Penggunaan Produk Digital Berlebih Beri Pengaruh Buruk Bagi Anak

- Editor

Jumat, 22 Juni 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sikap orang tua yang menghabiskan waktu bersama keluarga dengan telepon genggam atau menonton televisi rentan mempengaruhi hubungan jangka panjang dengan anaknya. Anak-anak berpotensi lebih sering frustrasi, hiperaktif, merengek, merajuk atau tantrum.

Demikian hasil kajian Brandon T. Mc Daniel dari Illinois State University dan Jenny S. Radesky dari University of Michigan Medical School, Amerika Serikat. Kajian keduanya di jurnal Pediatric Research bisa diakses dari Springer Nature pada 13 Juni 2018.

Daniel dan Radesky menggunakan istilah, technoference untuk kebiasaan menggunakan produk digital secara berlebih ini. Istilah yang pertama kali dipopulerkan Daniel dan Coyne (2016) ini bisa dimaknai sebagai interupsi perangkat teknologi terhadap interaksi tatap muka sehari-hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA–Jam tangan pintar yang berfungsi sebagai GPS dan panggilan telepon darurat untuk anak-anak. Dengan jam tangan ini, orang tua bisa mengetahui keberadaan anak, dan anak bisa menelepon orang tua. Namun, bila penggunaan produk digital terlalu berlebihan, justru rentan memberi pengaruh buruk pada anak.

Responden orang tua dalam kajian ini rata-rata menggunakan perangkat digital selama sembilan jam per hari. Sepertiga dari waktu ini dihabiskan untuk telepon pintar, yang karena portabilitasnya sering digunakan selama aktivitas keluarga seperti makanan, bermain, dan waktu jelang tidur. Padahal, semua waktu ini sangat penting dalam membentuk perilaku sosial-emosional anak. Orang tua memiliki lebih sedikit percakapan dengan anak-anak mereka dan rentan marah ketika anak-anak mencoba mendapatkan perhatian mereka.

Penelitian ini melibatkan 172 keluarga atau total 337 orang tua yang memiliki anak usia lima tahun atau lebih muda. Orang tua menilai perilaku internalisasi anak mereka seperti seberapa sering merajuk atau betapa mudahnya perasaan mereka terluka, serta perilaku eksternal mereka, seperti betapa marah atau mudahnya frustrasi mereka. Orang tua juga melaporkan tingkat stres dan depresi mereka sendiri, dukungan yang mereka terima dari mitra mereka, dan penggunaan media untuk anak mereka. Dalam hampir semua kasus, satu perangkat atau lebih mengganggu interaksi orang tua-anak pada tahap tertentu di siang hari.

Perangkat digital biasanya diberikan pada anak agar lebih tenang. Namun, hasil survei menunjukkan bahwa taktik ini memiliki kekurangan. Penggunaan perangkat elektronik justru menghalangi orang tua untuk memberikan dukungan emosional dan umpan balik positif kepada anak-anak mereka. Perangkat digital ini pada akhirnya menambah tingkat stres orang tua, yang kemudian mengarah pada pelarian penggunaan lebih banyak teknologi, dan siklus terus berlanjut.

“Hasil penelitian ini mendukung gagasan bahwa hubungan orang tua penganut technoference dan perilaku anak yang sulit diatur bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi sepanjang waktu,” ujar McDaniel. “Dengan kata lain, orang tua yang memiliki anak dengan persoalan sulit diatur menjadi lebih gampang stres, di mana hal ini akan membuat mereka memberikan perangkat digital, padahal hal itu akan menambah masalah.”

Raddesky menambahkan, anak-anak yang berperilaku buruk seringkali dalam rangka mendapatkan perhatian orang tua. Pemberian perangkat digital itu akan semakin menjauhkan mereka dari kasih sayang orang tua sehingga akan terlihat semakin sulit diatur.

Dalam kajian Daniel dan Coyne di jurnal Psychology of Popular Media Culture (2016) ditemukan bahwa, pasangan yang terpapar technoference juga lebih sering mengalami konflik, depresif, dan jarang merasa bahagia. Kajian tersebut dilakukan terhadap 143 pasangan. Berdasarkan dua kajian ini disimpulkan bahwa, penggunaan teknologi digital secara berlebihan, terutama saat waktunya beraktivitas dengan keluarga akan berdampak buruk secara psikis, baik terhadap anak maupun pasangan hidup.–AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 19 Juni 2018
—————
Anak Mengamuk jika Orangtua Asyik Main Telepon Pintar

Orangtua sering mengeluhkan anak-anaknya yang tidak dapat diatur karena asyik dengan telepon pintar. Namun bagaimana jika terjadi sebaliknya, orangtua yang asyik dengan telepon pintarnya? Penelitian terbaru menunjukkan, anak-anak di bawah lima tahun akan frustrasi, hiperaktif, merengek, merajuk, dan mengamuk jika orangtuanya sibuk main telepon pintar.

Penelitian dilakukan peneliti Universitas Negeri Illinois, Amerika Serikat, Brandon T McDaniel dan peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Michigan, AS, Jenny S Radesky yang diterbitkan jurnal Pediatric Research. Hasil penelitian juga disiarkan sciencedaily.com edisi 13 Juni 2018.

Jam tangan pintar yang berfungsi sebagai GPS dan panggilan telepon darurat untuk anak-anak. Dengan jam tangan ini, orang tua bisa mengetahui keberadaan anak, dan anak bisa menelepon orang tua.

Mereka meneliti peran dan dampak perangkat digital bermain dalam pola asuh dan perilaku anak. Dalam penelitian ini, 172 keluarga dengan anak usia lima tahun atau lebih muda menjawab kuesioner daring yang dilakukan antara 2014 dan 2016.

Peserta menunjukkan seberapa sering perangkat elektronik mengganggu percakapan atau kegiatan mereka dengan anak-anak mereka dalam sehari. Orang tua menilai perilaku anak mereka seperti seberapa sering mereka merajuk atau betapa mudahnya perasaan mereka terluka, serta perilaku eksternal mereka, seperti betapa marah atau mudahnya frustrasi mereka. Orang tua juga melaporkan tingkat stres dan depresi mereka sendiri, dukungan yang mereka terima dari mitra mereka, dan penggunaan media layar anak mereka.

McDaniel dan Radesky mengemukakan istilah baru yang disebut “technoference” atau teknoferensi. Teknoferensi didefinisikan sebagai interupsi sehari-hari dalam interaksi tatap muka karena perangkat teknologi.

Video juga dapat dibuat dengan beragam perangkat yang multifungsi seperti menggunakan telepon seluler atau tablet.

Teknoferensi dapat membimbing anak-anak untuk menunjukkan lebih banyak frustrasi, hiperaktif, merengek, merajuk, atau mengamuk.

Studi terbaru memperkirakan bahwa orangtua menggunakan televisi, komputer, tablet dan telepon pintar rata-rata selama sembilan jam per hari . Sepertiga dari waktu ini dihabiskan untuk teleon pintar, yang karena portabilitasnya atau kemudahan dibawa sering digunakan selama aktivitas keluarga seperti makan, bermain, dan tidur , semua waktu penting yang terlibat dalam membentuk kesejahteraan sosial-emosional anak.

Nilima (kiri) dan Bagus berpamitan dengan saudaranya lewat telepon sebelum pulang ke Indonesia dari Bandara Internasional Tribhuvan, Kathmandu, Nepal, Rabu (6/5/2015).

Orangtua dalam penelitian menunjukkan, mereka memiliki lebih sedikit percakapan dengan anak-anak mereka dan lebih bermusuhan ketika anak-anak mereka mencoba untuk mendapatkan perhatian mereka.

Dalam hampir semua kasus, satu perangkat elektronik atau lebih mengganggu interaksi orang tua-anak pada tahap tertentu di siang hari. Teknologi dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi orangtua yang harus mengatasi perilaku anak yang sulit.

Namun, hasil survei menunjukkan bahwa taktik ini memiliki kekurangannya. Penggunaan perangkat elektronik kemungkinan menghalangi orangtua dari kesempatan untuk memberikan dukungan emosional yang berarti dan umpan balik positif kepada anak-anak mereka yang menyebabkan keturunan mereka untuk kembali ke perilaku yang lebih bermasalah seperti melempar amarah atau ngambek. Ini hanya menambah tingkat stres orang tua, kemungkinan menyebabkan penarikan lebih banyak dengan teknologi, dan siklus berlanjut.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO–Tiga remaja, Dinda, Alya, Diva mengoprerasikan telepon genggam pintar milik mereka saat menunggu bus transjakarta di Halte Busway Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2013).

“Hasil ini mendukung gagasan bahwa hubungan antara teknoferensi orangtua dan perilaku anak bersifat transaksional dan mempengaruhi satu sama lain dari waktu ke waktu,” kata McDaniel. Dengan kata lain, orangtua yang memiliki anak dengan masalah eksternal menjadi lebih stres, yang dapat menyebabkan penarikan meeka.

Radesky menambahkan, temuannya menguatkan pengamatan tentang bagaimana perilaku buruk seorang anak sering meningkat dalam upaya untuk mendapatkan perhatian orang tua mereka yang menggunakan perangkat telepon seluler.–SUBUR TJAHJONO

Sumber: Kompas, 14 Juni 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB