah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, pekan lalu, menyatakan, pemerintah akan membangun sekolah menengah kejuruan sesuai potensi daerah. Itu akan membuat lulusan SMK tetap bisa berkiprah di daerahnya, tak perlu berpindah ke daerah lain untuk mencari kerja. Migrasi lulusan SMK merugikan daerah karena sumber daya yang mereka didik dimanfaatkan daerah lain.

“SMK tak hanya akan dijadikan sebagai tempat pendidikan dan pelatihan siswa, tetapi juga bisa dimanfaatkan warga sekitar untuk pengembangan ekonomi mereka,” ujarnya.

Pembangunan SMK baru itu akan dilakukan di daerah-daerah yang belum punya SMK sesuai kebutuhan. Untuk SMK yang ada, pemerintah akan menambah sarana dan prasarana pendukung, seperti alat praktik, laboratorium, dan komputer, untuk meningkatkan mutu pendidikannya. (ELN/B04/MZW)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Mei 2015, di halaman 13 dengan judul “Perkuat Pendidikan Kejuruan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB