Paham radikalisme dalam beragama memerlukan perhatian khusus dari masyarakat. Paham itu berpotensi memecah persatuan bangsa. diperlukan dialog-dialog keagamaan yang bersifat moderat dan terbuka untuk memberi perspektif lain yang damai.
”Paham radikalisme bertujuan mengambil kekuasaan politik dengan menggunakan agama. Oleh karena itu, praktiknya bisa bersifat pemaksaan,” kata Endang Turmudi, Kepala Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam orasi ilmiah berjudul ”Dinamika Islamisme dalam Perkembangan Masyarakat Indonesia Modern”, di Jakarta, Senin (15/12). Orasi itu merupakan syarat pengukuhan Endang sebagai Profesor Riset bidang Sosiologi LIPI.
Dia menjelaskan, tidak semua penganut radikalisme bertindak agresif dan menjadi teroris. Akan tetapi, ideologi itu tetap berpotensi untuk pecah menjadi perilaku agresif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Oleh karena itu, masyarakat, terutama pemerintah, harus bisa mengarahkan semangat keagamaan agar menjadi positif. Menekankan pada nilai-nilai akhlak yang baik dan damai,” tutur Endang.
Dalam orasinya, Endang menuturkan bahwa semangat keagamaan di masyarakat Indonesia semakin mengental, terutama di kalangan generasi muda. Umumnya, generasi muda mempraktikkan agama dengan cara cenderung lebih modern, yakni menggunakan akal sehat dan ilmu pengetahuan untuk memahami agama secara mendalam. Namun, paham radikalisme tetap muncul seiring dengan meningkatnya religiositas di masyarakat.
Pengukuhan
Selain Endang, LIPI juga mengukuhkan Herman Heriyadi sebagai Profesor Riset bidang Sosiologi Kehutanan dan Yanni Sudiyani sebagai Profesor Riset bidang Ilmu-ilmu Biologi Lainnya.
Herman memaparkan orasi berjudul ”Tinjauan Sosiologis Pengelolaan Hutan dan Hutan Tanaman Industri dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat” yang menekankan pentingnya memberdayakan masyarakat lokal yang hidup di sekitar hutan industri. Selain itu, perusahaan kehutanan juga dimandatkan untuk menerapkan sistem yang transparan, bisa diandalkan, dan ramah lingkungan.
Adapun Yanni memberikan orasi tentang ”Pengembangan Teknologi Biomassa Limbah Lignoselulosa untuk Pembuatan Bioetanol Generasi Kedua”. Dengan pengukuhan tiga profesor riset itu, LIPI memiliki 114 profesor riset. Indonesia memiliki total 9.013 peneliti. Akan tetapi, profesor riset hanya berjumlah 454 orang. (DNE)
Sumber: Kompas, 16 Desember 2014