Perancis Belum Jadi Tujuan Populer Kuliah

- Editor

Jumat, 1 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perancis merupakan salah satu negara sahabat Indonesia yang terlama, akan tetapi belum menjadi tujuan yang digemari untuk pendidikan tinggi maupun kolaborasi riset. Penambahan jumlah beasiswa serta promosi ke kampus-kampus menjadi langkah yang patut dipertimbangkan untuk meningkatkan kapasitas penelitian dan pengembangan kedua negara.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Atase Kerja Sama Perguruan Tinggi Kedutaan Besar Perancis untuk Indonesia Philomene Robin menjelaskan pada pertemuan ke-11 Jaringan Kerja Sama Indonesia-Perancis untuk Pendidikan Tinggi, Riset, Teknologi, Inovasi, dan Kewirausahaan bahwa jumlah mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Perancis kurang dari 500 orang. Acara diadakan di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (31/10/2019).

“Mayoritas orang Perancis hanya mengenal Indonesia sebagai tujuan wisata, sementara orang Indonesia mengkonotasikan Perancis sebatas peninggalan seni klasik dan pusat mode dunia,” kata Atase Kerja Sama Perguruan Tinggi Kedutaan Besar Perancis untuk Indonesia Philomene Robin dalam Kelompok Kerja Sama Pendidikan Tinggi, Riset, Inovasi, dan Kewirausahaan (JWG) Indonesia-Perancis di Universitas Hadanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (31/10/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ajang itu adalah JWG ke-11 yang sebelumnya diadakan silih berganti di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia maupun Perancis. Turut hadir Duta Besar Perancis untuk Indonesia Olivier Chambard. Tahun 2020 adalah peringatan 70 tahun kerja sama Indonesia-Perancis dan akan diterbitkan buku rangkuman kolaborasi ilmiah kedua negara.

Robin mengungkapkan hanya ada 493 mahasiswa Indonesia di Perancis. Mayoritas untuk kuliah S1 dan S2 sederajat. Sisanya untuk mengambil gelar doktoral dan ada juga yang hanya mengikuti pertukaran pelajar atau pun belajar bahasa Perancis selama beberapa bulan. Dari jumlah semua mahasiswa di Perancis, 12 persen adalah dari negara-negara lain. Namun, jumlah mahasiswa Indonesia hanya 0,2 persen dari keseluruhan mahasiswa asing.

Data Kementerian Luar Negeri tahun 2018 mengatakan setidaknya ada 50.000 mahasiswa Indonesia yang berkuliah di luar negeri, hanya 1 persen memilih Perancis sebagai negara tujuan. “Padahal, Perancis maju dalam sains, teknik penerbangan, energi terbarukan, dan matematika. Ada 40 orang pemenang Hadiah Nobel dari perguruan-perguruan tinggi maupun lembaga penelitian di Perancis,” tutur Robin.

“Warung Prancis”
Salah satu upaya yang dilakukan Perancis ialah membuka “Warung Prancis”, yakni pusat-pusat informasi mengenai potensi melanjutkan pendidikan di negara tersebut. Ada 31 perguruan tinggi yang memiliki “Warung Prancis”, antara lain Universitas Tadulako, Universitas Pattimura, Politeknik Negeri Batam, Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, dan Universitas Tanjungpura.

“Warung Prancis” merupakan pusat informasi mengenai potensi melanjutkan pendidikan di Perancis. Ada 31 perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki “Warung Prancis”.

Robin mengusulkan untuk menambah kerja sama antar perguruan tinggi, misalnya membuat program kuliah bergelar ganda dan memasukkan Perancis sebagai pilihan untuk beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Jumlah perguruan tinggi Perancis yang terdaftar di LPDP per tahun 2019 hanya satu. Padahal di tahun 2017 ada 17 universitas, akademi, dan politeknik.

“Bulan September 2020 akan dibuat proyek rintisan jemput bola ke SMA sederajat. Targetnya, pada tahun 2023 ada 15 SMA yang bekerja sama mempersiapkan calon lulusannya untuk kuliah ke Perancis,” papar Robin. Perkenalan dimulai dengan menjelaskan bahwa ada 1.600 program studi yang menjalankan perkuliahan dengan bahasa Inggris sehingga bisa diakses mahasiswa internasional.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR-+Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro saat berbicara di pertemuan ke-11 Jaringan Kerja Sama Indonesia-Perancis untuk Pendidikan Tinggi, Riset, Teknologi, Inovasi, dan Kewirausahaan di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (31/10/2019) agar kolaborasi riset harus memberi hasil tepat guna kepada masyarakat.

Riset hulu-hilir
Dari sisi kerja sama riset, tercatat ada 250 makalah ilmiah hasil penelitian bersama ilmuwan Indonesia dan Perancis yang telah diterbitkan di berbagai jurnal internasional. Ada 3.500 ilmuwan Perancis yang aktif meneliti di Indonesia atau pun tentang Indonesia.

Melalui Program Dana Riset Nusantara, ada 20 peneliti Indonesia yang dibiayai untuk berkolaborasi dengan Perancis pada periode 2019-2021. Tema penelitiannya antara lain adalah material maju, kesehatan, obat-obatan, energi terbarukan, pangan, serta teknologi informasi dan komunikasi.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan, riset yang dilakukan jangan berhenti di riset dasar dan terapan. Harus ada upaya untuk melanjutkannya ke tahap pembuatan purwarupa hingga produksi untuk dipakai oleh masyarakat awam, atau setidaknya untuk industri besar. Penguatan inovasi dari Indonesia melalui kolaborasi juga ditingkatkan.

“Di aspek kedirgantaraan misalnya, perusahaan Airbus bisa menciptakan pesawat berkemampuan terbang jauh dan lama seperti dari Singapura ke Eropa tanpa henti karena efisiensi bahan bakar. Semestinya bisa disadur sesuai kebutuhan di Indonesia,” ujarnya.

Salah satu lembaga penelitian dan pengembangan yang sudah berkolaborasi dengan Indonesia adalah Green Building, yaitu lembaga konsultan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan dan berkelanjutan. Perwakilan Green Building untuk Indonesia, Matthieu Caille mengungkapkan, kolaborasi sudah berjalan selama 25 tahun.

Mereka bekerja sama dengan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Negeri Sebelas Maret, dan Universitas Diponegoro. Wilayah penerapan hasil risetnya adalah Desa Tangga di Yogyakarta dan di Wonosobo, Jawa Tengah.–LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 31 Oktober 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB