Pendidikan Vokasi; Kebutuhan Belum Terpetakan

- Editor

Senin, 2 Februari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hasil pendidikan vokasi belum sepenuhnya mampu terserap ke dunia kerja. Hal itu karena belum maksimalnya pembekalan kompetensi bagi para lulusan. Oleh karena itu, diperlukan penguatan, baik infrastruktur maupun sistem, di dalam pendidikan vokasi. Hal tak kalah penting ialah perlu pemetaan kebutuhan tenaga kerja nasional.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan, mayoritas perguruan tinggi di Indonesia ialah sekolah tinggi, yaitu institusi pendidikan yang fokus pada pendidikan vokasi.


Akan tetapi, sekolah-sekolah tinggi tersebut menghasilkan banyak lulusan yang tidak terserap di bursa kerja. ”Bisa karena dua hal, yaitu kompetensi yang dihasilkan ternyata di bawah kompetensi yang dibutuhkan pasar, serta terjadinya surplus lulusan program-program studi (prodi) tertentu,” tutur Edy saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (30/1).

Tanpa ”peta”
Penyebab permasalahan tersebut, menurut Edy, adalah karena umumnya perguruan tinggi tidak mempunyai informasi memadai tentang jenis-jenis prodi yang dibutuhkan di masyarakat. Mereka hanya bergantung pada survei yang bersifat terbatas. Di samping itu, pemerintah juga belum memiliki perencanaan tenaga kerja nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apabila perencanaan tersebut ada, akan terlihat peta kebutuhan tenaga kerja dalam jangka waktu lima hingga sepuluh tahun ke depan. Informasi tersebut bisa diefektifkan dengan membuat kebijakan mengenai jenis-jenis prodi yang diprioritaskan boleh menerima mahasiswa dalam kuota yang lebih besar.

c89e529de3bf4fc59b09f810c93bfd2a”Misalnya, dalam lima tahun ke depan, Indonesia butuh ahli perikanan, maka kuota masuk prodi perikanan bisa dibesarkan. Prioritas jenis prodi bisa berubah-ubah setiap periode, tergantung dari kebutuhan bangsa,” kata Edy. Ia berpendapat pemetaan tersebut akan mencegah terjadinya surplus lulusan untuk prodi tertentu, sehingga setiap prodi yang ada bisa fokus mendidik.

Keketatan mengaudit prodi dan perguruan tinggi vokasi juga penting. Jika masih banyak sekolah tinggi yang tidak memiliki sarana, prasarana, dan minim kemitraan dengan industri, tetapi masih mendapat akreditasi, semakin banyak mahasiswa vokasi yang tak kompeten.

Buktikan diri
Salah satu permasalahan yang dihadapi PT vokasi ialah pandangan masyarakat bahwa pendidikan vokasi adalah pendidikan kelas dua. Karena itu, perguruan tinggi vokasi mesti membuktikan kemampuan terlebih dulu. ”Sikap yang menganggap magang hanya merupakan syarat kelulusan sekolah vokasi harus diubah,” kata Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (FT UNY), Bruri Triyono.

Di FT UNY misalnya, sebelum mahasiswa diterjunkan untuk magang di industri, mereka harus membuktikan kemampuan mereka melalui keikutsertaan di lomba-lomba lokal, nasional, dan internasional. Untuk mencapai hasil prima, pendidikan tinggi menekankan pendidikan praktik daripada kognitif.

Di samping itu, juga ada pertukaran wawasan melalui jaringan perguruan tinggi vokasi se-Asia Tenggara, Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan dalam Asosiasi Regional Pengajar Pendidikan Vokasi (RAFTE).

Dosen dan mahasiswa yang menghasilkan karya unggul serta potensial dibantu melalui inkubator bisnis agar karya sampai kepada masyarakat. ”Industri yang akan digandeng bisa melihat bukti kemampuan para mahasiswa. Jadi, mereka tidak ragu untuk memberi lowongan magang,” ujar Bruri. (DNE)

Sumber: Kompas, 2 Februari 2015

Posted from WordPress for Android

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB